Gadis itu kembali mematut matut sebuah apel merah ditangannya sambil terus meneteskan air mata. Kehidupan memang sangat kejam, bahkan kepada gadis berusia 16 tahun.
"Pikirkan matang-matang nak" Kakek tua yang sedari tadi menemani gadis itu menyentuh bahunya pelan.
"Keputusanku sudah bulat, aku akan memulai hidup ini dari awal lagi" Jawab gadis itu mantap
"Baiklah, aku pun tidak punya hak mencampuri urusanmu, tugasku hanya mengawasi pohon ini. Bukan salahku bila kau menyesal kelak"
"Pak tua aku punya permintaan, jika esok hal serupa datang lagi padaku maka berikan catatan ini padaku.selain itu jangan kau katakan tentang masalalu itu padaku. Aku ingin merasakan kebahagiaan hidup" Gadis itu menyodorkan sebuah buku berkulit gelap.
Pak tua menerima buku tersebut. Wajahnya yang mulai keriput tersenyum masygul kepada si gadis yang tak lagi meneteskan air mata. Raut wajahnya terlihat lebih tenang. Dengan mantap, ia melahap habis apel merah ditangannya.
10 detik berlalu. Sejurus kemudian, raut wajahnya berubah tenang. Tidak lagi sesendu beberapa detik yang lalu. Matanya mengerjap-ngerjap membuat wajahnya terlihat lugu. Hanya matanya yang sembap menyratkan luka masalalu. Kepalanya kemudian menoleh 90 derjat menatap kakek tua. Dahinya mengernyit dan matanya menyipit. Sebuah kata kemudian terlontar dari bibir mungilnya "Siapa Aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Patah dan Hati
General FictionMasih dalam tahap melupakan. Namun kenangan, adalah hal yang dicamkan ingatan. Sepersekian persen peluang untuk menghilang. Maka sebelum hari esok datang, tenggelamkanlah segala harapan. karena sepertinya aku memang ditakdirkan tuk menghilang. ~Hati...