Yuna harus bersyukur Dika mengajaknya ke tempat yang luar biasa indah ini.
Mana tahu Yuna kalau ada tempat seindah ini di tengah kota??
Yuna dan Dika sampai di atas sebuah bukit yang menghadap langsung dengan city-view.
Dika memarkirkan mobilnya dan mengeluarkan dua buah selimut tebal dari dalam mobilnya. Ia menggunakan selimut itu sebagai alas dan menggelarnya di atas kap mobilnya.
"Yun, sini!"
Yuna yang sedang sibuk mengagumi pemandangan di depannya lantas menoleh ke belakang dan mendapati Dika yang sudah duduk di atas kap mobilnya. Cowok itu menyuruhnya duduk di sampingnya.
"Eh, gak apa-apa? gue takut mobil lo lecet kena sepatu gueㅡ"
"Gak apa-apa, lagian ini mobil lama," ucap cowok itu santai.
Ya iya. Beli mobil enam bulan lalu dianggap sudah lama bagi keluarga Mahardika.
Tidak mau ambil pusing dan toh Dika sudah bilang tidak apa-apa, Yuna pun menaiki kap mobil itu, dibantu Dika yang mengulurkan tangannya.
"Nah, gimana menurut lo? Gue nyulik lo ke tempat yang bagus, kan?"
Yuna mengangguk antusias.
"Iya! Gila ini sih bagus banget! Gue baru tau ada tempat bagus kek gini,"
Dika mengangkat bahunya, "Gue udah lama tau sih sama tempat ini, dan kayaknya cuma gue yang tau?"
Yuna meninju pelan lengan Dika, "kok lo gak ngajak-ngajak sih ke tempat beginian??"
"Ya kan lo ada pacar," Sahut Dika datar, "Bisa-bisa gue ditikam Gavin sama temen-temennya kalau ngajak lo jalan,"
Keduanya lalu terdiam sambil memandangi pemandangan di depan mereka.
Dika diam-diam memandangi Yuna yang masih sibuk menatap pemandangan di depannya. Senyum Yuna tidak pernah luntur sejak tadi dan Dika sangat bersyukur bisa melihat senyumannya dari jarak dekat.
Yuna lalu memeluk tubuhnya sendiri. Ia kedinginan. Jika ia tahu akan kesini malam-malam, ia pasti akan memakai pakaian yang lebih hangat.
Sekarang Yuna cuma pakai sweatshirt dan celana jeans hitam. Pokoknya style pakaian Yuna gak ada cewek-ceweknya sama sekali.
Yuna sedikit tersentak saat ia merasakan ada sesuatu menutupi punggung dan bahunya.
Itu Dika. Ia membagi selimut tebalnya dengan Yuna.
"Kedinginan, kan?"
Dika merapatkan selimutnya dan secara otomatis bahu mereka pun saling menempel. Yuna merasa hangat, tidak hanya di tubuhnya, tapi menjalar hingga ke wajahnya.
Dekat-dekat Dika ternyata bukan hal bagus!
"Eh, iya, makasih udah mau bagi selimutnya sama gue,"
"No probㅡ"
Yuna menundukkan kepalanya saat angin malam tiba-tiba menerbangkan helaian rambut panjangnya yang sengaja digerai.
dan itu berhasil membuat Dika terpaku sesaat.
"Ih anginnya tiba-tiba,"
Cowok itu menatap teduh Yuna, lalu berujar satu hal yang semakin membuat Yuna hendak mengubur dirinya hidup-hidup.
"Gapapa. Makasih buat angin. Dia bikin lo makin cantik kayak tadi,"
Yuna menoleh ke arah Dika dengan ragu. Ia berusaha menahan senyumnya, tapi gagal.