#3 He's Comeback?

18 2 4
                                    

Oke, setelah 1 semester Adi menjadi murid baru di kelasku, ia sudah menjadi sorotan mata semua wanita yang ada di sekolah ini, ya rata - rata lah ya, karena berbeda denganku, yang sama sekali tidak tertarik dengannya.

Rutinitasku hari Rabu setelah pulang sekolah yaitu mengikuti ekskul basket yang ada di sekolahku. Nggak pernah bosan dengan olahraga itu. Tetapi berbeda di semester ini, Dita bilang ada anak baru yang akan masuk ke klub basket putra. Aku tak begitu penasaran dengan siapa dia karena tak pernah aku mempedulikan sesuatu dengan sangat.

Aku yang sedang melakukan pemanasan bersama anak - anak lain terdiam karena suara para wanita yang memekakkan telingaku.

"Liat noh siapa tuh?" Kata Dita membelokkan matanya kearah pria itu.

"Oh Brian. Anak XI IPA 2, kenapa?" Kataku sembari mengambil bola basket yang dilemparkan kearahku.

"Lah? Anak IPA, kok gua ga pernah tau?"

"Lu mah taunya apa."

"Dih dasar lu."

Tanpa menghiraukan ucapan Dita, aku kembali bermain bola basket bersama beberapa temanku yang acuh terhadap Brian.

Brian tetanggaku, dia pun pernah satu sekolah denganku.

Sebenarnya aku sedikit kaget ketika ia masuk sekolah ini, karena sewaktu SMP ia dan keluarganya pindah ke Jakarta, meninggalkan Bandung tempat lahirnya. Dulu ia terlihat sangat imut dengan pipinya yang tumpah, sekarang ia lebih terlihat seperti pria beranjak dewasa yang sangat berbeda. Tinggi, putih, tetapi tetap saja dengan pipinya itu. Tak berubah.

"Woi, ngelamun aja, keliatannya sih bodoamat, tapi kok diliatin, mantan yak?" Kata Dita terkekeh.

"Dih, ngga lah, mana punya mantan gua, itu mah dulu tetangga gua, dia pindah ke Jakarta, eh balik - balik udah gitu."

"Ooooooo, jadi flashback ceritanya?" Manusia satu ini memang suka menggangguku.

"Mana ada, sini dah udah mau lomba juga, ga bisa 3-point gua lempar sepatu lu."

"Dih enak aja, sakit itu sepatu lu, dari besi apa, gamau lagi gua."

Dita memang pernah terkena lemparan sepatuku, tetapi bukan aku yang meleparnya, tetapi Ihsan, anak klub basket putra yang kesal dengannya karena ocehan yang tak ada habisnya.

Brian mulai bermain bersama klub putra lainnya dan begitupun denganku dan teman - teman putri lainnya.

Sudah 3 jam lamanya kami menghabiskan waktu untuk bermain dan berlatih. Kini waktunya untuk pulang. Aku mengambil sepeda motorku dan memanggil Dita untuk pulang bersama, kali ini ia cepat menghampiriku, karena ia memang berlatih keras hari ini.

Setelah sampai di rumah aku langsung pergi ke kamar dan mandi lalu makan. Aku tak pernah memikirkan hal yang diluar akalku. Aku selalu tepat waktu mengerjakan apapun. Karena memang itu yang aku rencanakan dari awal aku masuk SMA ini.

Keesokan harinya aku menjalani aktivitas seperti biasanya, yang berbeda ketika aku berangkat sekolah ada yang menungguku di depan rumah.

"Lah, ngapain disini?"

"Ya jemput lu lah, sekalian aja si Dita."

"Tau darimana gue tinggal disini?"

"Kepo lu, udah ayok lah, ga bakal gua culik."

Ternyata mama bilang ia sudah menungguku sedari tadi, tak enak jika menolak ajakannya.

Jangan kira aku ini dingin, lalu tak punya perasaan, aku seorang yang tidak enakan dengan ajakan orang lain. Apalagi yang rela menungguku dalam waktu lama.

"Ya sudah ayo."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dark Dusk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang