Bagian 4.

62 13 12
                                    

Agam gelisah menanti notifikasi dari Sheina yang belum muncul. Biasanya jam segini cewek itu sudah heboh membuat hp Agam ramai dengan bunyi notifikasi.

"Apa gak masuk sekolah? " Agam bertanya pada dirinya sendiri, mengenai Sheina yang tidak memberi kabar apapun.

"Belum berangkat sekolah juga, "

Laki-laki itu sudah, tak mampu menahan kesabaran maka dari itu Agam bergegas menuju rumah Sheina.

"Gerbangnya gak dikunci, " gumamnya ketika gerbang rumah Sheina berhasil dibuka. Berarti Sheina ada didalam.

Didepan pintu besar berwarna putih bersih dengan kenop coklat mengkilap. Agam mengetuknya, dan seperti biasa. Cowok itu tahu kalau pintu itu tidak dikunci.

"Sheina! "

Hening. Tidak biasanya seperti ini.
Juminten sepertinya masih dipasar dan telat untuk sampai rumah.

Satu-satunya tujuan Agam saat ini adalah kamar Sheina, ia melangkah menaiki tangga menuju kamar gadis itu.

Tok.. Tok...

"Shei, kamu didalam? "

Tak ada jawaban.

"Sheina! Kita hampir terlambat. Aku gak mau main-main kali ini, "

Masih sama hanya keheningan yang menjawab pertanyaan Agam, hingga akhirnya jari jemari laki-laki itu membuka kenop pintu, dan-berhasil terbuka.

Disana ada Sheina yang terbungkus selimut tebal. Melihatnya membuat Agam kesal setengah mati, decakan demi decakan keluar dari bibirnya.

"Shei! Bangun! Aku nunggu dari tadi, kita hampir telat dan kamu belum mandi?! Jangan bikin aku marah pagi-pagi! "

Agam menyentak kasar selimut Sheina, dan respon dari Sheina hanyalah gerakan meringkuk seperti orang yang kedinginan.

Melihat gerakan lemah gadis itu, Agam mendekat dan duduk ditepi kasur.

"Hey, ayo bangun! Kalo telat kita bisa kena hukuman loh, "

"Kamu berangkat aja, Gam. " suara serak dan lemah membuat Agam mengernyit.

"Aku tungguin, kalau kamu mau mandi. Jangan males dong, katanya mau jadi profesor, masa males sekolah. "

Agam melirik jam dinding dikamar Sheina. Masih ada waktu setengah jam.

Sheina harus dimarahi dulu baru dia akan bangun.

"Cepetan! "

Agam membalik paksa tubuh kurus Sheina, membuat gadis itu refleks memegang kepalanya.

"Aku marah kalau kamu gak bangun juga! "

Rasa pening disertai nafas panas membuat Sheina ingin menangis, ditambah lagi Agam yang dari tadi membentaknya tanpa tahu kondisinya saat ini.

"Aku gak sekolah, Gam. " ujarnya lemah.

"Kamu dari tadi maksa terus, " lirihnya kali ini diiringi air mata yang menetes.

Melihat pemandangan itu Agam sedikit terkejut. Apakah dia sudah keterlaluan tadi.

"Yaudah aku minta maaf, sekarang kamu mandi ya? " tangan Agam bergerak merapihkan rambut Sheina yang sedikit menutupi wajah cantiknya. Dan detik itu juga Agam langsung menarik tangannya yang terkejut dengan suhu panas berasal dari pipi gadis itu, ia lalu menatap Sheina yang masih terisak.

"Badan kamu panas! Kamu sakit? "

Sheina masih menangis tanpa perlu menjawab seharusnya Agam peka terhadapnya.

Simpul Mati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang