Jejak Ingatan

9 1 0
                                    

"Aku tutup ya. Terima kasih untuk satu tahunnya dan segala kenangan yang kamu berikan."

Tut, tut.

Aku menghela napas. Ingatan sebulan yang lalu kembali lagi. Dimana dia dan segala kemuakkannya mulai nampak dipermukaan.

Huft, jadi mulai dari hari ini aku resmi kembali sendiri. Aku masih belum menangis. Karena aku dan dia untungnya berpisah dengan baik-baik.

Tapi kata kawanku, tidak ada perpisahan yang baik-baik. Aku sih tidak percaya. Buktinya aku masih baik-baik saja.

Setelah diskusi panjang dengan dia, dengan akhir yang telah diputuskan, ternyata cukup membuat batin lelah. Aku memutuskan untuk tidur dan mengistirahatkan segala pikiran.
Tapi waktu rasanya tidak mau kompromi. Karena seperti baru saja memejamkan mata, pagi telah datang lagi.

Ah, aku harus mengabari dia kalau sudah bangun. Aku mengambil ponsel dan membuka ruang obrolan dengannya. Yang pertama kali kulihat adalah jejak telpon selama dua jam dengannya.

Aku merenung. Oh iya, kan kita sudah berpisah.

Aku menatap kamarku yang sunyi. Mungkin aku harus jalan-jalan untuk menenangkan pikiranku lagi. Yap, aku akan pergi ke kota.

Saat aku di taman kota, aku jadi ingat kalau aku pernah membeli es krim di sini bersamanya sambil mengobrolkan banyak hal. Jadi aku memutuskan untuk pergi ke pantai.

Di pantai aku ingat kalau aku dengannya pernah duduk berdua sambil menunggu matahari tenggalam, dan tangan kita yang saling menggenggam. Tidak luput es kelapa menjadi penyempurna di antara kita. Jadi aku lanjut pergi ke bioskop. Aku ingin menonton film kesukaanku.

Tapi saat sudah sampai di dalam studio bioskop, aku baru ingat kalau kita berdua pernah ada di sini. Menonton film kesukaan kita. Saat itu kita pikir obrolan di antara kita lebih menarik dari pada film yang sedang tayang. Jadi aku pergi lagi saat film sedang tayang dan memutuskan untuk pergi ke taman bermain.

Sesampainya di sana aku malah takut. Soalnya aku jadi ingat lagi kalau kita pernah bermain di sini sama-sama. Naik rollercoaster, naik bianglala, naik komedi putar, dan naik permainan lainnya. Tapi yang paling kuingat adalah obrolan di antara kita berdua ditemani gula kapas sebagai cemilan di atas puncak bianglala. Ah, aku harus pulang segera.

Tapi, di rumah, aku ingat lagi. Di rumahku sendiri, aku bahkan ingat kalau dia pernah berada di sini. Dengan senyuman manisnya sambil meminum secangkir teh. Kita bicarakan apa saja yang lewat di dalam pikiran sambil memperhatikan orang-orang lalu lalang dari teras rumahku.

Sudah cukup, aku lelah. Aku akan masuk ke kamar, satu-satunya tempat yang tak pernah ada jejak dirinya di sana, kecuali ingatan bahwa aku dan dia benar-benar telah berakhir.

Ah, kawanku ternyata benar. Memang tidak pernah ada perpisahan yang baik-baik saja. Untukku pun tangis tetap menguar di udara. Sekeras-kerasnya tangisan, sedalam-dalamnya kehilangan, dan sesedih-sedihnya perpisahan.

***
Holaaaaaaaa.

Athenalympus,
10-04-2019

Jejak IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang