1. Tiga Dimensi

86 4 0
                                    

-Hidup ini bukan soal pilihannya, tapi bagaimana cara kita untuk memilih pilihan yang tepat-

"Tuan muda, makanan telah siap. Anda sudah ditunggu oleh Tuan dan Nyonya di ruang makan" ucap wanita paruh baya yang mengenakan seragam merah kuning. Pakaian pembantu.

"Baik bibi El, saya akan segera kesana" sambut seorang bocah berusia tujuh tahun yang di panggil dengan sebutan tuan muda tadi. Dia mengenakan kaos biru tua dengan garis putih ditengahnya, beserta celana yang senada dengan warna bajunya. Bola matanya yang hitam mempesona tampak berbinar, menambah kesan lucu di wajahnya yang menggemaskan.

Anak itu setengah berlari menuju ruang makan. Semangat terpancar cerah dari muka lucunya. Akhirnya setelah berminggu-minggu makan sendirian, dia dapat makan bersama Ayah dan Ibunya kembali.

"Hati-hati Fazi!" wanita yang duduk di kursi makan itu membesarkan matanya. Memperingatkan. Yang ditegur malah tersenyum tidak peduli. Kembali menaiki kursi yang tingginya sebahunya.

Makan malam itu terasa lebih spesial. Sebab Ayah dan Ibu Fazi ikut serta. Sungguh sangat jarang hal ini terjadi

Ayah Fazi seorang CEO perusahaan teknologi raksasa yang mendominasi seluruh alat elektronik di berbagai negara. Sedangkan Ibunya adalah kepala keuangan dari perusahaan ayahnya. Mereka sangat sibuk mengurus bisnisnya hingga tak jarang tidak pulang selama sebulan penuh

"Bagaimana sekolahmu Zi?" Ayahnya membuka pertanyaan yang selalu biasa dilontarkannya pertama kali. Membahas sekolah.

"Biasa yah. Peringat sepuluh lagi".

"Astaga Fazi. Kamu masih melakukan kebiasaan itu lagi?" Fazi hanya tersenyum mendengarnya. Memberi keterangan bahwa jawabannya "Iya".

"Puh.. Ayah tau bahwa ranking itu tidak penting. Tapi, apakah kau tidak tertarik kembali merasakan peringkat satu lagi?" Fazi kembali tersenyum, melanjutkan makannya. Tidak tertarik.

Sebenarnya, jika saja Fazi ingin. Dia bisa meraih peringkat satu terus-menerus . Tapi dia kasihan melihat sembilan orang temannya yang belajar mati-matian untuk meraih peringkat sepuluh besar. Sedang dia besoknya ujian saja malamnya sibuk melakukan eksperimen ini-itu miliknya. Tidak peduli dengan seramnya ujian sekolah.

"Ah iya! Ayah punya hadiah buat kamu" ayahnya berseru. Fazi pun antusias. Tidak sabar akan hadiahnya

Ayahnya mengetuk pelan layar di meja makan. sebuah robot terbang datang. Menyerahkan sebuah kota kayu yang telah usang.

"Ayah mendapatkan ini dari perpustakaan pusat kota. Pengelolanya hampir saja membuang kotak ini. Ayah menghentikannya. Menawar harga untuk kotak ini. ini bisa jad koleksi yang amat berharga" Mata Fazi tampak bercahaya. Semangatnya melunjak naik.

"kalau kau mau ambillah!" lanjut ayahnya. Tanpa pikir panjang Fazi meraih kotak itu, Membawanya ke kamar. Tidak peduli dengan makan malamnya yang belum habis.

pintu kamar membuka otomatis saat mengenali Fazi. Fazi mengangkat kotak itu ke atas tempat tidurnya. kemudia dia membukanya.

debu berterbangan, membuat Fazi terbatuk kecil. Kotak itu telah terbuka. Betapa bingungnya Fazi menatap isinya.

Isi kotak itu adalah delapan tumpuk buku. Benda kuno yang hampir tidak tersisa lagi.

Fazi mengambil buku di tumpukan teratas. menatap sampulnya yang sudah teramat usang. "Ensiklopedia Tumbuhan" tertulis besar-besar ditengah sampul. Fazi memicingkan matanya. Tidak tertarik. Dia sudah hafal semua hal tentang tumbuhan sejak umur lima lima tahun, Buat apa lagi dia membacanya?

Fazi membuka sembarang halamannya . alangkah terkejutnya dia.

buku itu kemudian bersinar terang. amat menyilaukan. Huruf-hurufnya berhamburan, melayang begitu saja di udara. Gambar jamur yang semula terpampang di halaman buku menjelma menjadi proyeksi tiga dimensi dihadapan Fazi. Begitu juga huruf-huruf tadi. Berpilin menjadi gambar-gambar tiga dimensi. melukiskan teori-teori yang tertulis didalamnya.

Fazi menatapnya tidk berkedip. Bukan! Bukan buku itu yang istimewa. Fazi lah yang istimewa. Dia punya kemampuan spesial. Membuat halaman buku menjadi proyeksi tiga dimensi yang nyata. Saat dia menyentuh salah satu proyeksi jamur langka, seketika saat itu terdengar suara seperti kaca retak. "krak!" jamur itu menjadi nyata. Tergeletak di lantai kamar.

Dia memungut jamur itu. Menyentuhnya --Ini Asli. Bukan main terkejutny dia. mulai saat itu buku menjadi teman barunya. dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat-lihat berbagai halamannya hingga buku-buku itu habis terbaca dan meminta kepada orang tuanya untuk mencari buku lagi dengan jaringan orang tuanya yang luas. Terkesima dengan kemampuan barunya

sayangnya dia tidak sadar. Suatu saat kemampuan itulah yang justru membahayakan dunia. Menyeret kisah lama. Hal yang dianggap dongeng horor semata. Tapi itu masih lama. Masih cukup bagi Fazi untuk menyiapkan dirinya lebih matang untuk itu semua

"Fazi, habiskan dulu makan malammu!" ibunya berseru dari lorong rumah. Fazi menutup bukunya., Buru-buru kembali ke ruang makan. meninggalkan kamarnya. Lenggang

"Jamur dari mana Zi?" ucap ibunya bingung melihat jamur langka ditangan Fazi. Fazi hanya tersenyum. melemparkan jamur itu ke tempat sampah.

Kejadian itu sudah delapan tahun yang lalu. Sudah sangat lama. Namun, siapa sangka, Justru kejadian itulah awal dari rentetan kejadian yang akan merubah fazi, juga dunia.

Kutu BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang