'Back To Kampus'
Reno JanuartaPOV RenoSetelah merasa cukup, untuk mengenang tentang Yunita. Aku kembali ke kampus. Si Black melaju dengan kecepatan sedang melewati beberapa para pengendara yang lelet pagi ini. Suasana baru, hidup yang baru, sangat menyenangkan bagiku. Sedikit ketidaksabaran untuk bertemu dengan teman-temanku, yang telah ku anggap sahabat saat tiba di kampus nanti.Melewati gerbang kampus, aku mengendarai motorku secara pelan. Takut jika menyenggolpara pengendara mobil, bisa runyam nantinya. Apalagi, aku belum bisa membedakan mana antek-antek 4 Devils, danjuga mana mobil para pentolan 4 Devils. Karena, kampus ini adalah kampus para orang-orang kaya di negeri ini. Jadi hampir jenis mobil yang ada disini, sama semua.Aku tentunya gak akan salah lagi untuk memarkir motor, maka ku arahkan menuju keparkiran fakultas Ekonomi.Saat tiba, Adit ku lihat sedang berjalan menenteng tas keluar dari parkiran mobil. Ku percepat langkahku mengejar langkah Adit.“Dit!” kataku menyebut namanya.Adit menoleh. “Wahhhh... akhirnya masuk juga loe Ren!”“Hehe, sorry... selama tiga hari, ada urusan keluarga.”“Again! Banyak bener urusan keluarga loe? Hehehe.” Aku menggidikkan bahu, yang jelas kalo sudah melihat sikapku seperti ini, maka Adit tak akan lagi melanjutkan pertanyaannya.“Yuk!” ajak Adit.“Ok!” balasku. Maka kami berdua berjalan bersama masuk ke dalam gedung fakultas.Saat tiba di kelas, tampak beberapa bangku sedang kosong. Adit menoleh, dan mengernyit. “Tumben jam segini masih kosong.”“Entahlah!” gumamku, kedua bahu ku gerakkan di hadapan Adit.Adit lalu mendekati salah satu teman cewek sekelas kami, yang sangat jarang berkumpul dengan yang lain. “Anak-anak pada kemana?”tanya Adit.“Ohhh, hari ini... Dosennya lagi berhalangan Dit.”“Oh pantas.”“Kenapa?” Aku mendekati mereka, dan bertanya ke Adit.“Gak ada dosen... Bentar, gue nelfon si Eko dulu.” Balas Adit, dan aku hanya menganggukkan kepala.Setelah Adit menelfon, ia mengembalikan ponselnya ke saku celana. “Mereka di kantin.”Kata Adit selanjutnya.“Ohh!”“Mau ke sana?”“Boleh.” Jawabku.“Yah sudah, Aisyah... gue tinggal dulu yah.” Adit berpamitan ke kawanku yang terkenal cukup pendiam. Memakai hijab, dan ia hanya mengangguk sambil melempar senyum kepada Adit.“Permisi.” Aku pun, pastinya berpamitan ke dia.“Iya Reno.” Tumben! Giliranku berpamitan, diabersuara.Yah sudah! Akhirnya aku dan Adit berjalan menuju ke Kantin. Dari kejauhan, tampak kantin cukup ramai. Dan aku sempat melirik ke kiri dan kanan, berharap hari ini gak ada kejadian aneh. Apalagi, aku sedang malas untuk bertemu dengan para anggota 4 Devils.Kami tiba di kantin, dan melihat ke sudut kanan. Eko, Rizal, Cindy sedang mengobrol di sana.“Woi bro, bengong aja loe... Ato lagi kesambetnih?” Adit menepuk bahu Eko yang tampak sedang melamun tadi.“Iye, kesambet muke loe yang ancur bro.” Jawab Eko membuat mereka tertawa. Aku yang berdiri di belakang Adit, hanya tersenyum saja. “Widihhhh dah nongol loe, tumben!” lanjut Eko saat mengetahui keberadaanku.“Sorry, 3 hari... lagi ada urusan.” Jawabku ke Eko. Alasan yang sama ke Adit tadi.“Setidaknya, loe jangan matiin hp donk!” kata Eko membalasku.“Maaf!”“Its Ok Ren... yuk, duduk dulu.” Adit yang menyela, dan ku lihat Adit mengambil tempatdi samping Cindy. Sedangkan aku, duduk di sebelah Eko, berhadapan dengan Cindy.“Dari mana aje loe?” Eko berbisik, sambil memegang lututku.“Urusan keluarga Ko!” jawabku, sambil mencoba untuk tersenyum kepadanya.“Hufhh!!! Masih belum berubah juga loe.”“Hehe.”“Eh Wo...” celetuk Adit. Sontak membuat Eko dan Cindy tertawa, berbeda dengan Rizal.“Hei njir... Rizal woi, bukan Wo.” Protes Rizal ke Adit.“Hahahahahaah... udah, di sah kan aja tuh nama. Keren kok, Wo!” Eko menimpali.“Elu lagi, nambah-nambahin.” Jawab Rizal ke Eko.“Duhh... Mas Rizal, ka-kalu marah, nyeremin ih!” Semua pada melongo, kecuali aku. KetikaCindy angkat bicara. “Eh! Ke-kenapa kalian pada natap gitu, ke Cindy?”“Njir loe Cin... Hahahahahaha,” Eko tertawa terbahak-bahak.Begitu juga Adit, sambil geleng-geleng kepala. Sejujurnya aku masih bingung, apa sih yang mereka tertawain.“Jiaaahhhh nih Reno, diem aja.” Kata Rizal yang menyadari aku masih bingung.“Kenapa?”“ASYUUUUUU... RENOOOO! Hahahahahhaha.”Teriak Eko menyemprotku. Aku mengernyit.“Kalian kenapa?”“Hahahahahaha, elu tuh Ren... orang ketawa. Loe masih diem.”“Salah?” tanyaku singkat.“Mas Reno, susah yah... untuk tertawa?” kini Cindy menatapku. Aku mengernyit sesaat, kemudian melihat satu persatu ke mereka.“Apa susahnya?” jawabku. “Ketawa doank kan? Ha! Ha! Ha...”“Hahahahaha hasyemmmm... masa iya, gitu cara orang ketawa sih Ren.” Kata Eko.Aku kembali bingung dibuatnya. Kemudian kuhelakan nafasku sesaat, sambil geleng-geleng kepala tanpa merubah sikapku di hadapan mereka. Jujur, aku memang bingungapa yang mereka maksud.“Nanti, Cindy ajarin cara tertawa yah... Mas!” Lagi! Ucapan Cindy, sukses membuat ketiga kawanku terdiam dan melongo. “Eh ke-kenapa lagi sih kalian?”“Serius loe Cin?”“Kan Cindy Cuma mau ajar ke Mas Reno, habisnya... di-dia, susah amat tertawa.”“Hahahahaha, nah kan Ren... dah tau pokok masalahnya?” Tanya Adit.“Ren asal loe tau yah, bukan hanya kita-kita yang agak gimana gitu, liat sikap loe kek gini terus... Kucing ma tikus aja takut ngeliat muke loe yang datar kek gini melulu.” Eko menambah mencelaku.“Njir parah loe Ko!” kata Rizal.“Hahaha, emang bener kok!”“Belum terbiasa.” Gumamku, menghentikan tawa mereka seketika.“Sudah...sudah, kasian Reno di bully mulu ma kalian” Adit menyela, dan akhirnya Eko maupun Rizal terdiam. Namun masih sesekali tertawa kecil, sambil geleng-geleng kepala.Aku lalu tersenyum kepada mereka. Jujur, Aku terhibur, mereka sangatlah koplak! Beginilah aku, jika berada di kampus akan menjadi Reno yang berbeda.Tiba-tiba kami mendengar suara gaduh dan teriakan dari luar kantin. Ternyata beberapa antek 4 Devils yang melakukannya. Aku melirik ke Adit sesaat.“Kalian tenang, gak usah cari ribut.” Kata Aditsedikit berbisik.Aku lalu melirik ke Eko. Dimana masih ada bekas luka di wajahnya. Siapa suruh nekad bertindak sendiri. Ku lirik sedikit kebawah, dimana tampak Eko yang tiba-tiba diam, mengepalkan kedua tangannya. Menurutku, Eko masih menyimpan dendam. Namun, ia juga tak lagi ingin gegabah mencari masalah dengan para anak-anak 4 Devils. “Sabar, Ko!” kini aku yang mencoba menenangkannya.“Iya Ren... santai, gue juga gak akan bertindakbodoh lagi!” balas Eko, membuatku menghelanafas.“WOI MINGGIR LOE ORANG!” Teriak salah satu dari beberapa orang yang sudah masuk ke kantin. Dia lalu menendang dua orang pria yang sedang duduk di tempat itu. Sontak, beberapa orang langsung menghambur keluar, berbeda dengan kami.“MBA! KOPI MA ROKOKNYA DONK!” Salah satunya lagi, berteriak ke pemilik kantin.“IYA BENTAR!” Teriak ibu kantin dari dalam dapur.Kedatangan mereka, langsung membuat suasana menjadi kacau. Beberapa orang mengusir dengan kasar para orang-orang yang terlebih dahulu datang dan duduk di beberapa meja.Aku lalu menoleh ke mereka. Dan ku dengar, Adit berbisik. “Ren... Stttt! Jangan liatin mereka.” Aku pun mengernyit, lalu mengangguk namun tidak mengalihkan pandangan dari para antek 4 Devils itu. “Busyet... di bilangin jangan liat, eh malah masih lihatin.” Lanjut Adit bergumam pelan.“Ohh Sorry!” aku pun lalu mengalihkan pandangan, dan kembali menatap ke Adit.“Mas Reno, mending kita pergi aja deh!” kini Cindy yang berucap.“Mending gitu.” Kata Eko menimpali.“Iya.” Rizal pun meng-iyakan.“Ya sudah.” Kami pun akhirnya berdiri bersama-sama.Namun, tiba-tiba. “WOI... MAU KEMANA LOE PARA PECUNDANG? Degh!!! Aku terdiam. Begitupun yang lainnya.“HAHAHAHAHAHA, DIA YANG KEMARIN DI HAJAR MA BOS GERRY KAN?”“HAHAHAHA DASAR BENCONG.”Ku lirik, ke tangan Eko. Dimana masih saja, ia mengepalkan kedua tangannya.Mengetahu perubahan ekspresi Eko, Adit menyentuh lengannya. “Ko! Sabar.”“Its Ok bro.” Balas Eko.“Eh SI ANJINGGG, MALAH DIEM AJA. HAHAHAHAHAH!” Lagi! Mereka mencoba membakar amarah Eko maupun si Rizal. Kalau aku sih, gak akan mau berurusan dengan mereka. Takut, aku lepas kontrol malah yang ada, mereka yang akan tersiksa. Aku hanya butuh 5 menit, dengan tangan kosong melenyapkan nyawa para bajingan itu.“Yuk!” Adit lalu bersuara, mengingatkan kami jika sudah saatnya kami untuk pergi dari tempat ini.“Ok.” Ku balas ke Adit. Lalu, kami pun bersama-sama lanjut melangkah keluar dari kantin.Aku yang jalan paling belakang, merasa ada gerakan dari ekor mataku. Dan antara melihat ke samping dengan ekor mata, pandanganku masih fokus ke depan. Ada Cindy di depanku saat ini.Setelah kawanku melewati pintu masuk kantin. Aku, lalu menajamkan instingku sesaat. Dan benar saja, ada suatu benda yangmelayang ke arahku. Reflek, ku gerakkan tanganku sedikit ke atas. Dan juga, bersamaan menggeser tubuhku ke samping.TAP!!!Aku menagkap, gelas plastik yang barusaja di lempar oleh seseorang.“ANJISSSSHHHH... Gerakannya cepat juga.” Ku dengar celetukan salah satu dari mereka.Aku hanya menggidikkan bahu, lalu menaruh gelas itu ke atas meja. Sempat melempar pandangan kepada mereka.“UDAH BRO... Mungkin kebetulan tuh pecundang, bisa nangkap lemparan loe. Hahahahaha!” mendengar itu, aku hanya menyeringai kemudian melanjutkan langkah mengejar langkah kawanku yang tak sadar atas kejadian barusan. Sebelumnya juga, sempat ku sadari, kepala Cindy bergerak, dan agak ke posisi menyamping. Apa Cindy mengetahui kejadian tadi? Gak mungkin. Aku pun kembali bersikap biasa.Dan kini, aku berjalan di samping Cindy. Yang seperti biasa, gadis itu tetap diam. Dan sesekali memperbaiki letak kaca matanya, saat aku menoleh ke dia.~•○●○•~Besoknya...Semalam sengaja aku menginap di Hotel seperti biasanya. Awalnya, aku memang agakcuriga. Ada sesuatu, hingga Pak Edward tiba-tiba menyuruhku untuk melanjutkan kuliah. Dan benar saja, saat semalam tiba di hotel. Aku mendapat telfon dari Pak Edward.Aku mengingat apa obrolan kami, malam itu.Tanpa basa basi, Pak Edward menyampaikan sebuah informasi yang sebetulnya sudah ku curigai sejak awal. Yap! Seperti yang Joe jugasampaikan, jika statusku sebagai mahasiswa,“Termasuk, sorry to say, loe kuliah jadi mahasiswa sekalipun. That was fake life, man”. Teringat perkataan Joe malam itu, danaku pun mengiyakan dalam hati. Ada udang di balik batu. Dan ternyata, aku mendapat misi yang tidak untuk melenyapkan nyawa seseorang. Melainkan mencari tau, siapa gerbong narkotika yang selama ini bersembunyi di dalam kampus.Awalnya aku heran, kenapa misi ini tidak di berikan ke team yang lain? Namun, Pak Edward beralasan kebetulan saja, aku kuliah disana. Jadi, sembari menjalani aktivitas, sesekali mencari tau apa yang di perintahkan olehnya.Oke! Aku menyanggupinya...Dan ku sudahi percakapanku dengan Pak Edward semalam, dengan helaan nafas panjang.Hari ini, entah mengapa aku cukup semangat berada di kampus. Setelah kejadian kemarin, kami sengaja memilih untuk menghindari kantin dulu. Karena kadang masih membuat Eko emosi, jika membahas para bajingan itu.Selepas class dari dosen pertama, aku merapikan perlengkapanku. Aku tersadar saat kawananku pada beranjak dari duduknya. “Reno... Yuk” Adit memanggilku. Aku hanya mengangguk, lalu melangkah mendekatinya.“Ke taman aja, Mas Reno... Mas Adit dan ma-““Eit Eko aja Cin” Eko menyela perkataan Cindy.“Rizal aja juga... jangan pake embel-embel Mas...” timpal Rizal.Cindy hanya cemberut, kemudian kami pun bersama-sama keluar dari kelas. Sempat ku lirik, ke meja paling sudut depan sebelah kiri. Dimana, pemilik bangku itu masih saja seperti biasanya. Tak keluar dari kelas.Dan sekarang, aku bersama sahabatku, sedang nyantai di taman depan gedung fakultas. Sebuah taman, yang berada di pinggir jalan utama kampus ini. Aku yang duduknya paling berdekatan dengan jalan, sempat melirik ke samping. Ada genangan air disitu. Semoga saja, gak ada yang iseng melewati genangan air itu.Saat kami masih bersenda gurau, dari arah kejauhan sebuah mobil JEEP melaju ke arah kami. Dan tanpa berfikir jika ada orang yang sedang duduk, dan juga sesuatu yang sejak tadi ku pikirkan. Pemilik mobil Jeep tersebut, malewati genangan air itu hingga membuat air tergenang terciprat ke kami.“Bangsaaat!” Eko mengumpat. Kemudian dia berdiri menatap ke mobil tersebut.“Tenang, Ko!” Adit menahan lengannya.CIIITTTTT!!!Mobil tiba-tiba berhenti, dan aku mengernyit, ketika melihat kaca bagian depan terbuka.Sebuah lengan keluar melalui kaca mobil yang sedang terbuka. Ku sipitkan tatapanku, ke arah spion bagian kanan, dimana menampakkan sosok pengendara mobil tersebut. “Si Virghost!” gumamku mengetahui siapa pengendara itu.“FAK!” Jari tengah teracung ke arah kami, dari pemilik mobil itu.“Sabar Ko, dia si Virghost... so, mending, jangan cari masalah lagi deh ma mereka.” Kata Adit.