***
"Pucat banget anak mama. Kenapa sayang, masih pagi kok udah lemes aja,"
Gracia—mama Gisel membuka obrolan."Gak papa, Gisel kurang enak badan aja,"
Gisel mengoleskan selai cokelat di roti gandumnya. "I'm okay Mom.""Gak sekolah aja? Mama takut kamu pingsan di sekolah nanti," Gisel tersenyum. Mamanya suka terlalu khawatir tentang dirinya. "Mama perhatiin belakangan ini kamu kek orang depresi gitu,"
"Gisel sekolah aja, lagian ada ulangan Biologi hari ini," lanjutnya "Ah masa sih ma? Gak kok hehe..." Gisel tersenyum terpaksa.
Secepat itukah orang lain menyadari bahwa memang sekarang dirinya hampir depresi.
"Yaudah, mama yang anterin hari ini ya,"
Gracia memutuskan.Gisel menganggukkan kepalanya.
•
"Bye honey. Nanti kalo mama sempat, mama yang jemput kamu," Gracia menawarkan tepat setelah Gisel menutup pintu mobil.
"Gak usah ma, Gisel pulang sendiri aja. Lagian Gisel mau mampir ke toko buku," Gisel menolak. Ia tidak mau terlalu merepotkan mamanya yang merupakan single parent ini.
"Oh yaudah. Mama pergi dulu," Klakson mobil dan lambaian tangan Gisel mengiringi mobil Gracia.
Setelah mobil Gracia sudah hilang dari pandangan matanya. Ia melangkahkan kaki menuju ke kelasnya—XII IPA 2. Sekali-kali menjawab sapaan orang yang dikenalnya.
Suara-suara teman sekelasnya mengawali langkah kakinya. Mikha—sahabat Gisel merupakan orang yang paling pertama menarik tangannya untuk nimbrung gosip dengan teman-teman Gisel yang lain, padahal sekedar menaruh tasnya di kursi belum sempat. Mikha memang begitu dan Gisel sudah terbiasa.
"Eh Sel, dah datang lo? Sini-sini gabung ama kita," Nessa menepuk-nepuk bangku kayu disebelahnya. "Yuk bareng gue,"
"Ihh..gila tau. Lo pada tau gak kalo Ketos kita, si Eirene baru putus loh sama Ian."
Vane langsung bergosip ria di tengah kelas. Tak usah heran, Vane memang dikenal Lambe turahnya SMA Kartika. Dan yang paling update, tentunya.Berbeda dengan Gisel, ia tak terlalu suka menggosip. Prinsipnya, kalo gak mau digosipin yah jangan ngegosipin. Ia merupakan tipe si pendengar, tak banyak berbicara.
"Woi kutil kuda, kembaliin Softek gue!" Teriakan menggema Secil terdengar di seluruh penjuru kelas. Teman-teman kelas Gisel bahkan dirinya sendiri sudah terbiasa dengan teriakan itu.
Tampak Secil dan Jojo saling kejar-kejaran bagaikan Tom and Jerry—film kartun legendaris. Jojo yang tingginya bagaikan tiang listrik tampak memegang sebuah pembalut wanita yang diketahui milik Secil.
"Kembaliin tai, kembaliin softek gue," Secil tak henti-hentinya melompat-lompat berusaha mengambil benda berharganya itu dari tangan Jojo.
Tak kunjung mendapat apa yang diinginkannya, Secil mengeluarkan jurus andalannya—menangis. Nah, kalau sudah begini Jojo akan menyesal dan meminta maaf. Tapi, jangan salah sangka. Gisel pastikan mereka berdua akan kembali seperti semula sebentar lagi.
Drama.
"Yah..si Tom and Jerry lagi. Tuh liat Jerry—nya udah mewek. Gue heran deh, mereka berdua itu lebih cocok rival ato soulmate sih?" Site tampak berpikir.
"Gak tau, tanya aja sana ama emaknya."
Rey menyahut."Serah deh Rey, serah." Site mengangkat tangannya, menyerah dengan setiap jawaban temen yang setengah waras ini.
"Dan lo Sel, katanya lo udah putus ama Kia? Gak pernah lagi gue liat lo bareng dia," Queen membuka topik obrolan baru.
Gisel bungkam.
Ia tak mau urusan percintaanya di—kepoin orang lain, terkecuali sahabatnya. Oleh karena itu, ia memberi kode pada Mikha. Biar Mikha saja yang menjawab.
Tapi, sebelum ia mengeluarkan sepatah kata. Bel berbunyi. Untunglah, karena Mikha juga belum tahu pasti tentang putusnya Gisel dan Kia. Mikha tak akan menanyakan pada Gisel, biar sahabatnya itu yang menceritakan.
Semua murid duduk di kursi masing-masing, Ma'am Yeni selaku wali kelasnya dan yang juga merangkap sebagai guru Bah. Indonesia tampak memasuki kelas.
Kegiatan belajar mengajar pun dimulai.
Kringg...
Bel pulang sudah berbunyi sekitar 2 menit yang lalu tapi, Gisel masih tak berkutik di kursinya. Badannya menggigil, suhu badannya naik. Tak mungkin ia bisa pulang sendiri dengan keadaan seperti ini. Ia pun menghampiri meja Mikha, berniat meminta sahabatnya itu mengantarnya pulang.
•
Cklek.
Pintu rumahnya terbuka. Sepi. Pasti, Gracia belum pulang, yah memang Gisel dan Gracia baru pindah rumah sekitar 2 minggu yang lalu dan belum sempat mencari ART. Gisel menghempaskan tubuhnya, sakit. Ia merogoh handphone di saku kemeja dan menekan nomor telepon Gracia.
"Halo?"
"Halo ma, Gisel sakit. Mama cepat pulang. Gisel takut sendiri,"
"Iya, bentar lagi mama pulang. Kamu minum obat dulu. Tidur ya,"
"Ya.." Gisel menutup telepon setelah mengucapakan kata terakhir.
•
Baru selangkah Gisel berjalan, tiba-tiba pandangannya memudar, pusing melanda dirinya. Sedetik kemudian, kesadaran Gisel menurun. Pingsan.
Gisel terbangun dengan pusing yang luar biasa. Ia menoleh, mendapati Gracia tertidur di sebelahnya. Ia mengusap tangan mamanya itu, mulai kasar.
Yah, semenjak Vano—papa Gisel bercerai dengan Gracia, kehidupan mereka berubah. Gracia harus banting tulang menghidupi anaknya. Pernah suatu kali Gisel bertanya tentang alasan kedua orang tuanya memutuskan untuk menjalani kehidupan masing-masing, tapi Gracia hanya berkata bahwa Gisel akan tahu nantinya. Tapi, omongan tetangga sering menyindirnya bahwa kedua orang tuanya berpisah karena dirinya. Entah kenapa, Gisel pun tak tahu. Biarlah waktu yang akan menjelaskan semuanya. Tak usah terburu-buru.Gisel bangkit, mengambil selimut dan menyelimuti Gracia. Ia melirik jam dinding kamarnya. Pukul 22.42. Gisel menguap dan melanjutkan tidurnya. Malam itu, Gisel tertidur nyenyak dibanding malam-malam sebelumnya.
Entahlah, mungkin karena kali ini karena Gracia yang menemani malamnya.
_______
vely's
KAMU SEDANG MEMBACA
Giselle: After Behind You
Teen FictionGisel mengalami hal yang membuatnya trauma berat dimana senja itu ia kehilangan mahkota-nya. Update kalo udah banyak yang baca plus vote.