Two

1.6K 276 22
                                    

Roda kehidupan terus berputar. Kadang menyisakan bekas jejakannya, kadang juga jejaknya hilang ditiup oleh angin. Tidak ada yang bisa memastikan kapan tepatnya sebuah sisi roda berada di atas atau di bawah.

Seperti gundukan debu yang habis tersapu siraman air hujan selama satu menit, Hyori sudah melupakan perasaan takutnya. Hanya butuh waktu singkat untuk Hyori melupakan kalau ia pernah merasa sangat tidak ingin Jeon Jungkook tahu tentang perasaannya.

Sore itu, seusai hujan mengguyur Kota Seoul, Hyori pulang ke rumah dengan wajah yang kembali berseri. Rambut panjang sebahunya kembali berkibar tertiup angin dingin. Wajahnya terlihat kemerahan dan sesekali bibirnya yang mungil menyenandungkan siulan riang yang nadanya selaras dengan keindahan kicauan burung di sore itu.

Sepasang mata itu kembali tersenyum melihat siluet Hyori mendekat dan berlari kecil melintasi halaman depan rumah keluarga Park. Betapa ia sangat merindukan pesona wajah riang dan kibaran rambut panjang sebahunya yang belakangan tak pernah lagi muncul.

"Hyori pulang!" teriaknya seperti menggetarkan partikel-partikel rumah yang membeku kedinginan seusai hujan.

Cepat Taehyung menyembunyikan bungkusan itu di belakang tubuhnya sebelum Hyori masuk ke kamar Jimin. Ia yakin Hyori pasti akan ke sana.

Selang beberapa menit debaman suara langkah kaki terdengar semakin dekat dan pada akhirnya pintu kamar Jimin itu terbuka. Hyori muncul dengan senyum riang, apalagi saat melihat Taehyung ada di sana.

"Jimin Oppa ke mana?"

"Membeli beberapa makanan ringan sebentar," jawab Taehyung sambil sesekali melirik buku yang sedang pura-pura dibacanya dan wajah Hyori bergantian.

"Oppa, dia memuji keik buatanku di kelas tata boga!" serunya tiba-tiba sambil menghambur ke arah Taehyung. Gelagapan Taehyung berusaha agar bungkusan di belakang tubuhnya tidak ketahuan atau terlihat oleh Hyori sebelum saatnya.

"Benarkah?" tanya Taehyung berusaha untuk antusias, tetapi entah kenapa nada bicaranya terdengar amat getir.

"Saat keikku matang, tiba-tiba ia ada di sebelahku. Tanpa banyak bicara ia menunjuk-nunjuk ke arah keik yang kubuat lalu aku berinisiatif memberinya sepotong. Dia bilang, keik buatanku sangat enak. Ia menyukainya!" Hyori sedikit histeris saat mengucapkan frasa terakhir.

"Syukurlah."

"Dan itu adalah hadiah ulang tahun terindah yang pernah kudapatkan seumur hidupku. Rasanya aku tidak butuh hadiah apa pun tahun ini." Tatapan Hyori menerawang ke langit-langit kamar Jimin sambil tersenyum.

Taehyung menghela napas berat. Diam-diam---tanpa sepengetahuan Hyori---ia memasukkan kembali bungkusan yang akan ia berikan pada gadis itu ke dalam tasnya. Hyori tidak membutuhkan hadiah lagi dari siapa pun. Jeon Jungkook bersama pujian yang terlontar dari mulutnya tentu saja jauh lebih berharga ketimbang sebuah boneka dengan kepala berbentuk hati, berbaju biru bintil kuning yang akan ia berikan pada Hyori itu.

"Selamat ulang tahun," lirih Taehyung.

"Terima kasih, Oppa." Hyori menyodorkan telapak tangannya ke arah Taehyung. "Mana hadiah untukku?"

"Tidak ada." Taehyung segera kembali berpura-pura membaca buku yang sedang dipegangnya.

"Bisa-bisanya Oppa tidak menyiapkan hadiah apa pun untukku hari ini," sungut Hyori kesal hingga ia menggembungkan pipinya. Taehyung sangat menyukai ekspresi itu. Matanya tak berkedip menatap Hyori.

"Jangan hanya menatapku!" Hyori kembali protes.

"Baiklah, kau boleh minta apa pun sebagai ganti karena aku tak menyiapkan hadiah untukmu," Taehyung mengalah.

[END] LatenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang