Kala Malam

3.8K 326 77
                                    

Sorry for typo(s)

***

Rasanya seperti berada dalam lindungan malaikat.

Bokuto tersenyum tipis saat ini. Menatap Akaashi yang berjalan menjauh menuju pintu kamar, hendak ke lantai bawah. Melihat punggung tegap itu, entah mengapa Bokuto merasa senang. Sangat senang.

Walau mungkin hari dimana Akaashi menyatakan perasaannya tahun lalu itu merupakan hari paling bahagia untuk mereka berdua. Namun, jarang-jarang Bokuto sakit, bukan?

Daya tahan kapten Fukurodani itu tinggi. Maka, saat demam menyerangnya, itu sesuatu sekali.

Bahkan Konoha yang selama tiga tahun bersama Bokuto terus, baru satu kali ini melihatnya tumbang.

Telinga Bokuto bergerak tipis saat menangkap bunyi-bunyian di lantai bawah. Dentingan alat makan, pancuran air, dan langkah kaki mondar-mandir. Sekali lagi Bokuto tersenyum.

Walaupun dirinya merasa agak bersalah membiarkan Akaashi melakukan itu semua, tapi apa Bokuto bisa membantah? Tidak. Bokuto tidak bisa membantah atau melawan setter-nya itu.

Entah sudah berapa lama Akaashi di lantai bawah, tetapi Bokuto mulai merasa tidak nyaman ditinggal sendirian. Beberapa kali dia berubah posisi, menggigil di bawah balutan selimut tipis. Orang demam tidak boleh memakai pakaian tebal-tebal, meski merasa sangat kedinginan.

Bulan terlihat jelas dari balik kaca jendela, bersama bintang-bintang yang setia menemani malam gelap. Gorden sengaja dibuka, Bokuto senang melihat langit malam.

Tenggelam dalam pikirannya sendiri, dia tidak menyadari bahwa Akaashi kini sudah kembali. Membawa segelas cokelat panas di tangan. Pemuda itu tertawa tipis, perlahan menghampiri seniornya.

"Bokuto-san."

"Hm?"

Bokuto membalikkan badan, perlahan mendudukkan diri saat Akaashi menyodorkan segelas cokelat panas untuknya. Seruan terima kasih terdengar, walau dengan suara serak.

"Merasa lebih baik?" tanya Akaashi ketika Bokuto telah mengambil beberapa teguk cairan hangat itu. Anggukan polos sang kapten membuat Akaashi menghela napas lega. Dia baik-baik saja, untuk saat ini.

"Aku ... um...." Iris emas Bokuto menatap Akaashi dalam. Penuh rasa bersalah yang menutup netra cerah tersebut. "Maaf, aku memaksakan diri lagi."

Akaashi tersenyum. Tangannya beralih mengusap surai dwiwarna Bokuto hingga berantakan. "Tak apa. Asal jangan diulangi lagi."

Bokuto menatap Akaashi jenaka. "Kenapa kau mengatakan itu seakan kau ibuku?"

"Aku memang ibu sementaramu, Bokuto-san."

Mata Bokuto membelalak, pegangan pada cangkir cokelat panas mengerat. Dengan suara panik--yang merupakan candaan, tentu saja--dia memprotes.

"Tapi aku tidak mau menikahi ibuku!"

Tawa Akaashi meledak begitu saja. Bagi orang yang memasang wajah datar setiap waktu, hal seperti ini tentulah sangat langka. Wajah Bokuto memerah saat melihatnya, terlebih ketika Akaashi membalas ucapannya di sela-sela tawa.

"Yah, tapi saat waktunya tiba, aku akan berubah menjadi suamimu," ujarnya dengan senyum lebar, efek dari tertawa.

Wajah Bokuto semakin memerah, dengan tawa canggung dia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Masih lama kita bisa menikah."

"Eh, tidak juga," ucapan Akaashi jelas dan lantang. Membuat wajah Bokuto entah kenapa semakin merona. "Usia ideal menikah itu dua puluh lima. Jadi hanya menunggu sekitar delapan tahun lagi."

Bokuto memalingkan wajahnya, kembali menatap Akaashi. "Itu lama, nyaris satu dekade," ujarnya dengan wajah cemberut.

Akaashi menggendikkan bahunya, tapi senyum merekah tipis di bibirnya. "Kecuali yah ... jika Bokuto ingin menikah muda, dua puluh tahun misalnya, hanya tinggal menunggu dua sampai tiga tahun kan?"

Lagi, Bokuto merona dibuatnya.

Lelah dengan semua candaan ini, Bokuto meletakkan cokelat panasnya di nakas, lalu kembali meringkuk dalam selimut. "Ah sudahlah! Aku ingin tidur!"

Akaashi bangkit berdiri, saat dirinya hendak mengambil futon, suara Bokuto terdengar lembut di telinganya.

"Satu kasur denganku ... ya?"

Jadilah mereka tidur bersama hingga pagi menjelang.

***

Next: Kala Senja

Aku sangat sangat sangat sangat yakin tulisanku berantakan.

Ada yang sudah bisa nebak alurnya gimana? Wkwk

Kala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang