four.

5.9K 777 40
                                    

"Hn, permisi kun-ssi. Sepertinya aku harus pulang." Jeno menggaruk ujung tengkuknya akibat suasana canggung.

"Oh benarkah? Kalau begitu terimakasih dan maaf karena merepotkan mu. Sepertinya tuan Na tidak dalam keadaan baik. Sekali lagi terimakasih." Kun meletakkan nampan teh untuk jaemin di atas nakas, dan membungkuk kepada jeno. Itu malah semakin membuat jeno tidak nyaman.

"Ah, jangan begitu lagi pula jaemin-ssi boss ku, jadi bukan masalah. Baiklah aku pulang kun-ssi, sampai jumpa!"

...

Sepertinya bukan ide buruk datang terlalu pagi. Udara pagi memang hal terbaik yang pernah ada, belum lagi ditambah secangkir kopi hangat dengan keadaan café yang masih sepi. Pagi terbaik yang pernah jeno rasakan semenjak bekerja disini.

Kling!

"Selamat pagi! Aku ingin coffee au lait tapi bisakah kurangi susunya. Akhir-akhir ini aku alergi dengan susu." Jeno kenal suara itu, jaemin si boss yang sangat tidak ramah itu kenapa mendadak ramah dalam sehari. Atau hanya pada jeno dia itu menyebalkan.

Jeno tidak ingin pagi cerahnya terganggu memutuskan untuk tidak berada didekat jaemin atau menyapanya. Mungkin ia hanya akan memperhatikan dari pojok tempat duduknya, bagaimana sifat jaemin sebenarnya.

"Jeno? Tumben kau datang pagi? Kenapa tidak sarapan dirumah?" Sial, terlalu lama melamun sampai jeno tak sadar jaemin sudah duduk didepannya.

"E-eh? T-tidak hanya ingin." Jeno mengutuk mulutnya yang berbicara terbata-bata sampai ia harus menahan malu.

"Haha, kau gugup? Ini bukan jeno yang biasanya? Kemana sekretaris ku yang suka mengerutu?" Jaemin hari ini benar-benar sedang sakit, mungkinkah semalam kepalanya terbentur sesuatu.

"E-he," Demi apapun siapa orang yang didepan jeno sekarang. "Maaf tapi kau benar Na Jaemin kan?"

Jaemin mengedip sebentar lalu tertawa. Apa dia seaneh itu sekarang?

"Apa aku benar seaneh itu?" Jaemin mulai memelankan suara tawanya. "Jadi benar ya, aku seaneh itu."

"Eh, bukan begitu-" jeno merutuk ucapanya sekali lagi. sial, kenapa dia benar-benar salah tingkah sekarang.

"Ternyata berubah untuk seseorang itu susah, ya." Jaemin tersenyum pahit. Menjadi orang lain itu sulit baginya.

Jeno tidak cocok dengan suasana serius yang jaemin ciptakan. Ia ingin pergi, tapi tak bisa sesuatu seperti menahannya sekarang untuk bisa mendengarkan apa yang coba perasaan jaemin ungkapkan.

"Hei jeno, kau pernah punya pacar?" Jeno menunggu jaemin bicara sambil menyeruput kopinya, tapi pertanyaan jaemin tadi hampir saja membuat jeno menyemburkan macchiato nya ke wajah jaemin.

"Dari ekspresimu kutebak kau buruk dalam masalah percintaan. Ya padahal kau itu tampan, seharusnya kau belajar lagi tentang hubungan."

Mendengar jaemin berbicara seperti itu, hampir saja jeno terbahak. Tau apa jaemin tentang hidupnya. Lagipun di london, jeno itu terkenal sebagai pemuda yang suka mempermainkan hati wanita. Walau tetap saja dugaan jaemin benar, jeno itu buruk dalam masalah percintaan.

"Kau sendiri bagaimana, Na?"

"Aku? Kau meremehkan ku, Lee Jeno? Aku itu sangat baik dalam urusan seperti itu. Aku dan hend- ah maksudku mantan pacarku." Jaemin mendadak membeku.

"Jadi kau putus? Selamat atas kesendirian mu, tuan Na." Jeno terkekeh, rasanya obrolan ringan mereka ini mengubah pandangan jeno tentang jaemin.

"Kau mengejekku ya?"

"Bukankah kau bilang kau baik dalam urusan itu. Kenapa bisa putus, itu tandanya kau tidak terlalu bagus dalam urusan percintaan." Jaemin meringis yang jeno katakan benar.

"Oh, kun hyung bilang kau yang mengantarku kemarin. Benar?"

"Hm, benar. Ah, kenapa kemarin kau ada di bar sendirian." Jeno bertanya asal, tidak melihat perubahan ekspresi yang jaemin tunjukkan.

"... kemarin aku baru saja putus. Jeno, rapat hari ini dimulai jam delapan. Jangan sampai terlambat, aku duluan." Jaemin pergi tanpa tersenyum bahkan bayangan kelakuan konyol jaemin tadi hilang sekejap mata.

...

"Oi, jeno-ssi. Kau sudah membaca berkas yang aku berikan belum?" Pemuda berkaca mata ini berlari mendekati jeno. Dengan tumpukan berkas yang dipegangnya ia terlihat persis seperti seorang nerd.

"Berkas mana? Kau terlalu memberiku banyak berkas sih." Jeno mencoba mengingat berkas yang renjun maksud.

"Bodoh, baru kemarin aku memberikanmu berkas itu. Masa kau lupa." Renjun dengan mulut harimaunya. Untungnya jeno selama seminggu ini sudah belajar tentang sifat apa saja yang ada dikantor paman yuta.

"Ah, aku ingat. Belum aku baca, memang kenapa?"

Renjun menghela napas panjang, "Bacalah sebelum kau menyesal. Walaupun keputusan tetap bukan padamu tapi setidaknya kau akan tau bertindak seperti apa nanti." Renjun meninggalkan jeno yang terdiam ditempat ia berdiri.

Menyesal? Maksudnya.

HBD, pangeran💚💚💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HBD, pangeran💚💚💚

Maaf chapter ini pendek, soalnya lagi stuck gegara ujian nih.

See you minna-san, aku mau hibernasi lagi.

perfect human [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang