Prolog

4 0 0
                                    

Syabila Hanum, gadis cantik yang gemar mendengarkan musik dari stasiun radio itu mengenal seorang pria. Sebutlah dia Gamma Mahendra, seorang penyiar radio di kota mereka. Pria berpembawaan dewasa, tenang, dan tampan. Mereka saling kenal sejak Syabil, begitu biasanya gadis itu dipanggil, mengikuti meet and great yang diadakan oleh radio tempat si pria bekerja. Berawal dari saling tukar nomor telepon, saling menyapa, saling bercerita, lalu tercipta komunikasi yang cukup intens dari keduanya.

Pria perhatian dan pengertian bertemu dengan gadis manis yang lembut dan sopan. Yang kemudian rasa nyaman diantara keduanya, diam-diam membawa Syabil memiliki rasa dalam hening. Cinta dalam doa dan sepi. Sementara Gamma, entah rasa apa yang dimilikinya. Yang pasti dia menyayangi Syabil. Keduanya saling menyayangi selayaknya adik dan kakak--secara kasat mata, dibalik cinta yang diam-diam tumbuh kuat di hati Syabil khususnya.

Tak lama saling memendam rasa, di satu siang, sudut tempat cinta sang gadis dilanda hujan dan kegamangan. Gamma bercerita tentang gadis cantik seusianya yang juga rekan satu profesi di stasiun radio yang sama, menyatakan rasa cintanya. Gita Prameswari. Gamma dilema. Hubungan baik dengan rekan rasa saudara itu harus dijaga dengan baik. Baginya, persahabatan adalah hubungan yang sakral. Mau tidak mau Gamma menerima cinta Gita. Benar saja, cinta tumbuh karena biasa. Lama-lama Gamma pun menyayangi Gita. Sampai tiba hari-hari menjelang pernikahan keduanya. Dan tentu, ada ruang hati seorang gadis yang diam-diam isinya porak poranda.

***

"Langit cerah. Tapi sayang, Nona yang duduk ini sedang mendung," suara laki-laki terdengar dari balik gadis yang duduk di kursi taman, tepat di bawah sebuah pohon rindang di sebuah taman kota yang tak jauh dari masjid agung. Datang dengan langkah tenang sambil membenarkan kacamatanya.

"Sok tahu. Siapa juga yang sedang mendung," tampik si gadis tanpa memindahkan pandangan ke depan, kepada sekelompok anak-anak pengamen jalanan.

"Kau tahu, Nona. Sebuah penelitian mengatakan bahwa yang keluar dari mulut seorang perempuan akan berbanding terbalik dengan yang ada di hati saat dia sedang dilanda pilu." Si pria kini beralih duduk di samping si gadis. Gadis bernama Syabila Hanum yang sedari tadi duduk bergeming dengan sebuah undangan pernikahan bermotif indah di tangannya.

"Lagi-lagi kau sok tahu."

"Aku benar, Nona. Dan yang membuat hatimu tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja adalah undangan di tanganmu. Bukan begitu, Nona?"

"Josh, berhentilah. Kumohon, pergilah dari sini. Berhenti menggangguku. Lagian kau pasti tahu, perempuan duduk berdua dengan seorang pria yang bukan muhrimnya adalah dosa."

Usiran terang-terangan dari si gadis tak juga berhasil membuat si pria pergi. Justru si gadis dibuatnya berkerut kening oleh hal yang diperbuatnya. Pria bernama Joseph itu bersiul keras, memanggil anak-anak pengamen jalanan di depan mereka.

"Apa yang kau lakukan, Josh?"

"Biar kita tidak cuma berdua. Kalau mereka di sini, jadilah kita rame-rame. Nggak akan jadi dosa, 'kan, Nona?"

"Josh!" Si gadis menatap tajam pria di depannya.

"Kau mau mereka menyanyikan lagu apa, Nona? Oh, atau biar aku saja yang menyanyikan sebuah lagu untukmu, Nona manis."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Biarkan Cinta MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang