1|First

8 1 1
                                    

'Lebih baik mati dengan sejuta warna yang kau pandang, daripada hidup dengan putih harunya warna'

Malam ini aku berencana menghirup udara segar untuk pertama kalinya setelah keluar dari rumah sakit yang didominasi warna putih itu. Bosan rasanya melihat dinding-dinding putih dengan aroma obat dan antiseptik yang sangat menyengat.

Aku ingat pertama kali aku masuk ke rumah sakit saat aku berusia 5 tahun karena kekurangan cairan tubuh, seperti kata dokter aku dehidrasi karna terlalu banyak bermain.

Hani menjejalkan kakinya menuju ruang tanpa batas ciptaan yang maha kuasa. Ia mengirup udara yang selama ini ia idam-idamkan. Ia duduk disalah satu bangku taman rumah sakit sambil menyesap kopi yang baru saja dibelinya di kantin RS.

"Kau sudah sehat?"

Pertanyaan itu membuat Hani antusias berdiri. Ia menuntun wanita paruh baya itu duduk di sampinya.

Hani menganggukkan kepalanya antusias untuk jawabannya.

"Kau bahagia?"

Hani mengangguk sekali lagi.

"Jangan murung seperti itu bi, aku yakin bibi akan sehat. Aku akan sering bermain ke sini untuk menemani bibi." Hani memegang tangan bibi Han si wanita paruh baya yang sedari tadi duduk di samping Hani.

Ia mengangguk dan memeluk Hani, akan sulit melepas Hani yang biasanya selalu berbincang dengannya.

"Bagaimana dengan penyakit bibi?" Raut wajah Hani mulai serius.

"Dokter bilang bibi bisa pulang setelah beberapa kali check up lagi." Bibi Han memasang wajah yang sedih. Rasanya sama tersiksanya berada ditempat yang dimana kau tak bisa melakukan apapun sesukamu.

Kau takkan bisa memakan makanan yang kau inginkan, memakan eskrim dengan berbagai rasa, dan meminum air soda. Mereka pasti melarangnya dan selalu dikaitkan dengan penyakit yang kau derita. Mereka licik sekali begitulah setiap hari rintihan sesak dari hati Hani selama di rumah sakit ini.

"Ayo kembali kekamar, sepertinya akan jadi semakin dingin."

Mereka berjalan beriringan dengan pikiran masing-masing tapi masih menyatukan jari jemari mereka bersama.

"Eomma!!"

Hani sedikit terkejut ketika suara itu menusuk telinga saat pertama kali mereka akan membuka pintu kamar rawat milik bibi Han.

Disana ada seorang pemuda yang kentara sekali wajah panik dan marahnya. Hani sedikit ciut tetapi sungguh dia tak melakukan kejahatan apapun.

Mata tajam milik pria itu masih meneliti keseluruhan objek yang ada didepannya, itu Hani. Ia berpikir siapa yang berani membawa ibunya pergi pada malam hari.

"Siapa kau?" Ia bertanya kepada Hani dan gadis yang ditanya juga masih terdiam.

"Sudah berapa kali kalian membuatku kalang kabut seperti ini. Eomma tau? Perawat disini langsung menghubungiku jika Eomma tak ada dikamar."

"Jangan kasar padanya Yoongi-ya dia hanya menemani Eomma."

Bibi Han tersenyum kepada Hani, Hani pamit tanpa menyerukan satu katapun didepan putra Bibi itu. Wajahnya sangat menakutkan apalagi ditambah dengan kulit putih pucat yang ia derita, maksudku ia punya.

Hani melupakan letak kopinya tadi ditaman, lalu ia tertawa. Lebih tepatnya menertawakan dirinya yang selalu tidak berkutik dihadapan pria pucat bernama Yoongi itu.

Choice
By: Dhetrn

CHOICES | BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang