Story

154 29 13
                                    

Apa yang ada dibenak kalian jika mendengar sebuah kata “simpanan?” perusak hubungan orang ya? Benar. Itu aku. Disimpan. Agar tidak dipandang rusak katanya. -Bae Jinyoung-

......................................................................



Hiruk pikuk pagi itu terlihat di sebuah perusahaan perbankan yang berdiri di distrik area kota Seoul. Wilayah itu selalu sibuk dan tak pernah tidur bahkan saat malam. Mulai dari mall, rumah makan khas yang berjajar disepanjang jalan dan pedagang kaki lima dan bangunan-bangunan perkantoran di sana tak pernah sepi darikegiatan, termasuk sebuah bangunan pencakar langit dengan nama Bank of Seoul. Bank besar yang tak pernah sepi dari aktivitas.

“Jinyoung, tuan Lai mencarimu!” Jihoon mengabarkan sambil memiringkan wajahnya agar Jinyoung bisa melihat raut nestapa Jihoon dibalik tumpukkan map yang dibawanya keluar dari ruangan tuan Lai.

“Fuck!” Jinyong mengumpat tanpa suara lalu melihat pada pintu kaca ruang kerja tuan Lai dengan kesal.

“Cepatlah kesana sebelum semua orang menyalahkanmu karena tuan Lai merusak hari bahagia banyak orang,” ujar Jihoon setelah menaruh tumpukan mapnya di meja kerjanya.

“Lalu bagaimana denganku? Siapa yang harus aku salahkan sejak berurusan dengannya aku bhakan tidak memiliki hari bahagia,” omel Jinyoung sambil beranjak berdiri.

Jihoon terkekeh mendengar temannya itu terus marah-marah.

Jinyoung berjalan sambil menghentakkan kakinya. Terdengar juga dia membuka pintu Bosnya dengan kasar.

Laki-laki yang duduk di meja kebesarannya dengan tbuh menghadap ke jendela kantor yang menampilkan seisi kota itu tersentak seketika dan melihat kearah pintu yang dibuka dengan kasar.

“Ckckck... Jinyoung” lelaki itu bedecak

“Apa yang harus aku lakukan?” Jinyoung bertanya datar sambil medudukan dirinya di kursi

“Apa kamu sedang tidak fokus beberapa hari ini? Kenapa semua laporan yang masuk selalu ada yang  salah bahkan setelah kamu merevisinya berkali-kali?” tanya tuan Lai sambil menautkan kedua tangannya dan menatap intens.

“Bukankah aku sudah mengatakan aku ingin resign pak!” Jawab Jinyoung mantap.

Jinyoung cukup berani mengatakan itu karena dia tau Bosnya jenis manusia absurd dengan kadar kejeniusan melebihi batas.

“Ck. Main resign resign aja. Jaman sekarang cari kerja tuh susah,” komentar tuan Lai sambil beranjak berjalan ke arah Jinyoung.

Jinyoung mnggeser tubuhnya was-was. “Apasih, saya cuma mau jalan kesitu ambil air minum,” ujar Guanlin nampak salah tingkah  lalu menunjuk galon minuman mineral.

Jinyoung tidak mau langsung percaya, mata elangnya masih mengawasi gerak-gerik bosnya itu.

“Ini loh saya ambil minum,” Guanlin masih coba meyakinkan Jinyoung sambil menunjukan gelasnya. Lalu ia berjalan lagi kearah Jinyoung. “Mau kue?”

“Tidak. Berat badanku sudah naik. Aku tak mau pacarku protes karena aku semakin gemuk,” jawab Jinyoung datar.

Tiba-tiba Guanlin megunci Jinyoung dengan kedua tangan yang bertopang pada pegangan kursi. Wajah Gualin persis ada di depan Jinyoung membuat Jinyoung menhan nafasnya.

Guanlin yang sudah menggigit wafer di bibirnya mendekatkan wafer itu pada jinyoung untuk meminta Jinyoung ambil andil menikmati wafer itu. Alis Guanlin dimainkan naik turun seolah menantang Jinyoung.

Jinyoung yang merasa tak memilki plihan akhirnya ikut menggigit wafer itu dari ujung. Guanlin tersenyum lebar atas kemenangannya karena akhirnya jinyoung ikut dala permainannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SIMPANAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang