Hujan

18.4K 1.1K 10
                                    

Sagara pov

Shafa Wijaya, melihat wajahnya aku langsung mengingat tante Tita istrinya om Tian.

Entahlah sudah berapa lama aku tidak bertemu dengan Tante Tita, hanya Om Tian yg masih sesekali datang ke rumah Ayah.

Dan akupun sudah tidak pernah melihat anak om Tian, karena sejak umurku 2tahun Ayah dan Om Tian berbeda tempat tugas. Om Tian pun tidak pernah menceritakan tentang keluarganya.

Shafa, Ibu Guru cantik yg mencuri perhatianku dengan tingkah masamnya, memandangku penuh ketidaksukaan seakan aku adalah bakteri, berkata ketus saat bersua denganku adalah kewajiban. Berbeda dengan kebanyakan perempuan yg curi curi perhatian terhadapku. Entahlah, mereka tertarik padaku atau sekedar seragamku.

Tapi tidak tahu bagaimana, semua sikap ketusnya terhadapku tidak sedikitpun mengurangi rasa tertarikku padanya.

Mata coklatnya seakan menarikku agar melekat memandangnya, perempuan pintar yg menarik perhatianku tanpa bersusah payah.

Memandangnya dari kejauhan menjadi keseharianku sekarang, yg membuatku bersemangat menyambangi SMK disela sela kegiatan Batalyon.

Dan untuk pertamakalinya, Ibu Guru cantik ini mendatangiku saat aku akan menghukum beberapa murid bengal. Berbicara denganku tanpa nada kesal dan ketus.

Dapat kulihat raut takutnya diwajah cantik itu, kurasakan lengannya menegang saat aku mencekalnya. Aku hanya ingin dia mempertanggung jawabkan permintaanya.

Mungkin wajar jika sebagai guru dia juga turut andil menghukum murid nakalnya.

Dengan penasaran aku mengikutinya,,kuberi isyarat para murid yg telah selesai mendengar wejangannya agar diam melihat kehadiranku.

Hilang sudah rasa maluku, bagaimana jika ada yg tahu jika seoang Danton sepertiku menguping, sungguh tidak elit. Tapi bagaimana lagi, aku sungguh penasaran.

Dan terjawab sudah pertanyaan yg selalu muncul dikepalaku, menjawab kenapa dia tidak menyukaiku, menghindar dan selalu kesal tanpa sebab jika melihatku.

Semua penyebabnya adalah seragamku ini, luka tak kasat mata yg membuatnya kehilangan hangatnya keluarga, keluarga seperti apa yg dimiliki Ibu Guru cantik itu ? Hingga membuatnya seanti pati ini.

Bukankah aku juga dibesarkan dikeluarga militer dan aku sama sekali tidak terbebani.
Tapi melihat gurat sedih yg terpahat diwajahnya membuatku ikut trenyuh.

Pergi bertugas, menunaikan panggilan negara, sedikit waktu keluarga merupakan hal yg lumrah untukku. Bahkan aku dari kecil sudah dicecar dengan latihan tembak dah beladiri. Membuatku bosan setengah mati, tapi melihat wajah bangga Mama saat menjemput Ayah pulang bertugas atau melihat Ayah gagah dengan seragamnya menggendongku saat aku turut menjemputnya membuatku ingin mengikuti jejaknya.

Tanpa aku dan Ayah sadari, beliau telah menanamkan cinta tanah air. Menempatkan negara segara prioritas, dan kini aku tertarik dengan seorang yg terluka karena tugas dari Ibu Pertiwi. Seorang yg tidak mengharapkan seorang sepertiku.

_____________________________________

Hari terus bergulir, semenjak aku tahu akan ketidaksukaan Shafa terhadapku aku inisiatif menghindarinya. Jika dia berlari dari keluarganya yg sepertiku maka lebih baik aku menjauh bukan.

Setidaknya aku mendapat sedikit amal baik karena tidak membuat orang kesal.

Entahlah, aku sendiri bingung dengan diriku, aku bahkan nyaris tidak mengenalnya, hanya sebatas nama dan bahkan tidak pernah berbincang, tapi melihatnya terluka membuatku ikut merasakan sakitnya.

Memandangnya dari kejauhan cukuplah mengobati rasa rinduku, Rindu ?? Iya Rindu, aku bahkan nyaris gila karena Wajah ibu guru itu terus berputar putar dikepalaku, membuatku pening sendiri.

Dan sore ini aku mendapatkannya, berdiri sendirian di lorong ruang guru, tersenyum sambil memainkan air yg menetes ditelapak tangannya.

Hujan rintik yg mengurungkan niatku untuk kembali ke asrama membuatku mendapatkan pemandangan langka ini.

Bolehkah waktu berhenti sejenak, agar senyumnya itu dapat kunikmati untuk sesaat.

Perlahan aku berjalan mendekatinya, mungkin karena derap langkah sepatuku yg berat membuatnya menoleh kearahku.

Seperti yg kuduga, senyuman itu langsung hilang seakan tidak pernah ada, terganti dengan raut wajah kesal.

"Ooohh ayolah Bu Guru, jangan kesal terus, nggak capek apa ?" Kataku sambil turut berdiri disampingnya. Kecil sekali Bu Guru ini jika brdiri di sebelahku.

Mata coklat itu mendelik kesal, tapi kulihat dia menghembuskan nafas berat dan beranjak ke kursi di lorong, menghadap ke halaman yg basah karena hujan, terlihat karena malam sudah mulai datang menggantikan senja yg hanya sebentar.

"Kenapa masih disini ?" Haaaa, serius dia bertanya padaku, kutolehkan kepalaku dibelakang, tidak ada siapa siapa."heeeh, saya itu ngomong sama situ Pak" katanya mulai kesal on mode.

Aku hanya menggaruk kepalaku yg tidak gatal, haha merasa salah tingkah karena salah kira. "Iya, mau balik hujann, Lha Bu Guru juga belum pulang,"

"Iya, ngerjain soal buat anak anak besok, mau pulang malah hujan"

Kami terdiam tanpa ada suara apapun, mata coklat yg menarik hatiku kini hanya menatap kosong di depan.

"Bu Shafa, kelihatannya benci banget sama saya"benar benar mulutku ini tidak bisa dikontrol, dan benar saja muka masam kembali, menatapku jengkel.

"Iya, makanya jangan deket deket saya" huuuhhh ketus sekali.

"Kan nggak kenal kenapa benci Bu, kenali saya dulu Bu, baru mutusin buat benci apa nggak" usulan macam apa yg aku sarankan ini, aku sendiri juga bingung dengan kerja otakku ini, kemana hilangnya semua akalku.

"Boleh, jika saya bertemu dengan Pak Saga diluar tanpa seragam saya akan mencoba berteman"

Aku sampai melongo memdengar jawaban Bu Guru cantik barusan, benarkah dia mengiyakan usul konyolku ini.

"Beneran Bu ?"

Bukannya menjawab Bu Shafa malah pergi menjauh, berjalan pulang menyambut hujan yg masih menitik kecil, tak apalah tanpa jawaban, bukannya diamnya wanita adalah iya.

Kuperhatikan punggung mungil itu yg menjauh, tak menyangka jika tertarik padamu membuatku sebahagia ini, kulirik seragam PDLku yg masih melekat.

Seragam oh Seragam, kebanggaanku, yang kuperjuangkan kini menjadi masalah dan halangan.

Kenallah aku dulu, ketahuilah pribadu dan sifatku dulu Ibu Guru, kesampingkanlah Seragam dan profesiku, terlalu cepatkah jika aku mengatakkan aku ingin mengenalmu.

Tbc

Alur lambat, dimohon bersabar.
Anak ku lagi sakit dan suami diluarkota nggak bisa pulang.
Huuuuh syedihnya.

Mr. Loreng Untuk Shafa, Lettu Sagara. Tersedia Di E-bookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang