Part-03

30 7 4
                                    

Tepat saat Marsya sampai di sekolah, bel tanda masuk kelaspun berbunyi nyaring. Ia langsung mempercepat langkah kakinya menuju kelas XI IPS2 yang terletak di lantai 3.

Setelah sampai di kelas, ia langsung duduk di bangkunya dengan napas yang tersengal.

Huf, untung gurunya belum masuk, katanya dalam hati, lalu membuang napas lega.

10 detik Marsya melemaskan otot-otot tubuhnya akibat melakukan jalan cepat, ia baru sadar kalau Melani, sahabatnya tidak duduk di samping kirinya.

Ia menengok ke belakang, ada 2 sahabatnya, Monica dan Vera yang masih duduk di bangku yang sama. Tampaknya kedua gadis itu tidak memperhatikan Marsya yang baru saja tiba di kelas. Mereka malah mengobrol dengan asyiknya.

Mungkin mereka lagi ada kepentingan, makanya nggak tahu kalau gue barusan dateng, batinnya.

Kemudian ia mencoba menelusuri seluruh sudut kelas, siapa tahu Melani terselip diantara mereka semua.

Seketika itu, matanya membulat, kala melihat sesuatu yang terpampang nyata. Rupanya Melani duduk bersama Marcel.

Marsya mengerjap-ngerjapkan matanya, barangkali cuma halusinasi. Tapi, sampai matanya terasa pegal, posisi itu tidak berubah.

Marsya betul-betul tidak mengerti dengan kejadian hari ini. Marcel tiba-tiba jadi ketus, ketiga sahabatnya ikutan aneh, papanya juga sok paling sibuk, sampai tidak bisa mengantar Marsya ke sekolah.

Ia hanya bisa memaki-maki dalam hati. Karena mustahil ia harus berkoar-koar, nanti dipikir stress lagi. Jadi, cukup tahu aja

Bu Nia, sang guru geografipun masuk ke kelas, kemudian menyapa murid-muridnya.

"Kali ini kita akan mempelajari tentang Mitigasi dan Adaptasi Bencana Alam. Buka halaman 250," perintahnya, yang langsung dilaksanakan oleh anak-anak.

Aduh, males banget deh. Mana lagi nggak mood, pelajaran pertama geografi, bikin tambah buruk aja, gerutunya.

Marsya mencari halaman yang dimaksud itu dengan malas-malasan.

Ia memang tidak menyukai pelajaran tersebut. Karena materinya sulit sekali untuk dipahami. Meskipun si guru selalu menjelaskan, hati dan pikirannya seolah menolak kehadiran geografi. Misal litosfer. Harus dihafal unsur-unsurnya, bagian-bagiannya, ditambah kalau ada pembagian yang dibagi lagi. Nah, bingung, kan? Itulah yang dirasakan Marsya. Makanya wajar kalau nilai geografi yang tertera di rapornya dari awal sampai detik ini, cuma sebatas standar KKM.

Penderitaan Marsya tidak sampai di situ saja. Ketika jam istirahat, Marcel dan ketiga sahabatnya tidak mau bertegur sapa dengan Marsya.

"Eh, kalian mau ke mana?" tanyanya, saat melihat mereka berempat hendak keluar kelas.

"Kita mau ke kantin," jawab Melani, sembari melirik sekilas ke arah Marsya.

"Duluan, ya?" sambar Vera, lalu mereka meninggalkan Marsya yang terbengong-bengong.

Iih, kenapa sih mereka itu? Nggak jelas banget, untuk ke sekian kalinya, Marsya bersungut-sungut dalam hati.

Pun ketika pulang sekolah, mereka sama sekali tidak mau berbicara dengan Marsya. Sebelum keluar kelas, ia memesan Taxy Online terlebih dahulu. Kemudian, dengan langkah gontai, gadis itu menelusuri koridor sekolah yang masih ramai dengan siswa dan siswi yang belum pulang ke habitatnya masing-masing.

Saat Marsya akan masuk ke dalam Taxy, ia melihat ketiga sahabatnya berjalan menuju mobil Marcel. Melani, Monica, dan Vera, duduk di bagian belakang. Sementara Marcel di depan sendiri sebagai pengemudi.

Dasar, ternyata ke sekolah naik mobil. Apa coba maksudnya nggak jemput gue tadi? Bener-bener emang, gerutunya, sambil mengepalkan kedua tangan.

Si driver menoleh ke arah penumpangnya yang tidak lekas naik itu, kemudian menggelengkan kepala.

"Maaf, si eneng kenapa? Kok mukanya kayak yang kebelet mau ke kamar mandi gitu?" celetuk si driver, yang berhasil membuyarkan titik fokus Marsya.

"Eh, si mamang kalau ngomong suka bener." Marsya nyengir. Lantas melanjutkan perkataannya, "Aduh, si mamang kepo aja deh. Yuklah, kita OTW!" iapun masuk ke dalam Taxy tersebut.

"Neng, jangan manggil saya mamang dong! Emangnya saya tukang jualan syomay?" protes si driver, ketika,  Taxy mulai melaju dengan kecepatan konstan.

"Ya, suka-suka saya dong, mang! Lagian yang penting kan panggilannya masih wajar."

"Mmm, iya sih, neng. Ya udah deh, saya mah ikut aja." Si driver manggut-manggut,  pasrah.

Ada Apa Dengan Hari IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang