Part 8

6.4K 306 15
                                    

"Nad ... gue boleh ... jadi suami seutuhnya malam ini?" Radit berkata demikian dengan tatapan memohon. Sudah hampir dua bulan Nadia dan Radit menikah. Tapi mereka belum melakukan 'itu'.

Dan Radit meminta haknya. Sekarang.

Nadia gemetar mendengarnya. Tangan Radit masih memegangi wajah wanita itu. Cahaya lampu kamar yang masih terang, membuat rona merah di wajah keduanya terlihat jelas.

Detak jantung mereka pun sama berdentum berirama cinta.

Nadia menelan ludah. Hingga akhirnya mengangguk. Ia meyakinkan diri bahwa tak ada yang salah dengan permintaan Radit. Radit adalah suaminya yang sah, di mata hukum, dan agama.

Radit pun kembali mengecup bibirnya mesra. Gelora cinta membakar keduanya dengan membara. Hingga tiba-tiba Radit melepaskan ciumannya lagi. Pemuda itu menempelkan keningnya pada kening Nadia. Lalu berbisik,

"Nad, aku ingin melakukannya dengan cinta, dan cara yang terbaik menurut Allah. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada kita ke depannya. Tapi, aku ingin melakukan itu sama kamu, dengan cara yang baik, karena kamu pantas mendapatkannya. Jadi, simpan dulu energimu untuk nanti malam. Setelah isya, aku ingin mendapatkanmu." Radit mengakhiri perkataannya dengan mengecup kening Nadia.

"Aku tunggu di luar ya, kita makan dulu." lanjut Radit sebelum keluar dari kamar.

Nadia hanya mengangguk. Tapi debar di jantungnya masih belum berhenti.

'Nanti malam ... nanti malam aku sama Radit akan ....' Nadia berlari ke atas kasur dan menenggelamkan wajahnya disana.

Ia belum pernah merasa semendebarkan tadi. Saat masih bersama Andra pun tidak.

Nadia pikir, mereka akan melakukan 'itu' sekarang. Tapi Radit malah ingin mereka melakukannya nanti malam. Nadia merasa sangat terbuai dengan kata-kata Radit tadi.

Sebagai wanita yang pernah menikah, Nadia tahu pasti jika Radit tadi sudah sangat menginginkan hal itu. Tapi demi menghormatinya sebagai istri, Radit rela menahannya.

Sekarang sekujur tubuh Nadia meremang. Adegan tadi saja sudah membuat jantungnya hampir lepas.

Apalagi nanti.

Nadia tidak sabar, sekaligus deg-degan.

Akhirnya ia bangkit dari kasur untuk mengganti pakaian, dan kembali ke belakang untuk berwudhu. Waktu maghrib masih ada. Nadia memang belum terlalu taat. Tapi semenjak menikah dengan Radit, sedikit demi sedikit ia mulai mengikuti kebiasaan Radit, yang selalu menjaga solatnya.

***

Ruang makan terasa ramai. Semua keluarga Radit sudah berkumpul. Radit memiliki kedua adik yang kesemuanya laki-laki. Masing-masing kuliah di semester satu dan enam. Hanya ibu lah satu-satunya wanita di rumah itu.

Nadia sempat heran. Bagaimana bisa ibu mengurus rumah sebesar itu sendirian?

Radit dan Bapak sedang asyik mengobrol, Rangga dan Regha, kedua adiknya Radit, tampak serius membahas sesuatu. Sementara Nadia membantu ibu menyiapkan makan malam.

Meski agak gugup dan kaku, namun karena Nadia sudah kenal keluarga itu sejak dulu, jadi tidak terlalu canggung.

Hanya saja, perkataan Radit tadi, membuat Nadia susah payah mengendalikan diri, agar tak melulu melirik Radit.

Perkataan Radit masih terngiang di telinganya, bahwa selepas isya, yang artinya tidak sampai sejam lagi, mereka akan melanjutkan adegan mendebarkan tadi.

Radit terlihat sumringah sekali malam ini.

Entah karena dia memang begitu, atau ada faktor lain yang membuatnya begitu bahagia. Tanpa sadar ekor mata Nadia sibuk memperhatikan Radit, hingga ...

Suami KontrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang