"Asta pulang," ucap Asta sambil berjalan menuju dapur yang tak jauh dari ruang tamu. Mendengar suara putrinya, mami Asta menengok. "Kenapa suara kamu kayak orang bad mood gitu?" tanya mami Asta, Reiva Adinta, namun nihil jawaban dari Asta. Asta malah melanjutkan jalan.
Reiva segera meletakkan majalahnya ke meja dan mengikuti Asta.
"Tadi tante Nova bilang ketemu kamu di supermarket," ujar Reiva mencoba membuka pembicaraan. "Hm," sahut Asta yang tengah sibuk memasukkan barang belanjaannya tadi ke dalam kulkas.
Reiva menghembus nafas berat. Sebenarnya ada apa dengan putrinya.
"Tante Nova nggak cerita apa-apa mi?" tanya Asta. "Nggak tuh. Emangnya ada apa?" jawab Reiva. Asta hanya menghembus nafas lega setelah mendengar jawaban itu dari maminya.
"Nggak ada apa-apa kok. Asta mau tidur dulu. Capek nih, sudah malam juga," sahut Asta lalu berjalan menuju kamarnya.
Asta hanya tinggal berdua dengan maminya di sebuah rumah yang bisa dibilang cukup besar. Mereka tinggal di sebuah kompleks yang terletak tak jauh dari supermarket tempat biasa Asta membeli bahan kue.
* * *
"Belum tidur ma." Suara itu muncul ketika Alvin tiba di dapur. Ada Nova yang sedang membersihkan kulkas di sana. "Belum. Bersihin kulkas dulu. Kulkas sudah lama nggak dibersihin. Bi Inah kan baru balik ke sini bulan depan. Suaminya masih sakit," sahut Nova yang masih sibuk mengelap kulkas.
Alvin hanya melirik mamanya sebentar, lalu lanjut meneguk air yang baru saja ia tuang ke gelas. "Sudah jam sembilan ma. Besok nggak bisa ikut arisan loh," ucap Alvin. Nova hanya terkekeh pelan. "Mama yang arisan, kamu yang bingung."
Alvin juga hanya tinggal bersama mamanya, sama seperti Asta. Hanya ada tiga orang di rumah jikalau bi Inah, asisten rumah tangganya, tidak pulang ke kampung.
Papa Alvin memilih menikah lagi saat Alvin masih berusia empat tahu. Itu karena Nova dan suaminya sudah berbeda prinsip.
Alvin masih sering bertemu papanya. Mungkin sebulan sekali atau dua kali. Berbeda dengan Asta, papi Asta sudah tidak ada kabar sejak Asta masih berada dalam kandungan. Bahkan, sampai sekarang Asta tidak tahu wajah papinya karena memang dirahasiakan.
"Besok siang aku ketemu papa ya," ujar Alvin. "Iya. Ketemu aja," sahut Nova. "Kalau gitu, aku mau tidur dulu. Malam ma," pamitnya lalu kembali ke kamar tidurnya. "Malam Vin," sahut Nova.
* * *
07.15 a.m. Ruang tamu kamar Alvin benar-benar penuh dengan suara rumpian ibu-ibu.
"Kalau tahu gini, kemarin gue gak ingetin mama kalau pagi ini arisan," gumam Alvin yang masih tengkurap di atas kasurnya. Bahkan seluruh bagian tubuhnya masih tertutup selimut tebal. Ponsel Alvin tiba-tiba berdering. Ia langsung duduk dan menyambar ponsel yang tergeletak di nakas.
"Halo, apaan nyet?" ujar Alvin bertanya kepada orang yang menelfon di seberang sana.
"Futsal kuy, nanti pulang jam sebelas."
"Siap bos. OTW nih," sahutnya lalu memutuskan panggilan sepihak.
Alvin langsung saja berlari menuju almari untuk mengambil pakaian lalu ke kamar mandi untuk mandi, lalu bersiap menuju futsal court. Tempat yang hampir setiap harinya ia datangi.
Setelah hampir lima belas menit, Alvin selesai mandi. Ia keluar dengan jersey biru. Rambutnya juga masih basah teracak.
"Powerbank, knee pad, kaos kaki, sepatu," gumamnya sambil menata barang yang ia masukkan ke dalam tas.
"Oke, beres."
Alvin langsung saja menyambar ponsel dan kunci motor yang tergeletak di nakas lalu keluar dari kamar dengan memakai sandal jepit hitam kesayangannya.
"Mama," panggil Alvin. Kerumunan ibu-ibu yang sedang arisan itu langsung terdiam mendengar suara Alvin. Mereka semua menoleh. "Pagi tante-tante," sapa Alvin. Lalu diakhiri dengan senyum geli. 'Apaan sih gue alay,' pikirnya jijik pada apa yang barusan ia ucapkan. Padahal itu sopan.
"Sebentar ya sist," ujar Nova lalu menghampiri Alvin.
"Mau futsal lagi nih," tebak Nova.
"Iya ma."
"Katanya mau ketemu papa, apa nggak jadi?"
"Futsalnya cepat ma. Jadi masih sempat ketemu papa."
"Hati-hati kalau gitu. Jangan pulang malam!"
"Aku pergi dulu," pamitnya lalu beranjak pergi.
Alvin langsung saja menaikki sport bike dan memakai helm full face yang keduanya serba hitam.
* * *
"Lagi ada pesanan?" tanya Reiva, ia sedang berjalan mendekati Asta yang mengaduk adonan kue.
"Iya. Ada pesanan dua puluh muffin," jawab Asta tanpa mengalihkan konsentrasinya.
"Nanti sekitar jam tujuh malam, kamu temenin mami ketemuan sama sahabat mami ya," ujar Reiva.
Asta membeku. "Sahabat? Jangan - jangan itu tante Nova," pikir Asta panik.
"Oke deh, mami pergi dulu butik."
Asta hanya memandang datar kepergian Reiva.
Reiva seorang disainer. Ia memiliki butik yang berada di salah satu mall di Jakarta.
Hai.
Sampai di sini dulu.
Belum ada yang bikin greget. Sengaja.
Terima kasih yang sudah votes.
Semoga suka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Enemy! I Love You
Teen FictionPertemuan antara keduanya berakhir pertengkaran. Sampai-sampai keduanya tidak sudi untuk dipertemukan kembali. Lalu bagaimana jika keduanya harus bertemu kembali oleh karena kedua orang tua masing-masing? Anastasya Russell Kinardy dan Alvin Amarell...