“Iya sih Dit... tapi, Arhhhhhhhhh” Eko mengerang, lalu selanjutnya dia pun kembali duduk. Aku hanya menghela nafas, ketika para sahabatku sudah agak tenang. Memang,suasana tak akan pernah kondusif jika para 4 Devils berada di sekitaran kami. Apalagi, sempat kami telah bermasalah dengan mereka.Aku melirik ke samping, dimana terlihat Eko masih saja menahan emosinya. Dan dengan sabar, berulang kali Adit mencoba untuk menghiburya agar tak terpancing emosi.Yah seperti ini lah si Adit, dia paling dewasa di antara mereka. Sedangkan aku, hanya cukup diam saja. Dan para sahabatku pun sama sekali tak pernah permasalahkan hal itu. Mungkin mereka menebak dalam hati mereka, jika aku tak bisa apa-apa.Kalian salah besar. Justru, aku diam karena takut lepas kontrol.“Begini gaes, bukannya kita takut... But! Tujuan kita berada di kampus ini kan memang benar-benar ingin menimba ilmu. Ingin mendapat kelulusan dengan nilai yang maksimal.” Kami mengangguk, dan membenarkan yang di katakan Adit barusan. “Nah, maka dari itu... Please, jangan ada lagi yang bersikap konyol mencoba menentang mereka... Kalo emang masih ingin betah kuliah di sini.”“Tapi Dit.”“Dan loe tuh, yang paling emosian di antara kita.” Eko menghela nafas, kemudian mengangguk menatap Adit. “Sorry, kalo kata-kata gue sudah nyinggung elu.”“Santai Dit.” Kata Eko.“Dan elu Zal! Gimana hubungan loe ma si Lusi?”“Yah sesuai saran loe pada, gue ma Lusi... akhirnya backstreet aja! Dan dia juga gak masalahin itu.”“Oke Good!”“Jujur, yang gue takutkan... jika salah satu dari mereka, mencoba mengganggu Cindy.” Adit kini menatap ke satu-satunya perempuan di antara kami.“Maka, gue yang akan maju duluan.” Eko yanglangsung menjawab perkataan Adit barusan.“Tuh kan!”“Sorry Dit, kalo masalah loe nyuruh kita diam... Gue akan ikut, tapi kalo mereka sampai nyentuh Cindy... Sorry! Gue gak akan biarkan hal itu terjadi.” Kata Eko, membuat Cindy tertunduk.“Ma-maaf! Sudah buat kalian susah...” Gumam Cindy.“Gak Cin... loe yang bakal gue ma anak-anak jaga! Tenang, gue gak akan tinggal diam... kalo memang terjadi hal itu.”“Thanks Mas Eko.” Gumam Cindy.“Arhhhhh... Loe itu, gue dah bilang Eko aja.” Eko mengerang, saat Cindy baru saja berterima kasih kepadanya.“Hahahahaha... Kenapa loe malah marah kaloCindy panggil loe mas?” tanya Rizal.“Sopan amat kedengarannya.”“Kan lebih bagus, mas.” Celetuk Cindy.“Ah! Terserah loe dah Cin... di larang, gak ada gunanya juga.” Kami kembali tertawa, lalu Eko tanpa sadar sejak tadi menatap Cindy dengan ekspresi aneh.Aku sempat melirik ke Adit, dan tampak Adit menahan tawa.“Ehem!” Adit berdehem sesaat. “Sepertinya, ada yang lagi pandang-pandangan nih.”“Eh!” Eko terkejut, kemudian mengernyit memandang ke Adit.“Hahahahaha, muka loe tuh Ko! Hahahaha, mupeng banget loe ah ma Cindy.” Rizal menyela sambil tertawa terpingkal-pingkal. “Bawaan dari orok loe mah! Wajah mesum gak bisa liat‘Oge’dikit aja, langsung ileran. Hahahahahaha!”“Anjay loe Wo.”“ASYUUUUU... Stop loe panggil gue gitu ye.”“Hahahahahaha...”“Hahahahah, makanya, loe jangan bully gue mulu.” Balas Eko membuat kami semua kembali tertawa.“Lah kalo loe suka ‘Oge’ mah... semua orang dah tau kaleee.”“Sue loe Wo.”“Hahahahaha tuh kan, liat muka loe, udah mupeng banget Tuh Cin.” Kata Rizal sambil melihat ke Cindy.Aku dan Adit hanya geleng-geleng kepala melihat kekonyolan mereka. Hingga, saat Cindy benar-benar merasa malu dengan menampakkan rona di kedua pipinya, sambil buku yang ia pegang, kini menutup bagian dadanya. Akhirnya Adit menyuruh Eko dan Rizal berhenti bercanda.Adit kembali bercerita serius. Dan kami hanya menjadi pendengar setia, dan sesekali Eko menimpali. Perkataannya masih terulangke... “Jangan pernah mencari gara-gara samamereka, jika tak ingin berakhir di tengah lapangan seperti itu hari. Karena biar bagaimana pun, kita tak akan mampu melawan para penguasa di kampus ini.”Mendengar itu, Dalam hati aku hanya tertawa. Namun, aku tetap menampakkan sikap yang berbeda dari apa yang aku pikirkan. Karena, aku tak punya urusan dengan para anggota 4 Devil’s. Dan tak ingin ada urusan, lebih tepatnya sih.~•○●○•~Eko PerkosoPOV EkoUntung saja ada Adit yang menahan gue tadi, kalo tidak bedehhh! Gue pastinya bakal berantem lagi. Sejujurnya, gue sama sekali gak pernah takut sama siapapun. Meski, lawan yang gue hadapin jauh lebih menguasai bela diri.Gue gini-gini, adalah salah satu dari sekian banyak bajingan kampung. Pengalaman berantem gue, juga gak sedikit. Selalu ikut dalam perang antar kampung. Begal-begalan di jalan, saat jaman SMU juga sering gue lakuin bareng ma teman-teman di kampung.Di antara kami berlima, gue paling dekat dengan si Rizal. Maklum sama-sama berasal dari daerah yang sama. Sedangkan Adit sendiri, asalnya dari ibu kota jawa Tengah.Gue ingat kejadian saat gue berantem dengan salah satu pentolan 4 Devils, namanya Gerry. Yah meski gue kalah berantem, tapi sejujurnya ada kepuasan tersendiri yang gue rasain. Setidaknya dari sekian banyaknya orang di kampus ini, gue salah satunya yang telah berhasil menantangpara penguasa kampus itu. Ini juga gegara masalah si Rizal.Fiuhhhh!!! Kalo gue gak ingat jika ini di kampus, gue bakal bawa sajam gue euy. Biar gue cabik-cabik isi perut si Gerry. But! Gue masih ingat pesan emak di kampung, jangan lagi berbuat onar di ibu kota. Tapi, siapa yang kira, kondisi kampus gue seperti ini. Siapa yang lemah, bakal tertindas.Selain kedua sahabat gue yang tadi gue sebutin, Salah satu sahabat gue lainnya, adalah si Cindy. Satu-satunya cewek di kelompok kami. Gadis pendiam, kadang juga periang. Wajahnya juga lumayan cantik. Berkaca mata, dan selalu mengerang ketakutan ketika kami bercerita sesuatu yangmengerikan. Dan yang bikin gue selalu nyuri-nyuri pandang ke dia, itu ‘Oge’ nya loh.Alamak!!!Cupu-cupu gitu, punya oge yang menggiurkan beud! Njirr, Sadar Ko, dia sobat loe.Gue terkekeh sendiri, saat menyadari sifat buruk gue selama ini belum hilang-hilang juga.Dan sahabat gue yang terakhir, si Reno. Satu-satunya yang paling pendiam di antara kami berlima. Paling susah merubah ekspresinya. Namun kadang gue menangkap sikapnya yang agak ‘Tanda kutip’, yang agak loh yah, beda dari biasanya. Tak banyak yang bisa gue ceritakan tentang Reno, kecuali... ‘Dia misterius!’“Ada apa Ko?” Eh! Ternyata gue sejak tadi melihat ke Reno. Dan nih anak, hanya memasang ekspresi biasanya.“Hahahaha, jangan-jangan loe dah ganti orientasi nih Ko?” Ini si Anying! Kadang gak bisa jaga congornya. Dia si Rizal, yang baru saja membully gue.“Njir, gue masih suka ma awewe tau. Yah! Kayak si Cindy gitu deh.” Kata Gue sambil melirik ke Cindy. “Iya gak Cin?”“Ihhhh! Mas Eko apaan sih.” Duh Bibirnya, mana tahaaaaaaaan.“Nah kan... busyet loe Ko, sampe segitunya loe lihatin si Cindy.” Kini Adit yang berucap. Gue tersadar, lalu mengusap wajah gue sendiri.“Maklum Dit, dia lagi pen netek tuh.”“NDASMU... ASYUUUUUU.” Gue menghardik ke Rizal, namun gak serius sih. Nih si Botak malah ketawa-ketawa menjengkelkan.“Ren... loe ngomong nape.” Kini gue melihat ke Reno.“Mau ngomong apa?” Jiahh! Masih saja kek gitu, malah kini dia hanya menganggukkan kedua bahunya. Kalo dah gitu, gue ma anak-anak lainnya jadi keki sendiri.“Dah ah! Jadi keki sendiri gue, kalo ajakin loe bercanda.” Dia gak jawab. Hanya melempar senyum.“Mungkin Reno lagi sakit gigi kali Ko!” kata Adit yang sukses mengalihkan pandangan Reno dari gue, ke Adit. “Hahahahaha, nah kan.”Reno hanya geleng-geleng kepala.Cindy, gue lihat sesekali melirik ke Reno. Dan juga, sesekali melirik ke gue. Nih anak, sukanya ma siapa sih sebenarnya? Eh! Kenapa juga gue nanya gitu? Hahahah! Sadar Ko, dia sobat loe.Tanpa sadar, pandangan gue kembali ke Cindy. Lebih tepatnya, ke Oge nya.FAK!!!Gue gak akan bisa gak liatin tuh dia, dalam sehari.Njir!“Mas Eko...”“Eh...”Gue merilik ke yang lainnya, dimana mereka masih melongo memandang ke gue, lalu berganti ke Cindy. “Kenapa Cindy sayang?”OOPSSS!!!“Njir...” Celetuk Rizal.“Diam loe.”Cindy tampak melempar senyum tipis ke gue,kemudian... “Mas Eko, suka ‘Tetek’-nya Cindy, yah?”FAK!!!FAK!!! FAK!!!Benar-benar, Cindy membuat kami semua melongo jadinya.Mana nih mulut masih saja gak bisa ketutup. Gue jelas, gak bisa bilang tidak, “Iya... Gue suka... Suka pake banget.” Asyu. Nih congor kok gak bisa di tahan sih.“Hahahahahahahahaha... geblek loe Ko!” kataAdit yang tertawa seketika.“Hahahaha nah kan bener saja.”“Ko... Ko...” Suara Reno juga terdengar.“Loh... pan dia nanya, jadi yah gue jawab. Iya gak Cin?” Kata gue membela diri.“Iya... Hehehe,”“Nah tuh kan, jadi... kapan donk Mas Eko bisa liat ‘Tetek’ loe yang asli.”“ASYUUUUUUU...” teriak Rizal.“ANJIIIIRRR LOE KO!” Balas si Adit.“HAHAHAHAHA, lah pan gue hanya nanya doank. Nape loe pada kek gitu... Iri yah?”“Hahahahaha muka loe jauh.”“Udah udah... kenapa sih, kalian bully mas Ekomulu.” Cindy menyela.“Haaaaaaa?”“WHAT?” Gue melihat, Rizal dan Adit di buat melongo lagi dengan Cindy. Dimana Cindy akhirnya beranjak berdiri, sekilas ketiga sahabat gue mengikuti gerak-gerik Cindy yang sudah mendekati gue. Eh! Nih anak maungapain yah.Dia duduk di samping gue. “Mas Reno... geserdikit.”“Iya.” Reno bergeser.“Njir, loe mau ngapain Cin?” tanya Rizal.“Hahaha, ngapain loe Cin?” Tanya Adit juga yang hampir bersamaan dengan Rizal.“Mau liatin Tetek Cindy.” Speechless gue! Benar-benar nih Cindy, lugu apa gimana sih?“Njir Cin... gak gitu juga kali. Sue... mending kita ngamar aja dulu.”“ASYUUUUUU... KO! Beruntung amat loe.” Teriak Rizal sambil menepuk jidatnya yang agak mengkilap.“Hahahahahahaha, napa loe? Cemburu?”“Hahaha, kalo mas Eko gak mau, ya sudah.” Eh! Gue melongo.Dengan cepat gue menyela perkataan dia. “Eh yang gak mau siapa Cin? Mau pake banget lah... Sini... Sini, gue liat bentar.”“ASYUUUU LOE KO!”“Berisik Loe.” Kata gue ke Rizal. “Buruan Cindy sayang... Mas Eko mau liat.” Lanjut gue,mupeng... Mupeng deh! Hahahah. Seriusan, gue gak sabar pen nyentuh nih Tetek!“Makan nih Tetek...” Rizal yang sejak tadi masih gak berhenti ngebully gue, tiba-tiba melempar botol bekas minumannya, dan sukses nampol ke kepala gue.Gue membalasnya, dan akhirnya kami tertawa bersamaan. Gue melirik ke Reno, dia juga ikut tertawa yah meski tawanya agak di tahan-tahan.“Udah Cin... loe juga, napa jadi lugu gitu sih?” kata Adit.“Ka-kan... Mas Eko nya mau liat.”“Nah itu, emang mereka itu gak ngerti yah Cin... kalo Mas Eko mau liat.”“ANJIIIIIIIIIIINGGGGGGG KUDA LUMPING ASYUUUU BIN EDAN! SERIUS.... GUE SPEECHLESS MA KELAKUAN LOE CIN!” Teriak Rizal sekencang-kencangnya. Ia lalu tertawa terbahak-bahak di tempatnya. Gue melempar botol dan sukses mendarat di botaknya.PLETAK!!!“KAMPRET!”“HAHAHAHAHA,” Kami semua kembali tertawa.“Gak jadi nih Mas Eko, li-liatin Tetek Cindy?”“Jadi... Jadi.” Gue menjawab secepatnya, dangue melirik dengan pandangan usil ke Adit, lalu ke Rizal, kemudian ke Reno. And! Damnn!Nih Reno, lagi liatin apa sih?Pandangan Reno tampak tak berkedip ke arah kiri. “Eh Ren... liatin apa sih?” Maka gue ma yang lainnya ikut menoleh ke arah yang sama. Tampak 4 orang cowok, berjalan ke arah kami.FAK!!! Gagal liatin tetek nya Cindy nih gegara nih bajingan-bajingan tengik.“WOI PECUNDANG!” Teriak salah satu dari mereka. “Hahahahahaha, ngapain loe orang ngumpul di sini?” mendengar kata ‘Pecundang!’ Sontak emosi gue langsung naik.“Bangsat... mereka yang pernah gue hajar Ko!” Begitu juga Rizal. Dia ikut tersulut emosinya mendengar teriakan salah satu dariempat orang itu. Mereka bukan pentolan 4 Devils. Jadi, gue gak bakalan gentar menghadapi mereka.“Bukan yang pernah loe hajar, tapi yang pernah hajar elu dodol.”“Iya sama aja.”“Keep Calm, gaes!” Gumam Adit, dan tampak dia kembali diam, namun menatap tajam kepada empat orang yang sedang berdiri menatap ke kami. Sempat gue menoleh ke Cindy, dimana gadis satu ini, terlihat sudah ketakutan.Sedangkan Reno? Masih diam...Pandangannya hanya datar saja. Ahhh! Entahlah, gue gak perduli ke Reno. Yang jelas,jika saja ada salah satu dari ke empat pria di depan kami, mulai bergerak, yah maka gue gak akan tinggal diam.Gue sempat merilik ke Adit, dimana dia baru saja menghela nafas, lalu ia mengangguk kepada ke-empat orang itu. Mungkin dia sadar, jika dia tak mampu melawannya. Cuihhh! gue sih, biar kata hancur, yang jelas gak di permalukan.“Woi pecundang...” Salah satu dari empat orang itu, maju mendekat.Gue, ma yang lain ikut menatap ke arah pandangan pria itu. Dan... ternyata ia menatap bukan ke Adit melainkan ke Reno. Kenapa dia malah menatap tajam ke Reno?Waduh bahaya...Ternyata sikap Reno yang masih biasa saja, menyulutkan emosi pria itu.Lalu... Seperti gerakan slow motion, pria itu melayangkan sebuah pukulan tepat ke arah wajah Reno yang masih diam tanpa ekspresi. Yang membuat gue terkejut, Reno tak bergerak. Ia benar-benar diam, dengan ekspresi biasa saja. Bahkan, saat kepalan tangan pria itu telah dekat dengan wajahnya?TAPPP!!!Bukan Reno yang menangkapnya, melainkan...“Adit???” gue bergumam, terkejut dengan apayang di lakukan oleh Adit. Dimana dia menahan kepalan tangan pria itu yang ingin menghajar muka si Reno.Still Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
GREY
Romancecerita dewasa di harapkan yang belum cukup umur di larang mampir. PEMBERITAHUAN: ✓Untuk lanjutan part berikutnya silahkan cek di blog pribadi saya. Link part sudah gue cantumkan di kolom percakapan wattpad. Semoga terhibur.... _____________________...