《Tuhan Maha Gak Adil》

9 1 0
                                    

-METAMORFOSIS-
SANDEWA
.
.

"....kan lo yang bilang sendiri, cewek itu di jaga bukan di sakitin. Lo juga yang bilang, kalo cewek itu di lembutin bukan di kasarin.
Gue gak bisa jaga mereka semua dengan perasaan gue, tapi setidaknya gue bisa menghargai mereka dengan cara gue sendiri."
-Andra Wiratama-
.
.

Andra menepikan motornya, ponsel yang sejak tadi ia simpan di dalam saku jaketnya berdering. Lima panggilan tak terjawab dari Naray tertulis di layar ponselnya, dan sekarang nama Naray kembali menghiasi layar persegi panjang miliknya. Andra menghela nafas, ia tak berniat mengubris panggilan dari Naray tapi jika tidak segera dia angkat, adiknya itu akan mengganggunya. Lihat saja, enam panggilan berturut-turut masuk ke ponselnya sejak tadi.

"Halo?" Sapa Andra. Dan dalam hitungan ke tiga Andra menjauhkan ponsel dari kupingnya.

Satu

Dua

Tiga

"Abaaaaaanggg!!!" Teriak Naray dari seberang sana. Gadis itu seolah tidak peduli dengan keadaan kupingnya.

"Keterlaluan! Masa gue di tinggalin sih!"

"Awas aja, gue bakal ngadu sama mama!"

"Gak bakal gue biarin! Enak aja main ninggalin orang."

"Gimana kalau Naray di culik? Abang gak akan punya adek lucu lagi kayak gue! Gak akan pernah!"

"Balik! Jemput gue, gua gak mau naik gojek! Gak mau tau, pokoknya abang harus jemput gue!"

Cerocos Naray tanpa henti, untung dia sudah bisa memprediksi hal ini, jadi Andra sudah mempersiapkan diri. Dia bahkan menjauhkan ponselnya setengah meter darinya. Andra tiba-tiba mendapat ide, mungkin sepulang nanti ia harus mengusulkan pada papa mama nya untuk memasukkan Naray kembali ke dalam perut mamanya agar tidak secerewet ini.

"Kok diam?" Tanya Naray.

"Hallooo! Bang Andra, masih nafas kan di seberang sana?"

"Bang...."

"Masa iya gara-gara Inka abang jadi gak berani dateng ke sekolah gue sih? Gak gentle banget jadi abang!" Ejek Naray. Tadinya Andra masih berniat menyueki Naray, tapi setelah mendengar nama gadis itu, Andra membuka suara.

"Oh jadi nama makhluk aneh itu, Inka?" Tanya Andra santai.

Di seberang sana, Naray sudah membulatkan matanya mendengar pertanyaan dari Andra. "Lahaullawalakuatailabillah! Nyebut gue bang! Anak orang ngegangguin abang selama itu dan abang masih gak tau nama dia? Pantes aja anak orang mewek di ketek gue tadi."

"Gak beres! Abang gue udah gak beres!"

"Harus segera di lapor ke papa sama mama nih biar abang langsung di nikahi aja, biar kayak jaman Siti Nurbayah." Cerocos Naray tanpa henti, lalu tertawa geli membayangkan ekspresi wajah Andra saat ini.

"Hehehehe...."

"Berani ngatain abang?" Tanya Andra dengan nada dingin, Naray yang tengah asik tertawa seketika membungkam mulut. "Malam ini tidur di sekolah!"

"Ampun! Ampun! Gue berdosa bang, ampun! Sujud sahwi nih gue di sekolah." Mohon Naray agar Andra tidak benar-benar serius dengan ucapannya barusan.

"Ih abang jangan gitu, di sekolah udah gak ada orang."

"Bodoh." Jawab Andra cuek lalu mematikan ponselnya. Ia tidak benar-benar serius membiarkan Naray tinggal di sekolah. Segera setelah sambungan telponnya dengan Naray berakhir, Andra langsung memutar balik arah motornya menuju sekolah adiknya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

METAMORFOSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang