👑👑👑
Suara riuh dari area lapangan di depan sana itu terdengar. Menciptakan suasana yang ramai, membahagiakan.
Iya, membahagiakan. Sangat.
Hanya saja sayang sekali. Euphoria yang terjadi di depan sana tidak sampai disini. Padahal, Lyra memperhatikannya dari awal sampai akhir tapi ia tidak merasakan apapun.
Semuanya masih sama. Suasana hati Lyra masih semendung itu, setidak nyaman itu padahal ia sudah mengusahakan mencari tempat duduk yang tidak terjangkau panasnya matahari dan jauh dari banyak orang.
Sayangnya ini bukan soal tempat duduk.
Tapi, dia.
Dia yang Lyra temukan kehadirannya ditunggu. Dia yang dikerumuni banyak orang. Dan dia yang Lyra tahu memang di puja oleh semua orang karena kebaikan-kebaikan yang dia punya.
Ah, kebaikan, ya?
Tangan Lyra terkepal. Ada amarah di kedua mata bulatnya yang menyorot sendu.
Lihatlah. Dia yang di depan sana bahkan kini dengan percaya diri menerima sebuah buket bunga lalu menebar senyum bak malaikat yang membuatnya seolah tidak memiliki salah.
Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa ternyata ada orang seperti dia?
Lyra memejamkan mata, ia memijit kepala. Suasana hatinya belum membaik tapi kenapa sekarang kepalanya ikutan sakit?
"Lyra."
Lyra langsung menoleh ke arah sumber suara, dimana dua cowok yang Lyra tebak sebagai kakak kelasnya itu berdiri saling dorong. Seolah berebut siapa yang lebih dulu bisa berbicara dengannya.
Lyra bangkit dari duduk.
Mereka tidak akan berhenti jika Lyra tidak lebih dulu bersuara.
"Ada yang bisa aku bantu, Kak?" Benar saja, setelah Lyra bertanya kedua cowok itu kompak menoleh kemudian sama-sama mengulurkan sebuah bingkisan berupa bunga dan coklat.
Mereka terlihat gugup padahal Lyra tidak melakukan apapun.
Lyra sempat memperhatikan sekitar, memastikan jika ia tidak menjadi tontonan.
Suasana cukup sepi, berarti Lyra aman.
Baiklah.
Lyra tersenyum sopan. "Ini apa ya, Kak?"
Astaga. Lyra memang tidak pernah mau belajar dari pengalaman.
Dari sekian banyak pertanyaan, Lyra malah menanyakan pertanyaan paling bodoh. Ia jelas sudah bisa melihatnya sendiri.
Itu bunga dan coklat.
"Makasih, Kak."
Lyra selalu diajarkan untuk menghargai pemberian orang lain. Ia selalu menerimanya meski seperti yang sudah-sudah, akan ada kesalahpahaman juga ajakan yang diungkapkan dan ia harus memutar otak. Memikirkan bagaimana cara menolak yang tidak menyinggung ataupun menyakiti perasaan siapapun.
"Oh iya, Lyra. Aku tahu kamu udah punya pacar-"
Ah, iya.
Benar.
Seharusnya hal itu sudah lebih dari cukup untuk membuat mereka mundur.
Masalahnya karakter setiap orang berbeda-beda.
Ini akan sulit.
"Tapi boleh nggak kalo-"
Lyra menahan nafas. Ia belum memikirkan alasan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artificial Love [REVISI]
Fanfiction[PRIVAT] [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Tidak akan ada orang yang percaya, jika kata kamu-saya seburuk itu. Meski fakta sekalipun."