2 Januari 2019

8 2 3
                                    

Begitu kubuka mataku, hal pertama yang terlintas di pikiranku adalah— belajar.

Tapi bohong.
Hehe.

Yang terlintas dipikiranku adalah sebuah transkrip nilai perkuliahanku sebagai buah dari jatuh, bangun, pingsan, dan sekaratnya aku menghadapi beban fisik dan mental perkuliahan yang begitu berat.

Saat kampus lain masih menghadapi beban UAS atau bahkan belum UAS dan masih duduk manis mendengarkan konsep-konsep dari dosen tersayang di bangku kuliah sempit yang jika kamu taruh tempat pensil, binder, dan kalkulator maka salah satunya akan jatuh ke lantai, aku sudah tidur nyenyak sejak sekitar dua minggu lalu. Masa liburanku dimulai lebih dahulu dibandingkan dengan teman-temanku dari kampus lain. Teman-teman kuliahku pulang kampung, jadi setiap hari aku hanya bolak-balik membuka web menunggu semua nilaiku keluar, membuat snapgram, melihat story orang lain sampai habis, menonton film yang sama berulang kali, makan, dan tidur.
Chill dude pokoknya.

Sambil rebahan di sofa, aku membuka akun instagramku.

Dret dret...
Hpku bergetar dan lampu notifikasiku berkedip kedip hijau.

Terdapat sebuah balasan untuk snapgramku dari teman marching bandku di kampus.

Aku kembali membalas.

Dia balas lagi.

Aku balas lagi.

Dia balas lagi.

"Ada bakso enak deket kampus katanya." Kata dia.

"Di mana?" Balasku.

"Cihampelas." Jawabnya.

Dia adalah Ifan, seorang lelaki seumuranku yang bertubuh tinggi sampai-sampai suka menyalahkanku akibat tinggi badanku yang hanya sampai pundaknya. Salah dia yang terlalu tinggi, bukan salahku yang terlahir mungil. Rambutnya keriting seperti domba. Dibandingkan yang lain, orang yang paling tidak aku kenal adalah Ifan karena dia paling rajin skip latihan.

"Ini di sini Din." Katanya sambil mengirimkan video review tempat bakso itu.

Video yang menunjukkan bakso kuah cukup besar ditambah dengan tahu, bihun, dan sayur dengan ditambah kecap dan sambal yang aku tonton tengah hari saat perutku keroncongan membuat aku ingin menerjang 13 kilometer demi membeli bakso.

"Liburan kemana fan?" Tanyaku.
"Gabut." Jawabnya
"Emang kamu darimana si?" Tanyaku lagi.
"Indramayu, masa gak tau."
"Ohh"
"Din?"
"Yaa?"
"Bagi WA sih." Katanya.

Sih?
Kenapa ada orang yang memakai kata 'sih' secara tidak pas?

Aku memberi nomor WAku dan kami lanjut mengobrol di sana. Hanya percakapan singkat tidak penting tentang bakso, seafood, dan makanan-makanan yang ingin dia makan begitu dia sampai di Bandung.

"Aku kira kamu pendiem." Kata Ifan.
"Emang iya pendiem." Jawabku.
"Rame ternyata." Jawabnya lagi.
"Hmmm."
"Din?" Tanya nya.
"Kenapa?"
"Mau jadi pemain inti?" Tanya nya.
"Gak tau, gimana nanti aja. Kamu gimana?"
"Gak tau. Pengaruhin aku biar ikut sih." Katanya.

Aku tidak punya pikiran untuk menjadi pemain inti tim marching band kampusku sebenarnya. Lagipula, kami berdua belum lantik. Belum resmi menjadi anggota. Jadi ya—tidak tahu.

"Dinn lagi apa?"
"Gabut. Kamu?"
"Sama. Ajarin bahasa sunda."
"Lah emang di Indramayu pake nya bahasa apaan?"
"Jawa. Tapi kasar sih."

Percakapan kami terus berlanjut hingga larut malam tapi tidak ada inti dari semua percakapan itu.

Oh iya.

Aku ingat sekitar tiga bulan lalu Ifan pernah chat:

"Adinda, kamu yang kemarin nyebar kuesioner ya? Kalo boleh tau itu buat tugas atau apa?"
"Oh iya ini Ifan."

Aku menjawab, "Iya buat tugas."

Dia menjawab lagi, "Oh, boleh liat gak hasilnya? Buat contoh aja nanti saya bikin punya sendiri kok."

Aku pun memberi dia kuesioner tugasku. Selesai.

Bulan Desember kemarin, unit kami makrab di salah satu villa di Lembang. Aku datang menyusul karena ada hal yang harus aku urus. Aku datang pukul 8 malam melewati jalanan terjal bebatuan tanpa penerangan selain lampu motorku dan sialnya ditambah hujan deras.

Aku basah kuyup kecuali kepalaku karena tertutup helm. Aku kedinginan setengah mati. Lembang yang dingin ditambah hujan deras rasa-rasanya ingin aku meringkuk seperti molen di tempat tidur.

Aku ingat Ifan menyuruhku ganti baju tapi aku tidak mau. Lalu Ifan bilang ke teman-teman untuk mengantar aku ganti baju. Setelah itu aku disuruh duduk di dekat perapian. Ifan kemudian datang membawakan aku coklat panas. Unch.

Percakapan kami sejak siang tidak berhenti hingga larut malam. Aku membuka notifikasi handphoneku dan Ifan berkata:

"Din, aku suka kamu dari lama."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Rim ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang