"Selamat datang. Apa yang ingin kau pesan?"
Kau tidak menjawab hingga Aoi menepuk bahumu, menoleh, bersamaan dengan bersin yang keluar dari mulutmu. Bersyukurlah, karena dirimu menggunakan masker sehingga pemuda pirang pucat itu tidak terkena liurmu.
Kau memiringkan kepalamu, menatap Aoi dengan tatapan tanya. "Kenapa, Aoi-kun―uhuk!"
Tatapan khawatir dilayangkan Aoi padamu. Dirinya terlalu panik jika mendapati kau yang keluar dengan keadaan sakit begini. Terlebih lagi, hidungmu memerah, matamu sayu, bersin dan juga batuk yang tidak sampai 5 menit akan terdengar di telinganya.
Mana mungkin dirinya tega membiarkanmu datang ke cafe tempat ia bekerja? Aoi merasa sangat bersalah.
"Pulanglah dan beristirahatlah, [Name]-chan. Aku takut sakitmu tambah parah jika dibiarkan diluar terus," ajak Aoi.
Dahimu mengerut tak suka. Bukan karena Aoi yang menyuruhmu untuk pulang―mengusir secara tidak langsung―tapi karena perhatian berlebihan yang diberikan Aoi padamu.
Gelengan pelan kau berikan sebagai respon. Kau menggembungkan pipimu kekanakan, sebagai tanda tak setuju.
"Tidak usah khawatir, Aoi-kun. Aku baik-baik saja, lagipula sudah terlanjur aku disini."
Mendengar perkataanmu, Aoi mendesah pelan, tidak suka. Ia mengacak suraimu lalu mengajakmu ke tempat dimana hanya para staff yang boleh memasukinya. Toh, staff yang lain juga sudah mengenalimu jadi tidak masalah.
Kau duduk di tempat yang biasa kalian tempati untuk berbincang-bincang, irismu memperhatikan staff lain yang sedang bekerja dengan giat.
"Oh! [Name]-san! Bagaimana kabarmu?" tanya Kakeru, salah satu butler bersurai kuning yang juga bekerja disana, kouhai dari Aoi.
Kau tersenyum, walau tentu tidak bisa dilihat karena kau memakai masker. "Baik kok, sangat baik―uhuk."
Kau kembali batuk, membuat tepukan pelan mendarat lagi di punggungmu, menepuk-nepuk agar membuatmu semakin baik.
"Ah, Kakeru, bisa ambilkan air hangat?" pinta Aoi dengan senyum tidak enak karena mulai merepotkan kouhai-nya itu.
Kakeru mengerjapkan matanya kemudian mengangguk cepat dan mengambilkan air hangat sesuai perintah dari senpai-nya itu. Setelah mengambilnya, Kakeru memberikannya kepada Aoi.
Aoi pun memberikan air tersebut pada dirimu, lalu kau membuka maskermu dan meminumnya dengan pelan.
Setelah merasa agak reda, kau pun memberikan gelasmu kepada Aoi.
"Sudah kubilang, seharusnya kau pulang saja. Bagaimana kalau tambah parah, hm?" Aoi menatapmu khawatir.
Kau memutar irismu, sedikit jengah. "Tidak perlu khawatir berlebihan seperti itu, Aoi-kun. Kau tidak bekerja? Aku baik-baik saja di bagian staff only ini―padahal tadinya mau pesan cake."
Aoi menggelengkan kepalanya, helaan nafas pasrah keluar dari mulutnya sekali lagi. Mengurusi dirimu memanglah sangat susah, apalagi dengan sifat yang keras kepala itu.
"Kalau aku bekerja justru akan membuat kacau karena khawatir padamu, [Name]-chan," tutur Aoi.
"Hee..."
Kau mengalihkan tatapanmu, sedikit menggerutu, "kalau aku pulang pun tidak ada yang menemaniku, semua orang lagi keluar minggu ini―"
"―apa? Kau sendirian di rumah makanya pergi ke tempat kerjaku?" tanya Aoi memastikan gerutuan pelan yang ia dengar.
"E-eh, iya."
Aoi menepuk dahinya sembari membatin, dasar anak ini...
"Ya sudah, aku akan izin kerja dulu." Aoi berdiri, berniat untuk beranjak dari tempat dan meminta izin kepada Hajime.
"Lho? Tidak merepotkan, 'kah?"
"Merepotkan darimana kalau soal tetanggaku yang sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri," balas Aoi sambil tertawa pelan dengan rona merah yang menjalar di pipinya―tentunya kau tidak menyadarinya.
Memang hanya perasaanmu atau saat ia mengatakan hal itu tersirat nada gugup di baliknya. Namun kau berusaha mengabaikan hal tersebut dan lebih memilih untuk memainkan kedua kakimu, mengayunnya sembari menunggu Aoi yang tengah meminta izin.
Yah, dilihat-lihat Aoi memang suka khawatir jika menyangkut dirimu sejak kecil dibandingkan Arata. Tapi tetap saja, agak risih jika sudah berlebihan.
"[Name]-chan, ayo. Hajime-san sudah memberikanku izin untuk merawatmu, haha."
Aoi kembali beberapa menit kemudian, dengan membawa sebuah minuman di tangannya dan juga dengan pakaian casual―bukan pakaian butler lagi.
Kau pun ikut berdiri, tatapanmu terfokus pada minuman dengan warna yang agak tuaan itu. Kau mendelik, menatap tidak suka minuman tersebut.
"Uhuk! uhuk―minuman apa itu?" tanyamu dengan nada tak bersahabat.
Aoi mengerjapkan matanya lalu mengangkat minuman tersebut dengan wajah senang, "ah―ini? Hajime-san memberikan teh ini padaku, katanya baik untuk orang flu. Teh kunyit, kalau tidak salah namanya tadi."
Aura tidak bersahabat terasa jelas menguar dari tubuhmu. Oh, kau tidak suka dengan teh apalagi dengan teh yang menurutmu namanya aneh itu.
Melihat reaksimu, Aoi tersenyum manis―sangat manis.
"Kau mau sembuh 'kan? Kalau begitu, dengarkan aku untuk minum ini dan beristirahat di rumah."
Seram, sangat seram.
Untuk yang kesekian kalinya kau tidak ingin melihat Aoi dalam mode seperti itu lagi. Anggukan cepat kau berikan padanya, berharap bahwa mode tersebut akan segera hilang.
"Baguslah, ayo pulang bersama."
Ia tertawa lalu menggandeng tanganmu, mengajakmu untuk pulang. Dalam perjalanan, kau menggerutu dalam hati akan sakitmu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tsukino Cafe! [✓]
Fanfiction"Irrashaimase ojou-sama, apa yang ingin kau pesan hari ini?" Apa jadinya, kalau misalnya karakter Tsukiuta bekerja di cafe dan bukan sebagai idol? Ingin memesan sebuah menu di cafe tersebut―atau hanya melihat mereka? Masing-masing akan disajikan dal...