Chapter XIII...

18 5 0
                                    

BRAAAAKKKK!!!

"Dokter!" teriakan ku menggema ke seluruh penjuru rumah yang sepi.

Aku berlari menuju lantai atas, bergegas untuk menemukan suamiku yang terbaring lemah diatas ranjang. Tetapi, aku tidak menemukan nya disana. Aku kembali menuruni tangga dan mencari nya di ruang racik. Ia tidak berada disana juga. Kini aku semakin panik, detak jantungku berdegup kencang seakan tulang rusuk ku akan meledak dan hancur berkeping-keping akibat ledakan nya. Oh Tuhan, Dokter Egil, dimana kau?!

"Dokter! Dimana kau?! Tolong jangan bermain-main! Jawab aku, Dokter!" teriak ku ke seluruh penjuru rumah, namun tidak ada jawaban.

Aku mencari ke seluruh ruangan di dalam rumah ini, namun tidak ada tanda-tanda Dokter Egil berada didalam tempat ini. Tetapi sepatu nya pun masih ada di tempat ia biasa menyimpan nya. Jubahnya pun kupakai sedari tadi, dan ia tidak akan meninggalkan rumah tanpa jubah hitam ini. Dimana dia? Dimana dia?!

Aku kembali ke lantai atas menuju kamar tidur kami, mencarinya kembali dimanapun ia berada. Mungkin dia berada di dalam lemari atau di kolong ranjang, bersembunyi seperti anak kecil, tetapi tidak, aku tidak menemukan nya sama sekali. Satu-satunya yang kutemui di kolong ranjang adalah buku catatan nya yang tebal. Aku mengambilnya dan duduk diatas ranjang dengan air mata mengalir deras dari balik kelopak mata.

"Oh Ya Tuhan, Dokter, dimana kau? Tolong jangan katakan bahwa kau benar-benar meninggalkanku tadi. Kau, benar-benar pergi? Tolong katakan ini hanyalah sebuah mimpi buruk yang akan berakhir. Kumohon..."

Aku menangis tersedu-sedu. Aku tidak dapat mempercayai bahwa ini adalah sebuah kenyataan yang harus kuhadapi. Aku tidak akan sanggup hidup tanpa Dokter Egil, dan di sisi lain aku sungguh tidak mengerti, tadi ia benar-benar masih berada disini. Sungguh, aku tidak berbohong, aku tidak berhalusinasi, aku tidak berkhayal. Aku yakin ia benar-benar berada disini bersamaku hingga tadi. Aku menyentuhnya, aku memeluknya, aku berbicara dengan nya. Ia nyata. Sungguh. Aku mengangkat buku catatan miliknya yang tadi kuambil sembari menutupi wajahku dengan nya sambil menangis. Namun, saat aku mengangkat buku tersebut, sebuah pena bulu berwarna hitam tergelincir menuju bagian bawah buku, memperlihatkan ujungnya yang menghitam akibat celupan tinta kering. Itu aneh. Dokter Egil tidak pernah meninggalkan pena nya ditengah-tengah buku catatan nya, ia selalu menyimpan nya di tempat terpisah agar tintanya tidak mengotori tiap lembar bukunya. Tetapi jika ia melakukan hal seperti itu, itu berarti ia baru saja menuliskan sesuatu kedalam bukunya dan menandainya.

Aku membuka buku catatan tersebut tepat ke tempat yang ditandai oleh pena bulu hitam miliknya. Aku menemukan sebuah catatan yang ditulis dengan tulisan nya yang tegas dan mulus. Sebuah catatan pendek yang terdiri tidak lebih dari satu paragraf.

"Eira-ku tersayang,

Apakah aku pernah mengatakan bahwa kita tidak akan terpisahkan untuk selama-lamanya? Ketahuilah,hal itu benar apa adanya, kita akan kembali bertemu pada waktu nya. Dan aku tidak akan pernah melepasmu lagi saat aku kembali. Percayalah. Kau adalah satu-satunya orang yang akan menemaniku, tidak peduli siapapun aku, dimanapun, dan kapanpun. Kau akan selalu mencintaiku, bukan? Maka dari itu, kau hanya perlu menunggu. Kita akan bertemu kembali pada saatnya. Tunggu aku..."

Apa yang terjadi? Kemana kau pergi, Dokter? Kau meninggalkanku? Apa yang kulakukan sehingga kau harus pergi dariku? Apa yang akan terjadi padamu jika kau pergi dengan keadaan sakit seperti itu? Mengapa? Mengapa?!

BRAAAAAKKKKK!!!!

Bunyi suara pintu di lantai bawah yang didobrak terdengar sangat keras, disusul oleh suara derap langkah menuju lantai atas. Tuan Arvid dan kawanan pria yang kutemui di Hutan Selatan kini kembali berdiri di hadapanku.

In The Embrace Of The FlameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang