3. In The Car

179 28 0
                                    

"Semesta selalu sesayang itu padaku. Lihat, kau tidak pernah bisa menolaknya kan?"

--Akashi Seijuuro--

.

.

.

Nanami menempelkan tubuhnya pada pintu mobil. Berusaha keras membuat jarak sebanyak-banyaknya dari sang jelmaan raja iblis. Dia sudah kalah. Dia tahu itu. Tapi sungguhan dia tidak pernah menyangka seorang Akashi Seijuuro bisa melakukan hal semaunya begini. Lagipula... bagaimana bisa dia memindahkan semua barangnya dari apartemen kurang dari sehari?!

Dan bagaimana mungkin dia punya kunci apartemennya?!

Kenapa pula dia begitu bodoh menyetujui taruhan yang diajukan si jelmaan iblis?!

Ryuuzaki Nanami memukul kepalanya keras. Meruntuki kebodohannya. Harusnya dia tahu sebanyak apapun dia mencoba, mengalahkan seorang Akashi Seijuuro bahkan dalam hal sepele akan sangat menyusahkan. Apalagi seperti kemarin. Melawannya tanpa persiapan apa-apa. Nah sekarang Nanami hanya bisa terus meruntuki kebodohannya. Seriusan sejak kapan sih dia jadi sebodoh ini?!

"Kau marah?"

Tidak ada jawaban. Akashi mendesah sembari terus mengemudikan mobilnya.

"Seharusnya aku yang marah" katanya lagi masih dengan tingkat kefokusan luar biasa saat mengendarai mobil. Nanami masih bungkam. Tidak berniat menjawab. Dia masih kesal. Meski bukan sepenuhnya pada si lelaki.

Mobil ditepikan. Berhenti begitu saja. Nanami masih diam. Kepalanya tetap menoleh keluar jendela. Menghindari tatapan si rambut merah.

"Harusnya kau tidak mengganggu Kuroko, orang yang tidak mengenal kalian bisa berpikir macam-macam" ucapan itu dikatakan dengan teramat datar. Namun bagi Nanami, kalimat itu terasa begitu menyebalkan.

Memangnya dia pikir itu salah siapa?! Cih.

Memangnya si kepala merah sialan itu pikir kenapa dia harus kabur dan merecoki sepupunya?

"Kenapa aku harus peduli?! Kalau kekasih Tetsuya mundur hanya karena hal seperti itu dia---"

Tangan ditahan. Pundak dipaksa menghadap. Tidak dibiarkan kembali berbalik menghindar. Akashi tersenyum licik.

"Akhirnya kau mau melihatku" balasnya pelan sembari masih memegang lengan si gadis. Memaksanya tetap dalam posisi seperti itu.

Nanami mendelik. Napas ia hembuskan dengan kasar.

Dasar Kepala Merah Sialan! Pekiknya dalam hati.

Ah. Lihat bagaimana mudahnya si laki-laki memperdayainya. Licik sekali.

"Dasar curang"

Akashi terkekeh. Dia mencondongkan tubuhnya. Menahan lengan si gadis yang kembali ingin bergerak mundur. Menjauh. Senyum itu kembali terukir di wajah malaikatnya.

"Hn. Kau tahu itu. Jadi jangan pernah menghindariku" jawabnya sembari merengkuh si gadis. Membiarkan gadisnya mendesah pasrah. Menyerah.

"Ah, Nami, kamar yang satu lagi di tempatku belum sepenuhnya bersih, jadi kita hanya punya satu kamar malam ini" dia berkata ringan sembari mengeratkan rengkuhannya.

"Aku pinjam futonmu. Aku bisa tidur di ruang tamu" jawabnya datar.

"Sayang sekali. Aku tidak punya futon. Kau tidur denganku, tidak ada pilihan lain. Tenang saja. Aku tidak akan macam-macam"

"Masih ada sofa" tukas si gadis, keras kepala.

"Kau lupa? Apartemanku kosong" balas si rambut merah ringan.

"Berhenti membodohiku Seijuuro san!" Dia berseru frustasi.

Akashi tertawa puas meski tubuhnya terdorong cukup keras ke belakang. Ah. Lihat. Dia sungguhan puas sekarang. Rasanya...

Akashi menyeringai. "Mohon bantuannya malam ini Ryuuzaki san"

Dan Akashi kembali tertawa terbahak saat sebuah mantel terlempar ke arahnya.

"Bisakah kau tidak membuat semuanya terdengar ambigu Akashi san?!"

Sudah Akashi duga. Bersama gadis itu hidupnya akan terasa lebih ringan. Ah. Meski kadang si gadis terlalu rumit jika dibandingkan dengan gadis yang pernah mendekatinya atau dekat dengannya. Dia... sungguhan unik.

---26 April 2019---

AfeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang