Alya tersenyum canggung.
"Tidak... aku baru di sini" Alya menjelaskan sambil menggerakkan tangannya. Mungkin Zahra bisa mengerti.
Zahra terlihat lebih tenang sekarang. Ternyata wanita ini bukan sekertarisnya Haris. Tapi kenapa sangat mirip. Zahra pun tersenyum lembut pada Alya. Alya kaget karena baru kali ini ia melihat Zahra tersenyum seperti itu. Biasanya Zahra selalu menampakkan wajah seram jika bertemu dengannya.
Gelap, semuanya terlihat gelap. Sama seperti saat aku bangun pertama kali. Saat aku bangun dan sadar kalau aku kehilangan penglihatanku. Sakit. Rasanya sakit sekali. Sakit ketika menerima kenyataan bahwa aku buta. Aku benar-benar kehilangan semuanya. Ibuku, pekerjaanku, teman-temanku, aku harus kehilangan mereka.
Tapi, semenjak Zahra datang semua yang sudah menghilang seperti kembali lagi. Rasanya semua kenangan yang dulu hilang sudah tergantikan dengan kehadiran Zahra. Ia membuatku bisa tersenyum seperti dulu, tertawa seperti dulu, dan merasakan hangatnya cinta seperti dulu. Jika tidak ada Zahra, mungkin aku sudah mengakhiri hidupku ini.
Suara piano yang buruk memekakan telinga dua orang yang ada di ruangan itu. Ya dua orang, karena yang satu lagi tidak bisa mendengar suara piano yang ia hasilkan. Seorang wanita yang duduk di samping Zahra memegang tangan Zahra dan menyuruh Zahr auntuk berhenti memainkan pianonya.
"Kau harus lebih lembut Zahra " Wanita itu menjelaskan pada Zahra dengan bahasa isyarat yang sudah di pelajarinya. Zahra memperhatikan Alya yang sedang bermain piano dengan sangat lembut. Setelah selesai melihat Herabermain piano, Zahra bertepuk tangan dengan keras. Alya tersenyum melihat muridnya yang sudah seminggu ini belajar bermain piano.
Mereka berdua sedang menghabiskan waktu di cafe sambil chatting satu sama lain. Belakangan ini Alya menggunakan aplikasi chatting untuk berkomunikasi dengan Zahra.
Alya : "Kenapa kau mau belajar piano? bahkan kau tidak tahu seperti apa suaranya"
Zahra: "Aku ingin memberikan Alif hadiah"
Alya: "Hadiah? Dia sedang ulang tahun?"
Zahra: "Tidak, 4 bulan lagi kami akan merayakan hari jadi pernikahan kami "
Alya tertegun sebentar melihat chatt dari Zahra.
Alya: "Oh... tapi kenapa harus piano?"
Zahra: "Karena Alif bisa mendengar kan tidak mungkin jika aku memberikan lukisan untuknya "
Romantis sekali. Seketika Alya ingin membuang jauh-jauh rencana pemisahan mereka yang ia buat bersama Haris.
Alif dan Zahra saling mencintai meskipun keduanya merasa kekurangan. Sepertinya Alya dan Haris akan menjadi orang yang paling jahat jika mereka memisahkan keduanya.
Alya: "Boleh aku tahu, darimana kau mengenal Alif?" Zahra menghela napas dan tersenyum hangat.
Zahra: "Aku mengenal Alif dari video yang beredar di internet"
Alya: "Internet?"
Zahra: "Alif adalah seorang streetdancer, aku sangat suka tariannya. Menurutku, tariannya itu penuh dengan perasaan. Saat lagu sedih ia akan menari seperti orang sedih, ketika ia senang ia akan menari dengan penuh semangat. Semenjak aku melihat tarian Alif aku langsung bersemangat untuk hidup kembali. Sampai suatu saat..." Zahra menghentikan gerakan tangannya. Ia menarik napas dalam-dalam dan memulai untuk menulis lagi.
Zahra: "Alif tidak ikut kontes streetdancer internasional. Aku merasa sangat kecewa. Saat itu aku berpikir bahwa Alif sedang putus dengan pacarnya dan membuatnya tidak bersemangat untuk mengikuti kontes. Akhirnya aku mencari alamat rumah Alif dan pergi mengunjunginya. Tapi ternyata yang aku dapatkan adalah... ia terlihat seperti orang gila" Zahra menghapus air mata yang sudah mengalir di pipi putihnya.