Aku membuka mataku, tapi memang aku tidak memiliki kelopak mata sekarang, dan aku melayang, badanku hilang dan tidak memiliki berat. Aku melihat sekelilingku. Semuanya memiliki warna dan angin-angin membelalakkan matanya menatapku, aku tersenyum kepada mereka. Aku melesat ke langit dan itu semua mudah, kemudian aku melihat kedua temanku masih jatuh, sedih sekali.
Aku menyusul mereka dengan kekuatan angin yang agak-agak menghambatku karena mereka terus menerus membuatku melayang. Kulebarkan tanganku, tetapi aku tidak punya tangan, hanya angin yang besar sekali.
Akhirnya aku sampai di bawah teman-temanku dan mengangkat tubuh mereka dengan tangan anginku yang tembus pandang, lalu terbang perlahan.
Aku membawa mereka ke sebuah pantai, yang aku tidak tau dimana, yang jelas aku dapat menurunkan mereka. Tanganku kembali ringan, dan aku ingin terbang lagi, tetapi Rhea dan Noe sepertinya ingin muntah karena masuk angin.
Jadi aku pergi ke daratan dan mencoba memakai emosiku untuk memenuhi tubuhku dengan daging dan segala hal yang dimiliki manusia. Seketika tubuhku menjadi semakin berat dan aku mengantuk. Kakiku tidak sanggup melangkah, tubuh ini berat sekali, dan lumayan memiliki bau daging aneh. Astaga, aku sepertinya lebih suka menjadi angin.
"Kalian baik-baik saja?" tepat setelah pertanyaan itu terlontar, Noe jatuh tertidur, sepertinya dia pingsan, tetapi masih membuka matanya, dia mengangkat tangannya dan muntah. Rhea juga kelihatan mabuk angin, tetapi dia tidak terlihat terlalu sakit seperti Noe.
"Terima kasih, Jayden. Tapi dimana kita sekarang?" Rhea berkata sambil melihat jam tangannya, mungkin sekarang sudah petang. Aku mulai melangkah dengan kaki berat dan badan bau peternakan ini dan memperhatikan Noe mengubur muntahnya di dalam pasir. Siapapun anak beruntung yang menyukai istana pasir pasti akan trauma jika melihat sikapnya, memprihatinkan.
Selain itu, aku tidak tahu keberadaan pasti kita sekarang, hari yang pasti sudah siang menuju sore, dan yang lain masih butuh pertolongan kami.
"Mengapa keadaanmu tidak separah Noe?" aku bertanya kepada Rhea.
"Karena aku bisa berubah menjadi cahaya, mirip dengan angin tetapi aku bergerak lebih cepat—kau tahu kecepatan cahaya."
Mungkin dia mengejek, tetapi aku tidak terlalu memusingkannya. Aku menghampiri Noe dan menepuk punggungnya. Dia terlihat risau, dan mungkin masih pusing. Dia menatapku dengan malas dan mengangguk lalu menutup matanya.
"Pertama kali terbang, kawan. Kita harus bergerak cepat. Aku harus mengirim tanda bertanya pada Quinn tentang lokasi mereka, dan selagi menunggu mereka menjawab, ada baiknya kita menghabiskan waktu di pulau ini." Cukup melelahkan bagi sesorang yang sedang tidak enak badan.
Aku memandang lautan luas dan duduk di pasir (yang pasti bukan pasir kuburan muntah karya Noe). Angin menampar mukaku dengan ganas sehingga aku bertanya-tanya apakah itu adalah angin yang sama dengan angin yang aku lihat saat aku berubah tadi.
Rhea menghilang, Noe bilang dia menyelidiki posisi kita sekarang melalui kecepatan cahaya. Dan Noe pergi ke hutan untuk melakukan apapun yang dia tekadkan.
Aku mencoba berubah jadi angin dan kali ini berusaha lebih cepat dari sebelumnya. Aku rileks seperti tadi dan berubah menjadi ringan lagi, lalu aku terbang.
Nah, seperti yang aku bilang, aku tidak memiliki mata ketika menjadi angin. Aku melihat dunia dengan berbagai dimensi. Warna-warna jauh lebih jelas dan aku tidak bisa kelilipan. Melintasi seluruh pulau dengan angin adalah hal yang menyenangkan. Aku tidak mengerti, jika ayahku adalah angin, maka dia pasti benci menjadi manusia yang berbau daging (Sepertinya aku akan menjadi vegetarian akhir-akhir ini), dan tidak bisa bebas. Atau mungkin ayahku terjebak dalam raga manusia selama dia masih di bumi, sedih sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Other World
FantasyJayden, remaja 15 tahun yang kehilangan ayahnya, mencoba mencari ibunya. Namun dia dihadapkan pada pilihan-pilihan tak terduga dan membuatnya harus menyadari kekuatannya sendiri. Bersama dengan teman-temannya dia mengunjungi sebuah dunia lain dan m...