-PART 2-'
4 DEVILS'
POV Reno Januarta
RenoSeminggu kemudian...Seminggu telah berlalu, setelah pertemuankuterakhir dengan Pak Edward. Setelah pulang dari berkunjung ke kantornya, dan mendapatkan kabar dari Pak Edward sendiri, yang menginginkan aku berkuliah di salah satu Universitas terkenal di ibu kota. Maka seminggu ini juga aku pun telah mempersiapkan semua kebutuhanku untuk menjalani keseharianku di kampus nanti.Universitas Blue Ambarawa adalah kampus modern, komprehensif, terbuka, multi budaya,dan humanis yang mencakup disiplin ilmu yang luas. UBA saat ini secara simultan selalu berusaha menjadi salah satu universitas riset atau institusi akademik terkemuka di dunia. Sebagai universitas riset,upaya-upaya pencapaian tertinggi dalam hal penemuan, pengembangan dan difusi pengetahuan secara regional dan global selalu dilakukan. Sementara itu, UBA juga memperdalam komitmen dalam upayanya di bidang pengembangan akademik dan aktifitas penelitian melalui sejumlah disiplin ilmu yang ada dilingkupnya.Cikal bakal UBA bermula pada tahun 1849 dan merupakan representasi institusi pendidikan dengan sejarah paling tua di Asia. Telah menghasilkan lebih dari 400.000 alumni, UBA secara kontinyu melanjutkan peran pentingnya di level nasional dan dunia. Bagaimanapun UBA tidak bisa melepaskan diri dari misi terkininya menjadi institusi pendidikan berkualitas tinggi, riset standar dunia dan menjaga standar gengsi di sejumlah jurnal internasional.Sebelumnya, aku membaca beberapa artikel dan juga beberapa informasi dari internet. Dimana mengatakan kampus tersebut memang terjempol saat ini. Kampus yang dipenuhi para anak-anak dari pengusaha di negeri ini.Yang aku ingat pesan dari Pak Edward, saat terakhir sebelum aku benar-benar meninggalkan ruangannya. Dimana Pak Edward mengatakan, aku jangan sampai melakukan tindakan yang akan merugikan perusahaan dia. Jangan pernah bertindak gegabah, jika saja ada mahasiswa/i yang mencoba-coba menggangguku. Aku sih paham benar yang Pak Edward maksud, agar aku dan juga beliau tetap terjaga apa yang selama ini kami sembunyikan di mata publik.Ku sapu pandanganku ke sekeliling ruangan...Kamar yang berukuran cukup luas, type kamar junior suite menjadi pilihanku malam ini untuk menghabiskan malam.Di sudut kanan kamar, ada sebuah pintu penyambung dengan ruangan kecil, yang lengkap dengan ranjang dan seisi sesuai kamar hotel seperti biasanya.Kamar type ini, mempunyai ruang tamu. Ada meja kerja, terbuat dari kaca berbentuk bulat pipih. Kursi dengan besi, hanya dudukan dan sandarannya saja memakai karet/kain empukberwarna hitam. Di atas meja, pun lengkap dengan lampu kecil untuk membantu penerangan jika tamu ingin bekerja di meja ini.Di hadapanku, ada sofa 3 biji berwarna coklat gelap. Dua sofa berukuran untuk 1 orang, sedangkan sofa satunya lagi, bisa digunakan untuk 3 orang. Terdapat meja panjang di depan sofa. TV Berukuran 54 inch juga tergantung di dinding, berhadapan dengan sofa, dan letaknya di arah jam 3 dari dudukku saat ini.Dari dudukku saat ini, di arah jam 11 ada pintu masuk kamar ini. Dari pintu masuk, sebelah kanannya ada kithcen set yang sederhana, namun masih menampakkan style modern seperti kamar-kamar bertype yang sama di hotel berbintang 5 lainnya.Aku saat ini sedang duduk di depan meja, membuka laptop sambil menyeruput kopi. Aku sengaja menginap di hotel berbintang. Kebiasaanku saat aku lagi malas untuk meningap di kontrakan.Setelah mengsearching-searching segala informasi mengenai kampusku nanti, maka aku menutup laptop sambil menyalakan rokok garpit. Aku yang selalu memesan kamar ‘Smooking Room’ karena aku adalah perokok berat. Tak akan mampu, jika berada di kamar, bekerja seperti ini, apalagi sampai fokus di depan laptop tanpa menikmati rokok garpit.Sepertinya kalian bertanya-tanya, bagaimana hubunganku dengan Yunita setelah terakhir ia meninggalkanku di kontrakan?Aku dan Yunita, sedang break.Yes! Break selayaknya sepasang kekasih.Dia sama sekali tidak menghubungiku selama seminggu ini. Aku juga tak berniat untuk mengubunginya, karena aku benar-benar di sibukkan segala macam urusan perkuliahan. Aku yang akan masuk ke dunia kampus, dan masih bingung akan seperti apa nantinya. Membuatku benar-benar melupakan Yunita.Tapi sekarang? Di dalam hotel tanpa ada Yunita, membuatku sedikit merasakan hampa.Aku tak memungkirinya, kalau aku sedikit merindukan sosok Yunita.Setelah menimbang-nimbang, berfikir, dan memutuskan, jika aku harus menghungunginya sekarang. Maka aku mengambil salah satu ponsel yang sengaja ku letakkan di atas meja.Aku mempunyai 3 ponsel.Ponsel pertama, Iphone X Max keluaran terbaru, yang aku gunakan untuk berkomunikasi sewajarnya.Ponsel kedua, Iphone 8 aku gunakan untuk kepentingan pekerjaan seperti, menyematkanApplikasi Perusahaan Pak Edward dan juga, sebagai alat komunikasi via chat WA bersama dengan para freelance sepertiku.Ponsel ketiga, adalah ponsel lawas keluaran dari nokia. Sengaja aku pakai HP ini, karena mengingat battry nya yang tahan lama.Aku selalu berkomunikasi dengan Pak Edward, memakai nomor ponsel yang ada di HP nokiaku.Hp yang aku ambil saat ini, adalah HP IP x ku untuk menghubungi Yunita. Selanjutnya, ku skroll mencari nomor Yunita, lalu menghubunginya.Butuh dua kali, aku mengubunginya dan terdengar dari seberang suara Yunita yang baru saja menjawab telfon.“Halo Ren!”kata Yunita dan dari nada suaranya, sepertinya dia sedang gak mood aku ganggu.“Sibuk?”“Menurutmu?”“Aku lagi nginap di Hotel nih, Hehe!” aku mencoba untuk mengajaknya bercanda. Namun, yang ku dengar dia hanya menghela nafasnya di seberang. “Kamu masih marah Yun?” tanyaku selanjutnya.“Menurutmu?”Aku hanya menarik nafas dalam-dalam, setelahnya aku mencoba untuk tidak terpengaruh akan situasi dan kondisi Yunita. “Sepertinya memang kamu masih marah... Ya sudah, aku tutup aja.”“Kamu kenapa masih belum berubah Ren?”tanya Yunita.“Bisa bahas lain?”“Ren!”“Yah...”“Aku kangen kamu...”Benerkan yang aku bilang, Yunita itu sangat susah marah berlama-lama denganku. Dia tak akan mampu, tidak bertemu denganku.“Ya sudah... kamu kesini saja.” Jawabku kepadanya.“Aku hanya kangen kamu, bukan berarti aku ingin bertemu denganmu.”“Ya sudah... mending kamu istirahat saja,”“Gak mau!”“Terus apa mau kamu?”“Mendengar suara Reno!”“Hadehh! Nih anak...”“Hehehe, Reno kesal yah ma Yunita?”kata Yunita, dan terdengar dia mulai tertawa meski masih tertawa kecil di seberang.“Kalo kamu kesini, kan bisa denger langsung suaraku.”“Gak mau!”“Kenapa emang?” tanyaku. Di tangan kiriku sedang memutar-mutar rokok dengan dua jari. Kemudian, menghisap filternya, lalu menghembuskan asapnya ke udara.“Nanti Reno, minta Yunita untuk ML lagi.”Gubrak! Aku kaget dia bisa mengatakan demikian. Namun, aku mendengar dia terkekeh pelan.“Ya sudahlah kalo kamu gak mau kesini, kebetulan... aku pengen cerita ke kamu sesuatu hal!”“Cerita aja sekarang.”Kata Yunita.“Kamu beneran gak mau kesini?”“Iya... nanti saja, kalo Yunita udah gak kesal lagi ma kamu. Hihihi,”Set dah nih anak!“Besok... Aku mulai kuliah.”“Hah! Serius?”“Iya...”“Widihhh selamat yah Reno sayang... Hehehe,gak sabar nunggu kelulusan kamu, terus kamu lamar aku. Iya kan?”Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataan Yunita barusan. Kadang aku masih merasa heran, apa iya Yunita gak mampu mendapatkan prialain selain aku? Dia cantik, seksi, dan apa yah!Gak akan ada pria yang akan mampu menolaknya.“Tuh kan, kamu diam lagi.”Suara Yunita, membuat lamunanku terhenti.“Maaf!” kataku sesaat. “Izinkan Reno, untuk fokus ke kuliah dulu yah Yun... setelah nya baru, aku akan menjawab permintaan kamu.”“Hehehe, gak apa-apa kok Ren... aku akan selalu menunggumu.”“Ya sudah... kamu tidur gih!”“Iya... kamu juga, tidurnya jangan terlalu malam.”“Iya.” Setelahnya, maka ku akhiri obrolanku dengan Yunita di telfon.Aku meletakkan ponselku ke tempat semula. Dan mulai memikirkan, apa yang akan aku lakukan besok. Di hari pertamaku kuliah. Aku, terakhir untuk berstatus pengangguran mempunyai pekerjaan kecil. Apa yah bahasa indonesianya? Kalo bahasa inggrisnya, Freelance lah. Karena mulai besok, status ku bertambah menjadi Mahasiswa.Kemudian, aku beranjak dan bersamaan rokokku telah habis. Naik ke ranjang, dan berusaha untuk memejamkan mata. Berharap, Aku bisa terlelap dalam tidur.DORR!!!“Reno... maafin ibu dan ayah kamu, Hikz...Hikz... Ayah dan Ibu, tidak bisa menjagamu.”“ARHHHHHHHH!” Aku terbangun dari mimpi burukku. “Hash! Hash! Hash!” Mimpi yang selalu menghantui tidurku selama ini. Aku juga gak mengenal, siapa orang tuaku selama ini. Yang aku ketahui, hanya informasikecil dari Pak Edward mengatakan jika kedua orang tuaku telah meninggal ketika aku berumur tiga tahun.~•○●○•~Ke-esokan harinya...Akhirnya aku telah berstatus sebagai mahasiswa hari ini, menggunakan kemeja kotak-kotak, lengkap dengan jaket berwarna hitam, jeans denim beserta sepatu kets berwarna hitam. Tak lupa juga, tas gandeng dengan berisikan beberapa peralatan tulis menulis yang juga telah ku persiapkan sebelumnya.Cukup sederhana penampilanku hari ini, karena aku tak ingin mencolok di kampus. Mengingat pesan Pak Edward kepadaku, jika aku tetap harus menyembunyikan identitaskuselama di kampus.Ninja BlackAku mengendarai si Black dengan kecepatan sedang menuju ke kampus. Tak dapat di pungkiri jika hari ini aku cukup senang, dan tak sabar untuk bertemu dengan kawan-kawan baru di kampus. Sekelabat memori kembali mengingatkanku ketika aku SMU dulu, biar bagaimana aku mempunyai sisi lainseperti halnya cowok-cowok seumuranku. Aku juga tak perduli membawa si Black ke kampus, toh di kampus pastinya para mahasiswa/i nya di dominasi berkendara roda empat. So, tentu saja aku masih saja terlihat bagian dari golongan biasa-biasa sajadibanding mereka semua kan?Kecuali aku berkuliah di kampus biasa-biasa saja, mungkin membawa motor seperti ini sedikit berlebihan.Tak jauh, aku telah melihat gerbang kampus bertuliskan nama Kampusku.Oh iya menurut Pak Edward, aku tak perlu mengikuti Ospek yang menurutku memang tak perlu aku ikuti. Toh! Acara perploncoan mahasiswa/i baru bukanlah hal yang menarikbagiku. Jangan sampai, jika ada senior di kampus mencoba mencari keributan, maka takutnya aku lepas kendali.Selamat Datang di Universtias Blue Ambarawa, bertuliskan di depan kampus setelah melewati gerbang.Aku memarkir motor di parkiran depan sebuah gedung. Entahlah, gedung apa namanya. Yang jelas, aku harus bertanya dimana letak gedung jurusan Ekonomi.Salah satu mahasiswa, juga baru saja memarkir motornya yang tak jauh dariku. Akulalu bertanya kepada pria itu, dimana letak Fakultas Ekonomi. Maka, setelah mendapat petunjuk darinya, aku melangkah ke sebuah gedung yang cukup menguras tenaga dari parkiran tadi.Sebuah gapura masuk dengan sebuah tulisan‘Fakultas Ekonomi’ melengkung diatasnya berada di depan sebuah gedung. Dan menurut informasi, letak Fakultas Manajemen Bisnis berada di samping gedungitu. Aku akan melewati sebuah lapangan kecil, menjadi tempat berkumpulnya para mahasiswa/i di kejuruan Ekonomi.Jalan berpaving, setelah gapura, dengan kanan kirinya tempat parkir yang lumayan luas. Membuatku sedikit mengumpat, kenapacoba aku gak markir motor di sini? Mungkin nanti saja, aku memindahkan motorku ke sini. Aku lalu berjalan melewati anak tangga berlapis ubin di ujung jalan berpaving, mengantarku hingga tiba tepat di depan gedung fakultas kejuruanku.Tulisan nama fakultas kejuruanku, yang terpampang di moncong depan gedung sepertinya bisa di jadikan tempat berteduh.Saat baru saja ingin masuk ke dalam, dari arah berlawanan denganku. Seorang pria sedang berlari tergesa-gesa. Aku menyipitkankedua mataku, sekilas ku lihat wajah pria itu tampak lebam, mungkin habis di pukuli.“WOI TUNGGU!” Dan teriakan beberapa orangyang mengejar pria itu, akhirnya membuatku menggeser tubuhku merapat ke tembok.Aku lebih memilih untuk membiarkan pria tadi, berlari melewatiku dan disusul oleh gerombolan para pria yang juga ikut melewatiku. Ketika aku baru saja menoleh, seorang pria berhenti tepat di depanku. “Kenapa loe gak tahan dia, Gobloock!”“Eh! Anu bang!”“Halah!” kata pria itu, “Kalo loe nemu kek gitu lagi, jangan pernah lepasin lagi yah! Gue hajarloe.”“Iya bang!” jawabku. Kemudian ia kembali berlari meninggalkanku.Sempat ku dengar, dia berteriak. “ANJINGGG!PECUNDANG! WOI TUNGGU!”Aku masih saja melihat ke arah mereka. Dimana mereka masih mengejar pria tadi, yang makin menghilang melewati tembok pembatas gedung. Setelah mereka telah pergi, aku menghela nafas. “Hufh!!! Baru hari pertama, udah nemu kejadian gini.”Kemudian aku pun melanjutkan langkahku, melewati bagian dalam gedung, dengan tergesa-gesa. Sambil sesekali melirik ke kiri dan kanan, berharap tak ada lagi kejadian seperti tadi. Sepertinya pria tadi, akan di keroyok. Tapi aku gak perduli, toh tujuanku ketempat ini untuk menimbah ilmu, bukannya menjadi jagoan.Beberapa mahasiswi dan mahasiswa berlalu di sampingku. Aku hanya menganggukkan kepala saat berpapasan dengan mereka. Selang sesaat, aku pun melewati sebuah pintu, susana menjadi lebih terang dari sebelumnya, sebuah tanah lapang dari pavingdengan taman dimana-mana. Setiap pohon besar ada tempat duduk, beberapa mahasiswa tampak disana. Jumlahnya tak banyak, dan menurutku mereka satu angkatan denganku. Aku terus melangkah, hingga bertemu dengan seorang pria berpenampilan agak nyentrik. Yang jelas, rambutnya di cat berwarna terang.“Permisi...” ia menoleh.“Yes! What Happend?” tanya pria itu. Maka kutanyakan, letak fakultasku dimana.“Lah... samaan donk ma gue! Kenalin, gue Eko... Eko Perkoso!”Eko Perkoso“Reno.” Aku pun bersalaman dengannya.“Yuk bareng aja.” Kata Eko selanjutnya, sambil lengan kanannya mengandeng pundakku. Aku gak permasalahkan hal itu, dan sepertinya aku bisa akrab dengannya.“Oke!” maka kami berdua melangkah bersama menuju ke tempat kami akan menuntut ilmu.Jalan menjadi gelap dan teduh, jarak antara pintu masuk ke gedung dari pertama kali aku merasakan adem, lumayan jauh. Bagian dalam seperti sebuah aula, cukup luas dengan beberapa tulisan petunjuk menuju ke arah lantai dua dan tiga gedung ini.Lantai dua, untuk administrasi (tata usaha), perpustakaan. Lantai tiga, ruang dosen, ketuajurusan dan ruang rapat, begitu yang tertulis di papan petunjuk. Aku melewati sebuah tangga menuju ke lantai atas, menuju ke sebuah pintu yang terbuka lebar.“Nah tuh tempat kita Ren...” kata Eko sambil tangannya menunjuk ke salah satu ruangan.“Itu kelasnya yah?” tanyaku kepada Eko.“Iyes... Yuk Ren!”“Oke...”Ruang kelas dengan susunan kursi seperti halnya ketika aku masih SMU dulu. Bedanya, waktu SMU satu meja dua bangku. Sekarang hanya satu bangku satu orang, dan kursinya menjadi satu dengan meja.“Gue disitu yah Ren.” Kata Eko menunjuk bangku di sampingku.“Iya.”Aku yang di samping Eko, melihat dimana tampak Eko telah mengenal semua yang berada di dalam kelas. Maklum, mereka mengikuti Ospek sedangkan aku tidak. Selang beberaapa saat dosen masuk.Eko mengajak beberapa orang mengobrol. Dan aku Cuma diam, memperhatikan beberapa wajah-wajah di dalam ruangan. Mungkin nanti saja, aku mencoba untuk mendekat ke mereka.Tak lama, suara ketukan membuyarkan lamunanku. Sosok wanita cantik, telah berdiridi hadapan kami semua. Suara riuh dalam ruangan tadi, langsung hening seketika.“Selamat pagi...” Ibu Dosen, Wanita cantik. Kulit putih dan tampak dari wajahnya, ku taksir jika Ibu Dosen berumur 30-an. “Sebelum saya memperlkenalkan diri, ada baiknya kalau kalian perkenalkan diri kalian dulu... dimulai dari anda mas yang ada didepan.” Lanjut bu dosen menunjuk ke arah bangku di sudut kanan bagian depan dalam ruangan.Satu persatu mulai memperkenalkan diri. Dari barisan sudut kanan hingga ke belakang.Kemudian di lanjutkan dengan barisan kedua,dimana aku lihat mereka sudah tidak asing satu sama lain, mungkin karena mereka sudah bertemu ketika ospek kemarin.Dan tiba giliran seorang pria yang berada di depan Eko, dan saat ini Eko juga berada di samping kananku. Dia memperkenalkan diri sebagai Komting di awal. Hmm, mungkin seperti ketua kelas gitu kali.Aditya MahendraNamanya Adit, perawakannya selayaknya cowok-cowok jaman sekarang. Hampir mirip dengan caraku berpakaian. Setelah itu giliran Eko memperkenalkan diri, lalu berlanjut dimana giliranku yang memperkenalkan diri.Aku berdiri, melakukan hal yang sama dengan kawanku yang lainnya.“Perkenalkan, nama saya Reno Januarta... Asal Jakarta!” kataku memperkenalkan diri.“Kamu yang kemarin gak ikut ospek kan?” semua mata langsung melihat ke arahku.“Iya Bu.”Setelahnya aku dipersilakan duduk, dan berlanjut ke yang lainnya.“Oh iya ada bangku kosong yah,”“Iya bu... Oops!” salah satu kawanku, langsung menutup mulut dengan telapak tangannya. Entah! Kenapa ia merasa hampir saja keceplosan.“Ohhh dia yah?”“Iya Bu.”“Its Ok!” kata Bu dosen. Aku sebenarnya tak menghiraukan, siapa pemilik bangku kosong itu. Meski saat ini pandanganku ke arah bangku tersebut. Pasti nantinya bakalan kenal juga. Dan tibalah girilan Ibu Dosen memperkenalkan dirinya.“Baik, sekarang giliran saya... nama Gina Asyura. Panggil Bu Gina saja, dan untuk semester kalian ibu akan membawakan Bisnis Manajemen dasar, dan untuk semesterke depannya ibu akan mengampu beberapa mata kuliah dan akan terus ketemu dengan kalian, jadi jangan bosen yah?” ucap Bu Gina.“Gak bakal bosan bu... Hehehehe,secara, Bu Gina kan cantik... Iya gak teman-teman?” Teriak salah satu pria yang duduk di sebelah kiriku. Namanya Rizal, perawakannya biasa saja. Dan rambutnya mulai menipis, mungkin menghampiri botak.Rizal Suprapto“Setuju...” Eko menimpali, dua jempol terangkat.“Dasar kalian berdua... itu sih, suka-suka kalian berdua, dasar! Hahahahaha,” Teriak kawan lainnya.Lumayan, perkenalan pertama cukup membuatku tersenyum. Mungkin aku akan betah berada di kampus ini, apalagi keakraban mereka dan tawa canda mereka bak sebuah keluarga yang harmonis.“Oke yah! Kita mulai saja...”..Akhirnya kuliah selesai...“Oke class! Sampai ketemu minggu depan.” Ujar Bu Gina. Kemudian meninggalkan kelas.“Yes time to ngudud and ngopi,” kata Eko.Dan satu persatu mulai keluar meninggalkan ruangan. Aku sengaja memilih untuk tetap berada di dalam kelas, masih bingung harus kemana. Dengan siapa. Dan juga berharap, tidak menemukan kejadian seperti pagi tadi.“Mas Reno... gak istirahat?” suara lembut menyapaku di samping kiri.Aku menoleh, dan mendapati seorang gadis memakai kaca mata yang cukup besar. Menggunakan kemeja yang berukuran agak besar. Memakai celana kain, dengan pita mengingat rambutnya. Menurutku dia type gadis Nerd! Namanya Cindy, karena tadi sempat terekam di otak, semua nama-nama penghuni kelas.Cindy Angelina“Lagi pengen di kelas saja, Cin.” Jawabku kepadanya.“Ohh gitu...”“Iya.”“Gak lapar yah?” tanyanya sambil menatapku malu-malu. Aku mengernyit menatapnya, danberfikir sesaat, kenapa dia mengajakku mengobrol berlama-lama. Terus, apa urusan dia kalau aku lebih memilih di kelas saja?“Ntar aja.” Maka ku jawab pertanyaan Cindy, dengan cuek.Aku sempat mengalihkan pandangan, dan mendapati Adit baru saja merapikan perlengkapannya dan memasukkan ke dalamtas.Ia menoleh kepadaku. “Eh Reno... gak istirahat?”“Hmm... ntar aja!” jawabku.“Ya sudah, mas Reno... Cindy tinggal dulu yah!” kata Cindy yang sempat aku cuekin.Aku lalu menatapnya. “Iya,”Setelah sepeninggalan Cindy, Adit menghampiriku.Ia duduk di tempat Eko, lalu menoleh kepadaku. “Ngapain loe di kelas?”“Gak ada.”“Yuk! Mending ke kantin aja... Bareng aja,”Sesaat aku berfikir apakah aku harus mengikuti ajakannya atau tetap bertahan di dalam kelas. Namun, akan kelihatan aneh jikahanya aku sendiri yang gak keluar. Maka ku anggukan kepalaku kepada Adit. “Ya sudah.”“Nah gitu donk... Yuk bro!” kata Adit, lalu kamiberdua berjalan meninggalkan ruangan.Tak lama, aku dan Adit melihat di lapangan tampak mahasiswa/i berkerumun. Adit sempat menoleh kepadaku. “Mending kita gak usah singgah, yah Ren.”Aku hanya menatapnya sesaat, meski benakku bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Namun, aku tetap mengikuti keinginan si Adit. Hingga kami telah berada di samping lapangan basket.Teriakan sorak-sorakan orang-orang di tengah lapangan, seperti sedang mengerumunin seseorang. “Gak usah memperdulikan mereka, Ren... kalo gak mau kena masalah.”“Oh gitu.”“Iya...” kata Adit selanjutnya.Dan ternyata saat aku baru saja ingin melanjutkan langkah bersama Adit, beberapaorang tampak mulai bubar meninggalkan lapangan. Menyisahkan seorang pria yang berdiri dengan kondisi bertelanjang, hanya menggunakan celana boxer. Di lehernya tergantung sebuah kertas karton berwarna putih, bertuliskan ‘PECUNDANG BANGSSAT!’.Saat aku mencoba fokus melihat wajahnya, aku cukup kaget. Ternyata aku mengenal priaitu. Pria yang sama pagi tadi, yang dikejar-kejar oleh segerombolan mahasiswa.Kampus yang aneh! Batinku.“Lihat kan Ren!” aku menoleh ke Adit. Dan tampak, Adit sedikit bergidik, sedangkan aku hanya menarik nafas, dan berusaha tetap tenang. Bukan urusanku, jika pria itu di siksa dan dipermalukan seperti itu.Aku gak mau mencari masalah di kampus ini,dan tetap bersikap biasa adalah jauh lebih baik. Dan ketika aku baru saja melangkah beberapa meter, aku mendengar suara orang teriak dari arah belakang. Lebih tepatnya dari arah lapangan, meneriakkan segera menghabisi pria yang sedang berdiri tadi. Selanjutnya, aku mendengar suara gedebak-gedebuk, yang menurutku adalah suara pukulan bertubi-tubi kepada pria yang dipermalukan tadi.Benar kata Adit, mending menghindar saja. Meski, aku sejujurnya sama sekali gak takut dengan apa yang terjadi di kampus ini.Di kantin, aku dan Adit hanya membeli minuman saja. Setelah ngobrol tadi dijalan, aku dan Adit memilih untuk cepat-cepat kembali ke kelas. Mengingat hari ini, kondisi kampus sedang tidak kondusif. Selalu sepertiini kata Adit, jika ada korban, maka para penguasa-penguasa kampus akan mencari korban lainnya.Para Penguasa?Hmm... Seperti apakah mereka?Aku sementara tak ingin bertanya lebih lanjutke Adit. Mending, menunggu saja apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah aku akan menjadi korban nantinya? Lihat saja, aku jugapastinya gak akan tinggal diam donk di hajar di tengah lapangan, plus di permalukan pula.Setelah tiba di kelas, Aku dan Adit kembali duduk di bangku masing-masing. Aku melirik ke bangku Eko, rupanya dia belum kembali. Beberapa orang pun mulai masuk ke dalam ruangan.Aku dan Adit saling menoleh sesaat. Dan hanya menggidikkan bahu saja, menandakan jika kami tak ingin mengobrol lagi. Mungkin saat ini aku dan Adit lebih memilih untuk fokus kepada kuliah lanjutan.Tak lama, Eko beserta Rizal masuk, di susul beberapa teman sekelasku pun ikutan masuk. Hanya selang beberapa saat dosen masuk dan mulai menerangkan mata kuliahnya. Dosen yang kali ini kelihatan tidak begitu menyenangkan. Walau begitu aku tetap mengikutinya dengan antusias, karena aku ingin menjadi mahasiswa seutuhnya. Menimbah ilmu, jangan setengah-setengah lah.Tepat pukul 3 sore akhirnya semua perkuliahan selesai, saatnya untuk pulang.“Bro... balik yuk!” kata Eko menyapaku.“Iya.”“Busyet... loe itu, kalo ngomong kok irit banget sih?” kata Eko. Aku hanya geleng-geleng kepala, tak lupa melempar senyum tipis kepadanya.Dan saat aku sedang merapikan perlengkapan, pria lainnya mendekatiku. “Halo bro... kenalin gue Rizal!”Aku menoleh. “Iya... Reno!” Kami bersalaman.“Udah tau... Hahahaha” Kata Rizal. SepertinyaRizal dan Eko cukup akrab.Kemudian Adit pun ikut gabung di tempatku.Kami mengobrol santai, dan sesekali Eko maupun Rizal saling membully. Aku cukup senang dengan kehadiran mereka saat ini. Sedikit banyaknya, aku bersyukur mempunyaikawan baru yang cukup ramah seperti mereka.Aku melihat, Adit banyak diam. Sama seperti ku. Dan sesekali menimpali candaan Eko maupun Rizal.Tak lama, Cindy menghampiri kami...“Mas Reno...” Kami semua menoleh ke Cindy.“Njirrr... Di panggil Mas. Hahahahaha,” Celetuk Eko.“Ke-kenapa emangnya Mas Eko?” Tanya Cindy.“Jiahhhhh... Emangnya Reno orang jowo ngono loh?”“Gak tau.” Kata Cindy sambil menggidikkan bahu.Cindy yang masih berdiri, melempar senyum kepada kami. Ternyata dia masih betah berdiri di tempatnya, mendengar candaan kami saat ini. Aku menebak, sepertinya Cindy ingin berteman dengan mereka. Mungkin saja, denganku. Entahlah! Bukan urusanku juga.Setelah selesai bercanda di dalam kelas, maka Adit pun mengajak kamu untuk meninggalkan kelas. Aku juga ingat, jika aku belum memindahkan motorku sejak tadi. Dansukses membuatku menghela nafas.Kami berlima berjalan bersama-sama meninggalkan ruangan.Ku dengar, Rizal dan Eko masih saja bercanda. Masih saja bergosip layaknya emak-emak, aku sih berjalan berdampingan dengan Adit hanya memperhatikan gelagat mereka. Cindy sendiri, jalan di samping kiriku.Jadi aku saat ini, sedang di apit oleh Adit dan Cindy.“Eh Ren... loe naik paan ke kampus?” Eko menoleh ke belakang, bertanya ke aku.“Motor,” jawabku.“Markirnya di sana kan?” Kata Eko, sambil menunjuk ke arah parkiran motor.“Gak! Parkirnya di depan.”“What!” Adit menoleh, “Jangan bilang loe markir di depan kampus malah?”“Entahlah! Pokoknya di depan gedung paling gede lah.”“Hahahahahahaha... itu mah di gedung depanastaga. Jauh Ren.” Kata Adit, dan lainnya ikutan tertawa.Aku hanya ikut senyam-senyum, karena aku merasa sepertinya aku memang salah memarkir motor. Yah! Namanya juga baru.Belum tau, jika di dekat fakultas ada parkiran motor juga.“Ya sudah, nanti gue anterin ke sana.”“Gak apa-apa Dit, santai saja.”“Kalo Cindy,?”“A-aku bawa mobil kok Dit.” Jawab Cindy, akudan Adit hanya ngangguk-ngangguk.“Eko ma Rizal mah jangan tanya, mereka juganaik mobil...” kata Adit selanjutnya. Ohh! Rupanya hanya aku saja yang naik motor.“Tapi tenang bro... kita gak pernah mempermasalahkan naik atau pake apa datang ke kampus. Hehehehe, setuju gak Ko?” kata Adit, membuat Eko pun ikutan menoleh ke belakang.“Yap!... Sudah tenang Ren. Kalo loe mau tukeran ma gue, sok aja.”“Gak... Hehe” aku terkekeh.“Ya sudah.”Saat tiba di luar gedung fakultas, Eko dan Rizal pun berpamitan. Begitupun dengan Cindy.Sepeninggalan mereka bertiga, maka Adit pun mengajakku untuk bersama ke mobilnya.Karena Adit menawarkan untuk mengantarkusampai ke parkiran di depan.Setelah melewati parkiran pertama, kami berdua segera masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Adit bercerita banyak. Dan aku hanya diam saja.Dimana Adit bercerita jika kondisi kampus kami saat ini, di dominasi oleh kelompok 4 Devils. Aku sejujurnya gak memperdulikan hal itu. Namun, aku juga gak melakukan protes, cukup menjadi pendengar yang budiman saja lah.Ternyata, kampus ini? Siapa yang kaya, dialahyang menang.Intinya seperti itulah yang di ceritakan oleh Adit. Beberapa mahasiswa, telah menjadi antek-antek para penguasa kampus yang menamakan diri mereka 4 Devils.Adit menyebutkan satu persatu nama, dan nama terakhir yang di sebutkan Adit sedikit membuatku berfikir. Nama belakang yang di sebutkan oleh Adit, gak asing aku dengar. Siapa gak mengenal Pak Wijaya? Penguasaha tersukses di negeri ini.Pantas saja, anaknya menjadi penguasa di kampus ini...Yah, selama mereka gak menyentuhku. Makaaku akan tetap diam, hingga aku selesai menimbah ilmu di kampus ini.Aku gak akan mencari gara-gara dengan mereka, malah yang akan aku lakukan berusaha untuk menghindari berkontak langsung dengan mereka maupun para konco-konconya.“Di situkan loe parkir?” kata Adit membuyarkan lamunanku. Aku melihat ke arah yang di tunjuk Adit, dan benar itu adalah parkiran motor yang aku maksud.“Iya Dit.”“Hahahahaha, besok, parkirnya di parkiran fakultas aja... bahaya kalo parkir di sini Ren.”“Bahaya kenapa?”“Jiahhh, pan udah gue jelasin tadi. Di tempat ini, selalu menjadi tempat ngumpul para anggota 4 Devils”“Ohhh!”“Ck...ck...ck, loe itu. Yang jelas, gue dah jelasin... dan gue harap, loe jangan coba-cobamencari masalah dengan mereka.”“Oke.” Kataku kepada Adit. Dan ku dengar, Adit hanya menghela nafasnya di sampingku.Saat Adit baru saja menghentikan mobilnya, dia terdiam sambil pandangannya ke depan. “Ren...” gumam Adit, dan aku mengernyit ketika mendapati ekspresi Adit berubah seketika. Aku pun ikut menoleh ke arah pandangannya.Berjalan keluar dari sebuah gedung. Empat orang berwajah bengis, tinggi, dan tinggi mereka hampir rata. Dan satu orang di antaramereka, cukup tajam pandangannya ke semua orang yang ia lalui.Aku dan Adit masih diam...Menyaksikan, salah satu dari ke-empat orang itu mengusir dan tak jarang bertindak kasar kepada orang-orang yang berlalu di dekatnya.Dan dari ekor mataku, melihat beberapa orang lainnya langsung berusaha menghindaragar tak mendekat dengan ke-empat orang itu.“Itu merekaa Ren...” Gumam Adit.“Ohhh.”“Yang pake kemeja jeans biru, namanya...Deni,” Kata Adit, dan aku menatap orang yang ia maksud. “Dia sih gak terlalu familiar di kampus, jarang terlihat bareng ma tiga kawannya... kabar yang beredar sih, dia kebanyakan ngumpulnya dengan anak-anak pengedar narkotikaa sih.”“Ohhh,”“Jiah dia malah ohhh melulu.”“Hehe,” Aku hanya terkekeh di samping Adit.“Nah, yang agak bule-bule gitu, namanyaGerry... dia yang paling brengsek dari ketiga kawannya.” Lanjut Adit menjelaskan, dan aku juga mengiyakan dalam hati. Karena sejak tadi, dialah yang selalu menendang, menghardik, bahkan menghajar orang-orang yang ingin berlalu di dekat mereka.“Oke! Namanya Gerry!” gumamku.“Mending loe jangan ketemu ma dia deh... orangnya emosian.”“Oke!”“Nah, loe liat yang satu-satunya pake kaos oblong, punya tatto di lengannya?”“Yap!”“Dia Billy... yang biasanya, di panggilVirghost,orang yang paling dekat ma si Oki!” Kata Adit.“Dan yang terakhir, yang ekspresinya mengerikan itu, dialah pemimpin 4 Devils... namanyaOki Wijaya!”“Oki Wijaya...”“Iya... nah, gue mohon dengan amat sangat, loe jangan deh pernah berhadapan langsung ma dua orang itu... FAK!!! Gue merinding euy!”Kata Adit sesaat. “Loe tau, dah banyak korbannya di kampus ini, mereka berdua itu, di kenal dengan sebutan Raja Rimba yang kelaparan... Apalagi si Oki, kabar yang beredar, dia pernah beberapakali menghilangkan nyawa orang lain loh!”Ohh!!! Oke. Menarik sepertinya. Gumamku dalam hati.Deni SudrajatGerry HusainBilly Virghost HartantoOki WijayaPenguasa Kampus, bernama4 Devil’s. Tanpasadar, yang menjadi perhatianku saat ini hanya terpusat ke satu orang saja.Dialah Oki Wijaya, yang kata si Adit pemimpindari para penguasa di kampus ini.Well!Balik lagi, aku akan tetap diam.Aku bertindak, jika kalian menyentuhku...Still Continued...
![](https://img.wattpad.com/cover/183289048-288-k222946.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GREY
Romancecerita dewasa di harapkan yang belum cukup umur di larang mampir. PEMBERITAHUAN: ✓Untuk lanjutan part berikutnya silahkan cek di blog pribadi saya. Link part sudah gue cantumkan di kolom percakapan wattpad. Semoga terhibur.... _____________________...