Meet Her
•
•
•Aku mengayuh sepedaku dengan santai. Menikmati pagi yang cerah. Cuaca yang sejuk. Tanpa matahari. Yah tentu saja karna kemarin hujan semalaman dan sekarang matahari belum mau muncul kembali. Entah kenapa aku menyukai suasana seperti ini. Mmm atau karna aku memang tidak menyukai matahari? Entahlah.
Aku sesekali menyapa orang-orang yang kukenal sambil mengayuh sepedaku. Menorehkan senyum terbaikku untuk memulai hari. Sebentar lagi aku akan sampai di cafe tempatku bekerja. Ya, aku memang merupakan pekerja paruh waktu tertua disitu dan sudah bekerja disana selama empat tahun. Aku bahkan sudah sangat mengenal seluk beluk cafe tersebut dan juga karyawan - karyawan disana tentunya.
"Good morning, Vegie!" sapa Claire. "Morning Claire!" balasku. Oh ya, apakah aku belum memperkenalkan diriku? Baiklah. Namaku Veghara Natusha. Orang di sekitarku biasa memanggilku Vega. Seperti nama bintang terang di musim panas. Ya, aku tahu. Namaku berbanding terbalik dengan kesukaanku. Ingatkan ketika kubilang tidak menyukai matahari yang berarti tak suka musim panas? Sebenarnya bukannya aku membenci matahari. Aku hanya merasa terganggu dengan panas matahari yang menyengat yang membuatku berkeringat sepanjang hari. Tapi aku tetap bersyukur dengan keberadaan matahari. Dengan begitu cucianku akan menjadi kering.
Back to the reality. Gadis yang baru kusapa tadi adalah Claire Anderson. Ia merupakan teman paruh waktuku yang bekerja di cafe ini dan baru bergabung sekitar 1 tahun yang lalu. Ia menempuh perguruan tinggi di dekat cafe dengan jalur beasiswa walaupun hanya mendapat 50% beasiswa. Ia termasuk gadis yang cerdas dan cantik. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Dia memiliki tubuh yang ideal dengan sepasang mata amber yang bulat dan hidung mancung dengan lengkung kecil diujungnya yang membuatnya tampak seperti peri.
"V, apa yang kau pikirkan?" ujar Claire sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan mataku. Aku dapat melihat dahinya yang berkerut saat Ia mengibaskan tangannya. "Hah? Nothing, Claire." balasku kemudian melenggang pergi ke ruang belakang tempat para karyawan biasa berkumpul untuk makan siang dan menaruh barang-barang di loker karyawan.
Claire mengikuti di belakangku. Aku pun mulai meletakkan tas dan lainnya kedalam loker dan mengambil seragam toko dari dalam lokerku. "Claire, kenapa Deneb dan yang lain belum datang?" tanyaku. "Ntahlah, mungkin mereka ketiduran." jawab Claire. Tiba-tiba Deneb muncul di belakangku. "Kenapa? Mencariku?".
Aku sangat kaget mendengar suara Deneb dibelakangku. Kenapa Ia bisa berjalan tanpa suara langkah seperti itu? Orang pasti akan kaget kalau dia muncul tiba-tiba. Dasar, seperti bukan manusia saja. Claire yang melihat raut kagetku hanya geleng-geleng kepala. "Ugh! Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba sih? Seperti bukan manusia saja!" kesalku. Deneb yang mendengar itu hanya terkekeh lalu mengacak-acak rambutku. "Deneb!!"
Oke. Aku benar-benar kesal. "Oke, oke, maaf." Pintanya memelas. Ia selalu begitu. Membuatku kesal, dan ketika aku sudah akan meledak, Ia akan memelas meminta maaf. Dan aku? Tentu saja akan selalu memaafkannya. Seperti tadi contohnya.
Jadi biar ku perkenalkan. Laki-laki tadi adalah Deneb. Dia adalah salah satu sahabat terdekatku. Aku sudah mengenalnya selama empat tahun. Terhitung dari hari pertama aku mulai bekerja di cafe ini. Pertemuan pertamaku dengannya adalah saat aku membayar makanannya saat Ia makan di resto kecil dekat rumahku karna Ia tak membawa dompetnya. Aku melihat Ia memelas pada pemilik resto untuk menunggu sebentar karna Ia akan mengambil dompetnya kemudian kembali lagi untuk membayar. Tapi tentu saja sang pemilik resto tak setuju. Lebih tepatnya.. tak percaya. Aku yang iba melihatnya terus memelas akhirnya membantunya.
Aku membayarkan makanan dan minuman yang tak begitu mahal harganya. Deneb berterimakasih padaku dan berjanji akan menggantinya. Aku merasa itu tak perlu karna aku ikhlas membantunya. Aku lalu berjalan pergi dari sana. Tapi kemudian Ia terus mengikutiku dan terus bertanya-tanya siapa namaku, dimana tempat tinggal , dan bertanya kemana aku akan pergi. Aku hanya menjawab pertanyaan terakhir karna merasa tak sopan jika terus mendiaminya. Aku mengatakan aku akan pergi ke Café Schön. Untuk apa? Tentu saja melamar pekerjaan paruh waktu.
Dan setelah mendengar arah tujuanku Ia segera menarikku ke parkiran resto tadi dan memasukkanku ke mobilnya. Ia memacu mobilnya menuju cafe tempatku bekerja sekarang yang kemudian aku tahu ternyata Deneb adalah pemilik cafe tersebut. Selanjutnya kalian bisa membayangkan apa yang terjadi. Aku diterima bekerja disana.
Deneb berperawakan tinggi, tegap, berkulit putih, memiliki mata coklat madu, dan lesung di pipi kanannya yang membuatnya terlihat manis. Ia termasuk pria yang tampan dan memiliki banyak pengagum. Dia juga sebenarnya memiliki kepribadian yang baik. Deneb dan aku berkuliah di kampus yang sama. Stanford University. Bedanya aku merupakan anak jalur beasiswa.
"Vegie, come on. Sudah banyak pelanggan menunggu diluar cafe." panggil Claire. Aku pun segera keluar dari ruangan ini menuju ke pintu cafe dan membuka pintu dan membalik papan bertuliskan open untuk menunjukkan jika cafe ini sudah buka. Aku lalu melanjutkan aktivitasku. Melayani pelanggan, membersihkan meja, dan membantu karyawan lainnya.
2 PM
Setelah menyelesaikan shift kerja ku, aku pun pergi ke ruang belakang untuk berganti pakaian. Aku mendatangi Deneb di ruang kerja nya untuk berpamitan pulang.
"Dee, i wanna go home now, see u tommorow!" Aku berseru sambil menyembulkan kepalaku ke dalam ruangan Deneb. Tapi ia tak ada disana. Akupun masuk ke dalam ruangan berusaha mencari Deneb. Setelah kupastikan ia tak ada disana aku menyerah dan akan memutuskan untuk pulang saja. Aku memutuskan untuk berpamitan saja pada Claire.
"Claire!!"
"I will back home now. Mau pulang bersama?" tanyaku. Claire yang sedang membereskan tasnya segera menoleh. "Boleh. Tapi temani aku mampir ke apotek dulu ya."
"Ok. Aku akan menunggu diluar."
"Btw C, where is Deneb?" "Dia ada di ruangannya." Hah? Bukankah disana tak ada siapapun? "No way, aku tadi sudah mengeceknya. Ia tak ada disana Claire." "Benarkah? Padahal sepertinya aku baru kembali dari sana. Aku baru saja berpamitan tadi."
As always. Deneb selalu menghilang dan muncul tiba-tiba. No wonder. Kadang Deneb bisa semisterius itu. Empat tahun bersamanya rasanya belum cukup membuatku mengenal dirinya sebenarnya. Ia terlihat sangat dekat tapi sebenarnya sulit dijangkau.
Well, kenapa aku jadi memikirkannya? It's been three years V, aku mengingatkan diriki untuk melupakan semuanya. Akupun segera keluar dari cafe.
Pukul 2 lewat. Matahari sudah kembali muncul, tidak seperti pagi tadi. Hhhh. Aku menghela nafas lelah. Sebentar lagi musim panas. Musim kelahiranku. Terlalu banyak hal terjadi di musim panas. Kadang aku bertanya-tanya, seandainya aku tak lahir di musim panas apakah semua akan berbeda?
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
RomanceMeet Veghara Natusha, A young, attractive girl. Smile in every situation. Laugh at every single joke. This is her story. Her love and life journey.