-SALMA-

20 2 0
                                    

Lagi, Salma harus merintih setelah cairan itu kembali disuntikkan ke dalam tubuhnya.
Entah sudah berapa kilo bobot tubuhnya yang terkikis semenjak ia divonis kanker tulang stadium 2. Wajar jika ia hampir menangis saat ujung jarum menyentuh tulang lengannya.

"Kau akan sembuh jika kau rutin kemoterapi"

Salma menganggukkan kepalanya.
Rasanya ia sudah hafal dialog dokter yang menanganinya selama hampir empat bulan terakhir.

Salma membetulkan kembali jilbab hitamnya. Dan mengikat tali cadar yang tadi sempat ia lepas.
"Mi..."
Ibunya paham. Rupanya lengan putrinya masih sakit karena jarum tadi. Ia pun membantu mengikat tali cadar putrinya.

"Bu...Sebaiknya Salma dirawat di rumah sakit untuk mempermudah pengobatannya. Pengobatan rawat jalan tidak terlalu efektif untuk penyakit kanker yang Salma derita" Kata dokter wanita itu coba menyarankan.

#########

Salma sudah kehilangan kantuknya sejak pukul dua pagi tadi.
Di sepertiga malam terakhir, disetiap sujudnya, sajadahnya basah karena air matanya yang tumpah.

"Ya Allah.. maafkan Salma yang selalu membuat ummi dan abi meneteskan air mata mereka. Janganlah Kau golongkan hamba termasuk anak yang durhaka. Sungguh ya Allah, mereka adalah orangtua yang baik. Limpahkanlah kesabaran pada mereka. Penuhilah hati mereka dengan cinta-Mu. Ganjarlah pengorbanan mereka dengan surga-Mu. Dan berilah kesabaran untuk hamba. Dengan segala pertolongan dari-Mu ya Allah, hamba berserah diri"

Kurang lebih seperti itulah doa yang Salma gemakan setiap malamnya.

###########

Hujan kembali mengguyur dengan cukup deras. Beruntung dua orang pria ini telah kembali dari masjid setelah sholat isya.

"De, abang mau ngomong"
Ucap Hamzah kakak lelaki Salma saat mendapati adiknya di ruang tengah dengan buku kesukaannya.
Salma menutup bukunya dan memfokuskan diri mendengarkan abangnya.
"Abang ada teman yang pengin kenal sama kamu. In syaa Allah agamanya baik, orangnya juga baik. Bagaimana?"

Salma paham.
Tapi ia memilih diam. Terlalu banyak yang ia pikirkan untuk menjawabnya.

"Abang udah bilang sama abi, sama ummi juga. Kalau kamu nda keberatan, In syaa Allah lusa dia kesini."

Salma mengangguk pelan.

.
.
.

Tepat setelah bada Ashar, pria muda seumuran Hamzah turun dari mobil beserta dua orang lainnya. Sepertinya mereka adalah orangtua pria itu.
Salma menutup kembali pintu kamarnya, setelah keluarga asing itu memasuki ruang tamu rumahnya.
Mereka berbincang cukup lama sekedar untuk mengakrabkan diri.

Karena waktu yang semakin berlalu, pria itupun mengungkapkan niatnya.
"Pak Ali dan keluarga, saya Yusuf berniat untuk melamar putri bapak, Salma in Syaa Allah. Jika lamaran diterima, kami ingin pernikahan segera dilaksanakan" ucap Yusuf dengan tegas. Menandakan keseriusan padanya.

"Masyaa Allah.. kalian bahkan belum pernah mengenal kami sebelumnya. Kau pun belum melihat rupa putriku. Apa yang membuat niatmu begitu besar untuk melamarnya ?" Tanya ayah Salma.

"Allah mengenal anda, Allah pun telah melihat putri anda. Cukuplah bagi saya menyertakan Allah sebagai alasan." Jawabnya tegas.

Kedua orangtua Salma hanya tersenyum.

"panggil Salma" bisik pak Ali pada istrinya.

Ibu Salma lantas beranjak dari duduknya dan kembali dengan seorang gadis berjalan dibelakangnya.

Kedua orangtua Yusuf memperhatikan gadis yang tertunduk itu.
Kain pada wajahnya seakan tak cukup untuk menutupi rasa malu yang dimiliki Salma sehingga ia tak berani menatap apapun kecuali lantai rumahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang