Lembar pembuka

12 0 0
                                    

14 Januari 2014

Tidak boleh terlambat!

Sama sekali tidak boleh!

Aku bergegas cepat menuju ke Palembang Square mall. Salah satu mall terbesar di kota Palembang ini. Aku membuka-buka buku berkover sebuah cangkir yang amat cantik. Ya, itu adalah novel karanganku. Sebuah karangan novel yang kutulis 2012 silam dan kini telah diterbitkan. Dan kini, dengan amat bangga di hari ini aku akan mengadakan launching bukuku. Buku Kelima. Yang terbit di penerbit bonafide. Meski, aku merasa masih banyak kekurangan dalam novel yang kutulis ini. Tapi, aku tetap berharap tulisanku tetap diterima pembaca. Selama ini aku hanya mendapatkan respon pembaca dari chat Fb yang menyatakan mereka puas seteah baca karyaku sebelumnya. Ada juga yang memberi semangat untuk berkarya lebih banyak lagi. Dan selama ini, semua sambutan amat positif. Dan aku tetap berkeinginan untuk menjadi seorang penulis sebagai mata pencaharian.

Ya, mau bekerja apa, di jaman serba sulit begini. Hanya menulislah yang bisa kulakukan, seraya aku melamar kerja sana sini. Beruntung, novel-novel yang aku tulis di ACC penerbit, sehingga aku mendapatkan honor dan aku akhirnya dapat bertahan hidup hingga sekarang.

Dan kini, pertanyaannya? Bisakah aku hidup dari menulis.

Bisakah?

Aku tetap mencobanya.

Terus mencoba. Sampai titik darah yang penghabisan.

Aku telah berjuang dari kelas 3 SMA. Di saat itu aku telah bekerja keras untuk bisa lulus sekolah. Dengan derai air mata dan darah. Lalu, kenapa sekarang ini aku seakan menyerah.

Tidak! aku tidak akan menyerah

Aku mulai memasuki mall yang penuh sesak. Di sebuah toko buku besar negeri ini, Beberapa banner telah terpasang. Terpampang wajahku disana, berikut sebuah buku karanganku. Sebulan sebelumnya aku memang meminta kepada penerbit untuk mengadakan launching bukuku demi memperkenalkan karyaku. Alhamdulillah, penerbit setuju dan mengurus semuanya.

Kini, setelah menjadi seorang penulis, apakah kini hidupku menjadi terasa lebih mudah?

Ternyata tidak!

Aku tetap masih berjuang. Mengumpulkan pembaca yang mau benar-benar merelakan uangnya untuk membeli karyaku.

Dan tiba-tiba aku teringat akan masa-masa pahit 14 tahun lalu, dimana saat itu aku masih remaja. Umurku masih sangat belia tapi aku harus tetap bertahan hidup. Sungguh pedih. Dan apakah kau mau mendengar kisahku itu?

Baiklah, aku akan bercerita.

Ceritanya bisa kita mulai dari sekarang.


Pelangi Esok hariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang