5. The Truth Untold

835 136 44
                                    

Semoga masih ada yang nungguin lanjutan book ini ya.-.

Wajah Rian menyiratkan rasa bersalah pagi ini karena ia tidak  dapat membuatkan bekal makan siang untuk Fajar. 

Fajar hanya mengangguk singkat dan berusaha untuk menyembunyikan rasa kecewanya. 

Karena sekali lagi, ia bukan siapa-siapa bagi Rian.

****

Fajar tiba di kantor tepat pukul 08.00 dan langsung disambut dengan senyuman lebar khas Ihsan. Ihsan mengangkat kepalanya untuk sekedar mengintip Fajar dari balik cubicle nya.

"Kusut banget muka lu Jar, putus ya sama pacar lu?"

"Diem san."

Ihsan tertawa singkat kemudian menarik kursinya untuk duduk di samping Fajar. 

"Elah Jar, cuma pacar. Masih banyak kali ikan di lautan. Bicara soal ikan nih ya, lu harus banget liat staff baru di kantor kita. Dia manis banget Jar. Semua orang pada nempelin dia dari kemaren."

Fajar mengalihkan atensinya pada Ihsan. "Staff baru? Emang ada staff yang resign?"

"Iya. Pak Rian."

Kedua bola mata Fajar membelalak mendengar perkataan Ihsan, dan Ihsan nampak terkejut dengan reaksi yang Fajar berikan. "...Rian?"

"Eung.. Jar? lu gapapa kan? Kaget banget keliatannya. Santai aja kali, lu aja yang kurang sosialisasi. Kalo gasalah dia udah ngasih surat pengunduran diri dari minggu lalu."

Minggu lalu.

"Sial," Fajar mengusap wajahnya kasar. "Sial."

"Lu kenapa sih? Dia punya utang sama lu?"

"Gua balik ke rumah ya san," Fajar bergegas mengambil kunci mobil diatas meja kerjanya dan segera melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, ㅡsebelum lengannya ditahan oleh Ihsanㅡ "Kaga bisa Jar, laporan pak Marcus harus lu kirim hari ini." 

"Gue lagi sakit kepala san, gue janji bakal traktir lu makan sushi sepuas hati lu. Gue cabut ya." 

Ihsan baru saja ingin melontarkan argumen lain namun punggung Fajar sudah hilang dari pandangannya. "Anjirlah itu anak. Untung temen."  

Fajar rasa ia tidak akan bisa hidup jika Rian benar-benar meninggalkan dirinya. Ia tidak peduli apabila Ihsan akan menguburnya hidup-hidup esok hari, karena hal yang paling penting sekarang adalah Rian. Rasa marah mulai muncul kembali dalam benak Fajar karena Rian telah berbohong padanyaㅡ

Ya Tuhan, Rian bahkan tidak memiliki kewajiban untuk mengatakan apapun padamu, Fajar. Tolong sadar. 

Fajar menggeram marah karena ia berharap bahwa Rian tidak akan pernah meninggalkan dirinya. Hanya itu yang Fajar inginkan. Hanya itu. 

Fajar dapat sampai ke apartemennya hanya dalam waktu lima belas menit perjalanan dan hampir saja merusak pintu masuk apartemennya. Ia mengatur nafasnya yang tak beraturan dan menemukan Rian yang menatapnya dengan pandangan terkejut.

"FaㅡFajar?"

Fajar melambaikan tangan kanannya canggung, "Hi."

Rian mengerjapkan matanya kebingungan. "Hi..? Fajar ketinggalan sesuatu..?"

"Sayaㅡnggak. Saya cuma khawatir siapa tahu kamu butuh tumpangan ke kantor."

"Oh. Ngga apa," Jawab Rian pelan. "Saya bisa naik MRT. Fajar beneran ngga apa-apa?"

Fajar mengangguk canggung. Semua pertanyaan yang akan ia tanyakan pada Rian menguap entah kemana. Hanya ada kesunyian diantara mereka saat ini.

"Fajar..?"

Perfect✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang