Tawar Menawar Umur

319 12 0
                                    

Salah seorang kiai pesantren yang dikenal mempunyai keistimewaan ialah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bahkan, Gus Dur tak hanya masyhur tulisan-tulisannya, tetapi juga kuburannya yang diziarahi ribuan orang setiap hari. Nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan oleh Gus Dur membuatnya tak hanya diziarahi umat Islam, tetapi juga masyarakat dari berbagai kalangan dan agama.

Kiai Moqsith yang juga dikenal dekat dengan Gus Dur saat masih hidup menuturkan, dahulu Gus Dur ditawari umur 90 tahun oleh malaikat. "Buat apa sih umur panjang-panjang, yang sedang sajalah 69 tahun. Akhirnya benar Gus Dur wafat pada usia tersebut," ungkap Kiai Moqsith saat mengisi forum ilmiah tentang moderasi Islam di Bogor, Jawa Barat baru-baru ini.

Kisah tersebut muncul ketika Kiai Moqsith juga menjelaskan riwayat salah seorang sahabat Nabi Muhammad, Sa'ad bin Abi Waqash. Saat itu sahabat Sa'ad didatangi malaikat pada umur 42 tahun dan ingin mencabut nyawanya.

Seketika sahabat Sa'ad protes kepada malaikat, karena anak-anaknya yang masih kecil. Akhirnya, sahabat Sa'ad berdoa meminta kepada Allah dan diberikan umur panjang. Dikabulkan oleh Allah, 84 tahun baru meninggal. Kuburan sahabat Sa'ad berada di Kota Guangzhou, Tiongkok (China) dan ramai diziarahi banyak orang dari mancanegara.

Gus Dur meninggal setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Cipto Manungkusumo (RSCM) Jakarta. Baik dalam kondisi dirawat dan setelah kepergiannya, orang-orang tidak pernah berhenti mengunjungi Gus Dur.

Bahkan, padatnya pentakziah yang tidak terhitung jumlahnya dari berbagai daerah di Indonesia turut mengantar jenazah putra sulung KH Wahid Hasyim tersebut ke tempat peristirahatan terakhir di komplek makam keluarga Tebuireng, Jombang.

Tebuireng saat itu tumpah ruah penuh dengan orang-orang yang ingin menyaksikan proses dikebumikannya Gus Dur. Pesantren Tebuireng penuh dan sesak. Begitu juga jalanan utama di depan pesantren terlihat manusia berbondong-bondong ingin ikut mengantar Gus Dur.

Di luar sana, tidak hanya teman-teman Muslim yang memadati masjid, musholla, dan majelis-majelis untuk mendoakan Gus Dur, tetapi juga teman-teman dari agama Konghucu, Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha turut meramaikan rumah ibadah masing-masing untuk mendoakan Gus Dur. Bahkan, mereka memajang foto Gus Dur di altarnya masing-masing.

Kini, pemikiran, gagasasn, tulisan, dan pergerakan sang zahid Gus Dur yang di batu nisannya tertulis, Here rest a Humanist itu tidak pernah kering meneteskan dan mengguyur inspirasi bagi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara di Republik ini. Begitu juga makamnya yang hingga sekarang terus ramai diziarahi.

KH Husein Muhammad Cirebon dalam buku karyanya Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus(2015) mengungkapkan persamaan kondisi wafatnya Gus Dur dengan kepergian salah seorang penyair sufi masyhur, Maulana Jalaluddin Rumi dari Konya, Turki.

Kepulangan Rumi ke Rahmatullah dihadiri beribu-ribu orang yang mengagumi dan mencintainya. Saat itu, di antara mereka yang berduka ialah para pemimpin, tokoh-tokoh penganut Yahudi, Kristen berikut sekte-sektenya, segala madzhab-madzhab pemikiran, serta rakyat jelata yang datang dari pelosok-pelosok dan sudut-sudut bumi yang jauh.

Petuah GusdurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang