Udara malam terasa dingin dan menusuk tulang. Aku akhirnya menerima tawaran Diya untuk ikut nonton bioskop. Toh aku juga tidak punya kerjaan selain menatap layar laptop yang membuat mataku pedas. Setelah menonton film horor selama 2 jam, akhirnya kami keluar dari gedung bioskop. Diya itu tipe yang serius, saat menonton pun kami tidak saling berbicara karena fokus dengan apa yang ditayangkan.
"Dingin?"
Diya sudah membuka jaket yang dikenakannya saat kami melangkah ke tempat parkir. Aku langsung menganggukkan kepala. Merutuki diriku sendiri karena hanya mengenakan blouse tipis dari sutra. Aku pikir ini masih di Jakarta, aku lupa kalau aku berada di sini. Di tempat ini yang suasananya sangat berbeda dengan kota kelahiranku itu.
"Nih.."
Diya sudah memakaikan jaket ke tubuhku yang membuat aku menoleh ke arahnya.
"Nggak usah.. nanti kamu kedinginan juga."
Tapi Diya memutar-mutar kunci di tangannya dan tersenyum."Aku? Buka baju di sinipun aku berani."
Tentu saja aku membelalak mendengar ucapannya. Tapi dia hanya menyeringai jahil lalu membuka pintu mobil. Aku dipersilakan masuk ke dalam mobilnya. Lalu dia berputar dan masuk ke balik kemudi.
Aku hanya terdiam saat mobil mulai melaju. Jalanan gelap terhampar di depan kami dan aku tidak nyaman dengan ini.
"Kamu asli sini?"
Akhirnya aku mengajaknya berbicara, Diya menoleh sebentar ke arahku lalu menggelengkan kepala."Aku ikut istri."
Mendengar ucapannya tentu saja aku terkejut, tapi kemudian Dia tersenyum.
"Setidaknya dulu, 2 tahun yang lalu. Aku sudah bercerai sekarang dan single."
Ucapannya itu hanya membuat aku tersenyum sinis.
"Yah lelaki semua saja sama, kalau sudah bosan juga dicampakkan."
Tapi Diya kini menatapku sebentar lalu kembali ke kemudi.
"Bukan aku yang mencampakkan tapi dicampakkan. "
Mendengar jawabannya tentu saja aku tersenyum dan menatapnya tak percaya."
"Nggak mungkin, pria kayak kamu dicampakkan? Lah tadi aja deretan cewek yang ngantri di depan kamu banyak."
Mendengar itu Diya mengangkat alisnya tapi kemudian menjawab
"Aku juga tidak percaya cewek seseksi kamu bisa ditinggalkan."
Aku langsung memberengut mendengar jawabannya. Aku tidak mau Diya membahas tentangku. Tapi itu memang jawaban yang tepat karena aku juga sudah mengusiknya.
Lalu ada kecanggungan lagi saat kami terdiam. Sampai akhirnya mobil Dia sampai di depan café miliknya.
"Mau minum kopi?"
Pertanyaannya itu tentu saja aku langsung menganggukkan kepala. Apa salahnya menerima tawaran lagi. Kami keluar dari dalam mobil. Café sudah gelap dan tutup. Diya merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci lalu membuka café. Lampu masih menyala, Diya langsung berada di balik meja bar. Diya menggulung lengan kaosnya sampai siku."Mau aku buatkan cappuccino?"
Aku duduk di kursi tinggi di depan bar dan mengangkat bahu."Ehmnm baiklah."
Diya tersenyum lalu memulai dengan pekerjaannya itu. Diya memang terlihat sangat ahli dalam mencampur minuman. Diya tampak seksi kalau seperti itu. Tapi aku mengalihkan pandangan. Aku sedang tidak ingin terperangkap dalam suasana romantis. Tidak.
"Silakan Aya.."
Diya memberikan satu cangkir yang di atasnya ada gambar smiley. Aku tersenyum dan hal itu membuat Diya ikut tersenyum.
"Kamu cantik kalau banyak senyum."
******
Yang mau pdf promo lsg cuz ke wa ya
081255212887100ribu / 3 pdf
Termasuk secangkir kopi
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir kopi
ChickLitKopi. Dia selalu menemaniku di setiap pagiku. Bahkan saat aku mulai meninggalkan kebahagiaan di belakangku. Aku mengasingkan diri, karena merasa dikhianati oleh semua orang yang kucintai. Dan hanya secangkir kopi yang selalu menjadi pengisi kehampa...