Surabaya, Jawa Timur, tahun 1991
Emma berjalan keluar kelas dengan santai. Memasang mimik wajah biasa saja, supaya tidak ada orang yang curiga. Memasukkan tangan kirinya di dalam saku rok pendeknya. Melihat sekeliling sambil bersiul.
Seseorang mendapati Emma, dan menyapanya. "Woy.. Emma! Kok metu(keluar) kelas? Bukannya hari ini ada UH ya !?" Tanya Desta. Emma biasa memanggilnya dengan panggilan Destakdes encringkiwiiww.
"Hah !? Ya Allah, bikin kaget ae sih destakdes ini !. Aku itu lagi mau ke toilet.. Kenapa? Mau bareng?"
"Ke toilet apa ke toilet.. ?" Desta mencoba menggoda Emma.
"Wes lah.. keburu jam UH habis." Emma berlarian kecil menuju toilet.
Toilet terletak di belakang sekolah. Lumayan, jauh dari kelas Emma. Emma sekarang duduk di kelas XI IPS 1. Sekelas dengan Bayu, Gori dan Zamir. Sedangkan Ery, anak yang memiliki IQ paling tinggi diantara mereka duduk di kelas XI IPA 5. Kelas IPA paling terakhir, tapi yang penting lebih pintar diantara mereka.
Emma memasuki toilet yang sedang sepi. Dikarenakan, kegiatan pembelajaran masih berlangsung. Emma masuk di salah satu toilet dan menutup pintu toilet tersebut.
Emma mulai merogoh sakunya untuk mengambil kertas contekan yang sudah ia tulis tadi malam. "Mana sih ini kertas!?" Emma merogoh saku rok nya juga. Dan ternyata "Hash.. sial. Ketinggalan di bawah kertas soal. Aduh, mati akuu... Kok bisa ketinggalan si Emmaaaa.!!" Ia mengoceh sendiri di dalam toilet. Menghentakkan kaki sambil menggosok-gosokan rambut.
Sementara itu di kelas..
Suasana di kelas sangat tenang. Semua anak sangat sibuk. Ada yang mengerjakan soal dengan serius, ada yang hanya memutar-mutar pensil, membolak-balikkan soal ujian, dan ada juga yang tidur.
Bu Marissa berkeliling mengamati dan mengawasi anak-anak. "Itu siapa yang tidur? Bangunin nak.." Bu Marissa melihat salah satu anak yang tertidur. "Ayo bangun.. jangan tidur!" Ucap nya.
Bu Marissa terus berkeliling hingga beliau menghentikan langkahnya di deretan ke empat. Tepat disebelah meja Emma. Bu Marissa membungkukkan badannya, lalu mengambil secarik kertas kecil tergeletak di lantai.
Tanpa pikir panjang, beliau langsung meraih kertas tersebut. Beliau berjalan kembali ke arah mejanya.
"Semuanya hentikan aktivitas kalian!" Bu Marissa mengeraskan suaranya.
Anak-anak pun sontak, memberhentikan kegiatan mereka masing-masing. Melihat raut muka Bu Marissa yang terlihat marah besar.
"Siapa yang berani menyontek!?" Tegas Bu Marissa.
Semua anak-anak hening dan hanya bisa menatap satu sama lain.
"Ngaku sekarang juga! Atau satu kelas remed!!" Ancam Bu Marissa.
Tidak ada yang berani menjawab. Beberapa dari mereka berbisik.
"Saya hitung satu sampai tiga. Sampai tidak ada yang mengaku. Nilai kalian nol!"
Ketus Bu Marissa. "Satu..... Saya tidak main-main! Duaa... Ti.." Belum selesai beliau bicara."Punya saya bu.. "
Semua mata tertuju padanya. Begitupun Bu Marissa, beliau mengernyitkan dahinya.
"Kertas itu punya saya bu.."
"Keluar kelas sekarang juga !" Bentak Bu Marissa.
Bayu melangkahkan kakinya lunglai ke luar kelas. Di ujung pintu, sudah ada Emma yang sedang ketakutan sambil menggigit jari. Bayu langsung merangkul Emma dan membawa Emma pergi.
Emma sontak kaget, melihat siapa yang keluar dari kelas, gara-gara ulahnya. Emma terus diam dalam rangkulan Bayu dan mengikuti arah kaki Bayu melangkah.
Bayu membawa Emma di sebuah taman belakang sekolah. Tempat ini sangat luas, banyak sekali bunga bermekaran disana. Rumput liar menumbuh tinggi dan pohon-pohon besar menambah kesan asri taman sekolah itu.
Bayu melepaskan rangkulannya dan menggandeng Emma mengajaknya untuk duduk di bawah pohon besar tersebut.
"Kali ini gue maafin! Sampai besok- besok buat contekan kayak gini lagi!?. Coba nekat tau gak sih lo!" Bayu memarahi Emma dengan tegas. Memandang Emma yang sedang menundukkan kelapa.
"Iya, maaf Bay. Tapi, kenapa lo nolongin gue?" Emma mendongakkan kepala. Melihat bola mata berwarna coklat pekat yang sedang melihatnya.
"Kalo gue gak nolongin lo!? Orang tua lo bakalan dipanggil dan ortu lo bakal marah besar. Gue heran ya, sama lo! Lo gak pernah mikir, apa hah!?. Jangan mikirin diri sendiri Ma.. dan jangan nyusahin orang lain!" Mata Bayu sendu.
"Iya, semua ini gue lakuin supaya gue gak dianggap remeh sama Zamir. Gue kesel! Sama dia udah rendahin gue! Lo gak tau kan? Gue sakit hati !" Emma membuang nafas.
"Lo kayak anak kecil aja! Kita sering kale, sindir-sindiran satu sama lain. Kita sering becandaan gak pake otak. Dan lo tau itu! Kenapa lo mesti kesel!?" Tanya Zamir yang tiba-tiba datang dengan Ery dan Gory.
"Ya, waktu itu lo nyebelin banget! Lo gak anggep gue sebagai perempuan, apa!?" Bentak Emma.
"Perempuan macam apa kayak gini!!" Zamir menyilangkan tangannya depan dada.
"Hashh...!!" Emma langsung menjambak rambut Zamir " gue tuh dari kemarin, pengen bejek-bejek lo tau enggak!"
"Aw..sakit Ma. Lepasin..!" Zamir memegangi rambutnya dan memutarkan badan agar bisa melepaskan cengkraman tangan Emma.
"Biar lo tau rasa!! Hash! Mati lo!" Tubuh mereka terus saja berputar.
Bayu, Ery, dan Gory hanya menatap kesal mereka berdua. Enggan untuk melerai keduanya. Emma dan Zamir sering bahkan selalu bertengkar gara-gara hal sepele. Alasannya hanya satu, Emma sakit hati.
Emma mudah tersinggung, jika ada yang mengejeknya.Taman pun, sekarang sedang ramai oleh siswa dan siswi yang sedang beristirahat. Ada yang berpacaran di bawah pohon besar, ada yang membaca buku sambil makan, ada yang menari-nari di tengah taman. Suasana sangat ramai dan indah ditambahnya dedaunan pohon yang tengah gugur.
"Gue traktir yok!?" Ajak Gory. Gory termasuk anak dari keluarga yang kaya diantara mereka berempat. Mereka kaya mendadak gara-gara ayahnya menang lotre beberapa tahun lalu. Dan nilainya sangatlah besar.
"Gasskeunnn !!" Ucap Ery.
Mereka berjalan sambil sesekali bercanda menuju kantin.
Next?
Di part selanjutnya yaa
Xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
The Relationship's Of 1991th
Teen FictionThe Relationship Of 1991th hadir untuk menghibur kalian semua... Kisah ini bermula dari persahabatan kelima remaja yang sudah tinggal sejak kecil di sebuah kampung desa di Surabaya, Jawa Timur. Setelah beranjak dewasa, mereka mulailah mengenal arti...