Part 24🌷Answer

1.9K 204 14
                                    

Jiyoung mengusap jendela didalam kamarnya. Ia berusaha menyingkirkan embun yang menghalangi pemandangan diluar jendela. Ah, sudah musim dingin ya?

Dapat dihitung sudah dua bulan ia berada dirumah orang itu. Waktu yang berjalan seakan sangat lama baginya.

Selama itupula, Jiyoung berusaha mengatasi masalah kejiwaan yang dialami oleh Sehun. Meski, ia tak pernah diijinkan untuk keluar dari rumah ini tapi Jiyoung selalu punya cara untuk mendalami bagaimana menangani masalah gangguan kejiwaan yang dialami seseorang.

Jika disini membahas tentang kejiwaan, sebenarnya dirinya sendirilah yang perlu ditangani. Untungnya ia sudah dibantu oleh kenalan dokter kakaknya saat itu, Jadi dirinya yang sekarang tak terlalu merasa tertekan seperti dulu, bisa dibilang ia masih bisa berpikir jernih untuk berencana tidak membunuh dirinya seperti saat itu. Tidak seperti Sehun.

Sehun sangat berbeda dengannya. Pria itu memiliki kejiwaan yang cukup parah. Jiyoung bisa menyimpulkannya karena pria itu bisa sangat kejam dan lembut disaat bersamaan. Membuatnya harus selalu bersikap waspada terhadap pria bermaga Oh tersebut.

Ia sadar jika Sehun sendirian. Pria itu tak mempunyai orangtua. Lalu Nara yang seharusnya ada untuk Sehun sangat jarang ada dirumah. Kakaknya itu terlalu sibuk dengan bisnis keluarga yang mereka miliki. Sehun sendiri yang menceritakan hal itu kepadanya. Lalu pria itu juga menceritakan berbagai hal yang sebenarnya Jiyoung coba untuk ketahui. Yah. Untuk membantu menyembuhkan Sehun, ia butuh penyebab atas masalah kejiwaan Sehun bukan? Meski ia bukan Psikiater tapi ia harus tau akar dari masalah emosional yang dimiliki Sehun. Jiyoung masih mengingat dengan jelas apa yang Sehun ceritakan kepadanya selama berada disini.

"Ada dua musim yang sangat berarti dalam hidupku."

"Aku sangat menyukai musim dingin. Karena aku bisa melihat salju yang putih bersih, dia sepertinya masih mau menyambut kedatanganku dan saat aku memegang butirannya ditanganku terasa dingin dan indah disaat bersaman, aku sangat menyukai."

"Dan aku sangat membenci musim hujan karena mengingatkanku saat aku berusia lima tahun yang terus menunggu kedua orangtuaku membawakan gulali dihalte bus. Aku merasa senang saat mereka melambaikan tangan kearahku dengan senyum mengembang. Tapi semuanya terasa bagai mimpi saat disana, Dijalanan aspal itu. Aku menyaksikan kedua orangtuaku tertabrak oleh pengemudi yang mabuk."

"Bunyi nyaring dan suara tabrakan itu masih sangat teringat jelas dipikiranku."

"Aku membenci diriku."

"Aku terus menyalahkan diriku."

"Waktu terus berlalu, hingga aku dan nuna beranjak dewasa."

"Nuna melanjutkan bisnis keluarga dan sangat jarang pulang kerumah. Hal itu yang membuat aku semakin merasa kesepian. Rasanya sepi dan sangat menakutkan."

"Aku takut nuna tak pernah kembali ke Korea karena pekerjaannya. Aku yang merasa marah dan kesal kepadanya tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa terus menunggunya kembali."

"Bahkan untuk mengusir rasa kesepianku, saat aku sangat merindukan eomma dan appa. Aku pasti selalu pergi ke halte itu lagi. Menunggu mereka, dan selalu berharap mereka memberikan gulali itu kepadaku dengan pelukan hangat."

"Karena terus berharap hal itu menjadi kenyataan, aku terus menunggu mereka disana dan tak peduli dengan musim yang terus berganti."

"Bahkan saat musim hujan. Musim yang sangat kubenci pun, aku tetap menunggu kedatangan mereka."

"Jiyoung, kau tau? Kurasa aku tak membenci hujan lagi. Karena kau datang disaat aku merasakan kehangatan dari hatimu, aku merasa kau orang yang akan menggantikan mereka untuk selalu berada disisiku. Menghilangkan rasa kesepianku selama ini. Jadi, bisakah kau tak pernah pergi lagi dariku?"

Dear You•Sehun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang