#7

904 97 0
                                    

Akhirnya kami semua kembali tertidur di ruang tamu.

"Shua, bangun. Ayo kita sarapan. Kita harus pergi setelah ini"

Hanya hari itu ibu membangunkanku dengan lembut. Tapi sayangnya kejadian setelah itu tidak.

"Ibu! Ibu dimana? Ibu!! Ayah!!"

Mereka tetap saja meninggalkanku. Mereka selalu mencoba untuk menjauhkanku dari hadapan mereka. Mereka tidak menginginkan kehadiranku disini.

"Shua.."
"Joshua bangun"
"Joshua Hong.."

Aku membuka mataku dan melihat Vernon ada di hadapanku.

"Ada apa?" Tanyaku bingung.

"Kau mengigau. Tenang saja. Kami tidak akan meninggalkanmu. Kita akan selalu bersama selamanya sebagai SEVENTEEN," ujarnya. Aku menitiskan air mata dan ia memelukku.

"Tenang saja. Kita tidak akan berpisah selamanya. Meskipun kita akan berpisah kedepannya, kita pasti akan tetap bersama dimanapun kita berada."

"Jangan ragu. Keluargamu ada disini. Tidak perlu kau cari jauh-jauh. Mereka disini dan mereka semua menyayangimu. Mereka peduli padamu. Jangan hiraukan kehidupan lamamu."

"Terimalah maka kau akan hidup lebih lega setelah ini. Terimalah masa lalumu. Berbaikanlah dengan masa lalumu. Anggaplah masa lalumu sebagai mimpi buruk yang tidak pernah terjadi padamu."

"Mimpi buruk yang menyerangmu setiap malam. Tapi setelah kau berbaikan dengan mereka, mereka tidak akan muncul di kehidupanmu lagi. Kalau ada masalah ceritakanlah pada kami. Padaku. Jangan pendam sendiri masalahmu itu. Jangan sampai kau depresi."

"Satu hal yang perlu kau tau. Kami peduli dan kami menyayangimu sebagai keluarga."

Aku terus menangis di pundaknya. Menangis dan menangis. Benar katanya. Masa lalu. Aku harus bisa berbaikan dengan masa laluku. Aku harus bisa menerima bahwa mereka tidak menginginkanku. Tapi keluargaku disini mencintaiku dan sangat peduli padaku. Mulai saat ini aku akan melupakannya. Ya. Melupakan masa laluku. Aku harus berbahagia.

"Don't worry. We'll always be there for you," kata Vernon.

"Thanks. I don't know what I'll do without you, Vernon," kataku dan menghapus air mataku.

"Bagaimana kalau kita masak sekarang?" Aku tersenyum dan menariknya ke dapur.

Kami memasak hanya 1 jenis makanan dan memesan online untuk sisanya. Karena terlalu banyak member, kita kesulitan untuk mencuci piring.

Satu persatu member terbangun dan berkumpul di ruang makan. Kami bercanda dan tertawa bersama.

Tok... tok... tok...

"Akan aku buka pintunya!" Sahut Wonwoo dan berjalan ke arah pintu. Aku mengintip dari balik tembok. Wajahnya tak asing.

"Appa...."

Aku menoleh dan melihat Mingyu menunduk, melihat ke piringnya. Aku berjalan ke pintu dan berdiri di sebelah Wonwoo.

"Apa anda mencari seseorang?" Tanyaku, sopan.

"Iya, saya mencari anak saya, Kim Mingyu," jawabnya.

"Ada urusan dengan Mingyu? Karena Mingyu sedang sedikit sibuk saat ini," kataku sedikit berbohong.

"Yah, aku ada sedikit masalah dengan anakku dan aku ingin berbicara dengannya 4 mata"

"Appa.." Mingyu sudah ada di belakangku. Aku menyingkir dari depannya, begitu pula Wonwoo.

"Mingyu-ya. Appa minta maaf. Appa tidak seharusnya bersikap seperti itu padamu. Appa salah. Kamu mau memaafkan appa, kan?"

Mingyu mengangguk pelan dan memeluk appanya. Aku menunduk dan pergi ke kamarku.

Ayah tidak pernah memelukku. Aku iri pada Mingyu. Juga pada yang lain. Mereka pernah merasakan pelukan seorang ayah. Dan mereka disayang oleh keluarga mereka. Apa aku harus membantu mereka untuk mendapat kasih sayang dari mereka? Yang kuinginkan adalah pelukan orangtua yang hangat dan tulus. Sedangkan yang mereka lakukan hanyalah menyiksaku.

Aku merebahkan diriku diatas tempat tidurku dan menutup mata untuk sejenak. Yang benar saja. Air mataku mengucur deras.

Cengeng! Hapus air matamu! Diam! Kau harus jadi kuat. Kau masih punya alasan untuk hidup. Orangtua. Anggap saja kau tidak mengenal mereka. Benar. Tenang. Calm down.

Aku segera menghapus air mataku dan kembali ke ruang makan.

"Hyung, habis darimana?" Aku menoleh dan melihat Chan.

"Aku habis dari kamar. Aku melupakan sesuatu," jawabku, dingin. Aku sadar jawabanku telah membuat si maknae kecewa. Tapi aku tidak bisa langsung mengatakannya pada mereka. Aku tidak ingin tambah membebani mereka. Tiba-tiba Minghao menarik tanganku, menjauh dari member yang lain.

"Yang benar saja. Apa yang kau lupakan? Hyung, aku tau kau sedang ada masalah dan mungkin sungkan menceritakannya. Jangan seperti itu. Kami jadi bingung melihat tingkahmu yang semakin berantakan setiap harinya. Apalagi setelah acara ulang tahunmu saat itu. Percayalah, kami ingin membantumu," ujar Minghao panjang lebar. Aku hanya tersenyum simpul.

"Terimakasih karena kalian mau repot mengurusku. Untuk kali ini aku tidak bisa menceritakannya pada kalian. Kalaupun kalian sangat ingin tau, tanyalah pada Vernon. Yah, walaupun mungkin ia tidak akan menceritakannya. Katakanlah padanya aku yang menyuruhnya untuk bercerita. Aku.......harus pergi sebentar," jawabku. Aku segera berlari, menerobos member lain, ke arah pintu. Aku segera menjauh dari kompleks dorm kami menuju ke sungai Han. Aku hanya berjalan menyusuri sungai dengan angin pagi yang menampar wajahku. Karena ini hari libur, jadi aku lebih banyak melihat orang yang sedang bersantai, lebih banyak dari biasanya.

Aku melihat anak kecil sedang menangis. Sepertinya ia hilang.

"Hai, apakah kau kehilangan orangtuamu?" Tanyaku dengan suara yang lembut. Anak itu mengangguk.

"A-aku kehilangan o-orangtuak-ku," kata anak itu sesegukan.

Alone || Joshua Hong FF {Seventeen} [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang