Prologue...

125 8 0
                                    


Kala senja itu, kami duduk bersama. Hembusan angin yang pelan, membuat udara menjadi lebih dingin, dahan-dahan pepohonan pun ikut tergerak, merefleksikan bayangan nya bagaikan lengan yang melambai-lambai. Matahari yang terbenam di ufuk Barat mengeluarkan sinar senja nya yang redup dan hangat. Suara burung di atas langit memecah keheningan, mereka kembali pada sarang nya setelah satu hari cerah yang mereka lewatkan sudah.

Sentuhan jemari panjang dan ramping dapat kurasakan di bahu ku. Sentuhan yang dingin menusuk sanubari, tajam bagai bilah baja didalam dada. Kulirik wajahnya. Sebuah senyuman tipis terukir di wajah pucatnya. Bola mata abu nya yang selalu membuatku mati rasa bergerak mengamatiku. Rambut auburn nya bergelombang diterpa angin bagaikan api unggun yang terbakar oleh gairah dan harapan hidup yang selama ini kuserahkan padanya. Dada bidangnya, dan lengan besar yang selalu memberiku kehangatan dan rasa aman membuatku tidak ingin terlepas dari nya, meski hanya satu detik pun. Aku ingin selalu bersamanya. Untuk selama-lamanya.

Ia membenahi posisi duduknya, tangan kanan nya menyentuh daguku, mengangkatnya perlahan, dan sebuah kecupan lembut mendarat di bibirku. Kecupan sekejap, namun penuh arti. Ia tidak mengatakan sepatah kata apapun, tapi aku tahu seberapa besar rasa cinta nya kepadaku, aku dapat merasakan nya. Ia menyingkapkan rambut panjangku ke belakang telingaku.

"Aku menyayangimu..." ucapnya dengan suara yang lembut.

Ia tidak perlu mengatakan nya. Aku hanya mendekap tubuh tegapnya dengan erat di dalam pelukanku.

"Begitupun aku... Aku mencintaimu. Jangan pernah tinggalkan aku." Bisik ku kedalam telinganya.

Ia menarik ku kembali, dan menggenggam kedua tanganku erat. Senyumnya memudar sedikit demi sedikit. Sinar matanya meredup bagaikan langit malam yang mulai menyelimuti. Seketika hatiku pun merasa mendung.

"Aku minta maaf... Tetapi sepertinya tidak seperti itu. Aku tidak bisa berada bersamamu untuk selamanya. Aku tidak bisa berada di sisimu untuk selamanya..." jawab ia yang berada di bayang-bayang mataku.

KRAAAAKKKK!!!

Aku menengadahkan kepalaku ke atas. Langit terbelah. Tidak, tidak hanya langit yang terbelah, bahkan tanah yang kupijak pun patah, membuat sebuah kerak besar bagaikan gempa bumi. Pepohonan disekitar yang tadinya berdiri kokoh dengan rapih, kini satu persatu tumbang dan hancur dengan mengenaskan. Kerak yang membelah permukaan tanah kini membentuk sebuah patahan besar dengan jurang yang terjal di dalamnya. Sebuah jurang berwarna merah, bagaikan darah dan api yang menyala-nyala. Langit malam yang berwarna biru tua dengan segala keindahan nya terbelah, pecah, bagaikan kepingan porselen. Kepingan tajam langit berjatuhan. Serpihan-serpihan itu menyayat kulitku dari kepala hingga ujung kaki. Apa yang terjadi? Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?!

Sebuah ledakan menggelegar di sekitarku, membuat jurang terjal lain nya, dan membakar apapun yang berada di permukaan. Pepohon yang semula subur dan rindang, kini hangus dan berantakan. Uap panas dari dalam jurang merah terasa sangat membakar, bagai menyentuh baja panas yang hendak ditempa. Apa yang terjadi? Semula, semuanya baik-baik saja. Semula, semuanya berjalan damai dan penuh keheningan. Namun, kini yang kurasakan hanyalah rasa takut, rasa sakit, dan... Kehilangan. Dimana? Dimana dia?! DIMANA DIA?!

Seketika rasa sakit ku menghilang. Semua goresan, luka, dan rasa terbakar yang membunuh hilang dalam sekejap. Namun, perasaan takut, khawatir, serta kehilangan mengisi dadaku hingga sesak. Dimana dia? Aku memutar leherku ke semua arah. Aku berteriak memanggil namanya hingga tenggorokanku terasa perih dan kering. Tetapi aku tidak melihatnya sama sekali, satu-satunya yang dapat kulihat sejauh mata memandang hanyalah kehancuran. Oh Tuhan, dimana dia?

Tanah di belakangku retak, menciptakan sebuah lubang jurang merah lain nya. Namun yang ini berbeda, sebuah api yang berkobar dengan liar muncul dari kedalaman. Rasa panas yang membakar benar-benar menyiksaku, aku menghalangi wajahku dari terangnya bara tersebut. Tetapi, sesuatu menyita perhatianku. Sebuah sosok tinggi dan tegap berada dibalik kobaran api tersebut. Ada seseorang disana. Ia terbakar, dilahap oleh kobaran api itu. Semakin aku menatap nya, api di hadapanku sedikit demi sedikit mulai menghilang, namun sebaliknya, kini api mengiringi sosok tersebut. Siapa itu? Seseorang yang butuh pertolongan? Atau mungkin seseorang yang bisa memberikan pertolongan?

Aku berjalan menuju tepi jurang untuk melihat sosok itu di permukaan terbakar yang jauh terpisah dari tempatku berpijak. Kulihat sosok itu, seorang pria tinggi dan tegap berjalan membelakangiku. Jubah hitam panjang yang robek dan berlubang oleh api yang membakar menutupi punggungnya. Sepatu bot hitamnya yang terbuat dari kulit kini memudar dan rusak, sama seperti jubahnya. Aku mengenalnya. Itu dia. Dia yang sedari tadi kucari. Ia selamat. Oh Puji Tuhan, dia selamat!

Ia berhenti melangkah. Ia berbalik dan melihatku, ia dapat merasakan kehadiranku. Namun, bukan rasa senang atau lega yang kudapat saat melihat wajahnya, melainkan rasa takut dan asing. Rambut auburn nya berubah menjadi pirang dengan aksen platinum di ujung-ujungnya, bagaikan baju besi emas yang memantulkan cahaya. Mata sayu nya yang semula hangat pun kini berubah, matanya merah bagaikan darah dengan bola mata abunya yang kini berubah menjadi warna putih dengan pupil hitam kecil di bagian tengahnya. Ia... Ia bukan lah pria yang kucintai. Ia bukanlah pria yang kuinginkan di sisiku untuk selamanya. Ia bukan siapapun. Namun ia menyeringai, bibirnya terbuka,

"Tetapi, bagaimanapun juga, kau tahu siapa aku. Dan kau tidak bisa menyembunyikan kebenaran itu selamanya. Hati kecilmu tahu itu. Kau mencintaiku, Eira. Sangat mencintaiku, bahkan kau rela memberikan apapun demi cintamu kepadaku. Tidak peduli seberapa sulit dan beratnya itu. Kau akan selalu mencintaiku..."

In The Embrace Of The FlameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang