Pertama

10 4 0
                                    

Happy Reading

Seorang perempuan yang memakai dress putih dengan rambut digerai duduk di depan teras kamarnya sambil membaca buku yang sangat tebal, datang seorang perempuan berbaju maid berjalan kearahnya, "Nona, sudah waktunya makan siang. Tuan juga sudah pulang dan menunggu anda di ruang makan," kata pelayan itu. Perempuan itu menutup buku yang dia baca dan berdiri, lalu berkata "sudah saatnnya ya," perempuan itu dan pelayannya menuju ke ruang makan. Ternyata disana seorang lelaki yang lumayan tua sedang duduk, sedangkan perempuan itu berdiri di depannya.

"Duduk," suruh laki-laki itu. Laki-laki itu adalah Hendrik Adriana Rizki, salah satu orang terkaya yang sangat terkenal dan ayah dari perempuan itu.

"Sebelum itu, Aku punya permintaan untuk Papa," kata perempuan itu.

"Permintaan?" tanya Hendrik.

"Aku ingin sekolah," jawab perempuan itu dengan serius, tapi raut wajah Hendrik seperti cuma bercanda.

"Bukannya kamu sudah sekolah walaupun dirumah?" tanya lagi Hendrik.

"Tapi aku mau sekolah seperti orang lain sekolah," jawab perempuan itu dengan wajah sedikit takut. Hendrik mengambil gelas berisi wine.

"Ngapain kamu sekolah, bukannya kamu udah pinter. Lagipula kalo kamu sekolah pasti ingin mendapat teman kan? Kalo soal itu papa bisa carikan kamu teman," Hendrik pun meminum winenya, sedangkan perempuan itu hanya menggigit bibir.

"Aku udah capek belasan tahun di rumah gak pernah keluar, ratusan buku yang ada dirumah udah kubaca ratusan kali sampe bikin aku bosen. Walaupun papa setiap hari selalu menyuruh orang menambah buku baru bikn aku muak. Aku mau ke dunia luar! Kenapa aku gak boleh keluar rumah? Karna penerus perusahaan papa itu aku? Aku udah dewasa, bukan anak kecil lagi. Biarkan aku menikmati masa-masaku saat ini!" perempuan itu mengeluarkan perasaan yang sangat ingin disampaikan. Akhirnya ucapannya ini membuat Hendrik terkejut bahwa anaknya akan berkata seperti itu. Hendrik pun tersenyum dan menaruh gelasnya.

"Kalo kamu sangat ingin akan papa kabulkan, karna kamu satu-satunya anak papa," perempuan itu tersedu dengan jawaban Hendrik dan duduk untuk makan siang.

Biasanya makan malam dengan penuh kehangatan, tetapi ini dengan penuh kesunyian. Di tengah-tengah kesunyian, perempuan itu ingin mulai berbicara tetapi dia sedikit takut. Setiap ingin mulai berbicara malah tidak jadi sampai berulang kali. Hendrik yang melirik ke anaknya.

"Ada apa, Rifa?" tanya Hendrik.

"Pa, kalo aku sekolah boleh gak kalo namanya diganti bukan namaku?" tanya balik Rifa dengan penuh kegugupan.

"Emang kenapa? Bukannya bagus kalo pake namamu sendiri?" jawab Hendrik keheranan.

"Masalahnya aku gak mau identitasku ada yang tahu, lagipula semua orang udah tahu namaku tapi belum tau wajah ku. Jadikan lebih seru," ucap Rifa.

"Emang kamu mau pake nama apa?" tanya Hendrik.

"Riska Arisa Putri," jawab Rifa.

"Kalo itu yang kamu mau, nanti selesai makan siang Papa akan memberitahu Claude untuk mendaftarkanmu ke sekolah," seru Hendrik. Wajahnya berubah makin senang.

"Makasih, pa," seru Rifa. Saat selesai makan, Rifa pergi ke kamarnya bersama pelayannya dengan wajahnya yang senang dan berbaring dikasur, "aku gak sabar keluar rumah, Rita," lanjut Rifa sambil meluk guling.

Sejak Rifa berumur lima tahun, dia tidak pernah keluar rumah karena ada berbagai alasan. Selama 12 tahun, Rifa belajar dan membaca. Membaca sudah jadi hobinya bisa dibilang sebagai pelariannya, di rumah yang besar terdapat perpustakaan yang luas di sana terdapat ribuan buku dan meluangkan waktunya untuk membaca. Rifa, anak satu-satunya Hendrik yang akan jadi pewaris selanjutnya dan menanggung bebannya seberapa berat beban itu. Pemintaan Rifa minta baru terpikirkan satu bulan yang lalu, yang tiba-tiba ingin dilakukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rifa✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang