Taken by Him (End)

36.6K 1.4K 30
                                    

Rasanya aku baru pertama kalinya bertemu dengan laki-laki itu seminggu yang lalu, tapi aku sudah berganti status menjadi istrinya untuk pertemuan kedua saat ini.

Beberapa menit yang lalu laki-laki itu, yang kini menatapku dengan mata berbinar setiap iringan langkah kakiku baru selesai melakukan ijab qabul bersama bapak yang kini menatapku dengan senyum bahagianya. Sementara di sebelahku, ibu mengiringi langkahku dengan wajah terharu.

Aku mendekat kepada Samudera Raksa Baskoro, suamiku yang kini menatapku dengan senyum lebarnya. Aku tersenyum, mengambil tangan kanannya dan mengecup dengan khidmat. Setelahnya dia mencium keningku lama sebelum akhirnya dia melepaskannya ketika mendapat godaan dari tamu undangan.

Aku memang pertama bertemu dengannya seminggu yang lalu. Itu terjadi ketika kedua orang tuaku yang tiba-tiba menyuruhku pulang. Lalu yang ku dapati ketika sampai dirumah adalah pertemuan keluarga untuk membahas kesiapan pernikahan. Bahkan aku tidak sadar bahwa cincin yang aku kenakan sejak beberapa bulan lalu bukan berasal dari ibu melainkan dari laki-laki yang sudah menjadi suamiku.

Tapi aku tak tau kenapa ketika bertatap mata dengannya saat itu, aku merasakan getaran asing. Perasaan aneh, seakan aku mengenal dekat dirinya. Mencoba mengingat pun, aku hanya menelan kecewa karena tidak memperoleh apapun. Padahal aku sama sekali tidak mengalami lupa ingatan akibat kecelakaan atau lainnya.

Setelah akad nikah yang dilakukan di mesjid pada pagi hari, resepsi langsung dilakukan di aula sebuah hotel pada hari yang sama. Rencana awalnya acara akad nikah dan resepsi pernikahanku akan dilakukan pada hari yang berbeda. Tapi aku menolak, karena capeknya pasti akan terasa dua kali.

"Capek?"

Aku menoleh kesamping dan menemukan wajah khawatir Mas Raksa. Aku menganggukkan kepala dengan wajah memelas.

Hari sudah malam, tamu undangan pun sudah tidak berdatangan lagi. Hanya tinggal keluarga besar kami yang masih memenuhi aula. Aku dan Mas Raksa pun akhirnya baru bisa duduk dengan nyaman.

"Aku gak nyangka tamunya banyak begitu" ucapku terkekeh.

Mas Raksa menarikku mendekatinya dan merebahkan tubuhku hingga kepalaku bersandar nyaman di dada nya. Aku dapat merasakan jantungnya yang berdetak keras seperti milikku. Meski malu-malu, tapi aku membalasnya dengan melingkarkan tanganku ke pinggang nya.

"Dasar pengantin baru, mesranya nanti di kamar aja. Kasian yang jomblo liatin pada ngiri"

Aku berdecak menatap Bang Kiki, sepupuku yang mulut nyinyir nya hampir mengalahi ibu-ibu yang sering belanja sayuran di depan kompleks. Yang ketika ada seseorang yang lewat, langsung di ditanyain. Mau kemana? Kok sendirian mulu? Gandengan buat pergi kondangan belum ada ya?

"Apaan sih bang" tegur ku dengan muka yang mungkin sudah memerah.

"Ayo, kamu pasti udah mikir yang iya-iya kan dek? Wajahnya memerah itu"

Kini giliran Bang Wahyu yang meledekku sambil menusuk pipiku dengan jari telunjuknya. Aku menjauhkan tangannya dengan segera.

Aku mendengar tawa Mas Raksa diikuti guncangan yang terasa dari tubuhnya. Aku menatap kesal kepada duo pengganggu, Bang Kiki dan Bang Wahyu.

"Putri bapak jangan diledekin terus, nanti dia ngambek. Kasian Raksa gak dapat malam pertama" kekeh bapak yang sudah berdiri didekat ku.

"iih bapak"

Aku berdiri cepat, berjalan dengan menghentakkan kaki meninggalkan para lelaki itu yang masih tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan setelahnya karena tak begitu terdengar olehku.

"Kok wajah kamu kayak kesal gitu?" tanya ibu setelah aku bergelayut di lengannya.

"Itu, para lelaki ganteng disana bikin aku malu aja bu"

Taken by Him (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang