Page 5

212 40 13
                                    

.
.
.

12 tahun yang lalu.

Disaat dirimu masih menginjak bangku sekolah dasar, berbahagia dengan masa kecil yang sederhana, tak terbatasi oleh sebuah keterbelakangan.

Hingga, perlahan memudar. Waktu yang berharga, waktu yang seharusnya kau nikmati seperti anak kecil lainnya telah direnggut oleh sesuatu.

Berawal dari sakit kepala yang sering menghampiri dirimu hingga menyebabkan syndrom berkepanjangan yang jika kambuh maka seluruh persepsi dunia di matamu akan berubah. Berubah menjadi sesuatu seperti di dongeng.

Dua belas tahun kau tersiksa akan keterbatasan ini. Bertahun-tahun kau mencari cara agar dapat terbebas dari belenggu penyakit ini.

Kau menemukan caranya. Tapi tidak bisa kau lakukan sendiri―kau masih takut dengan yang di atas jika mereka menghukummu atas perbuatanmu.

 

"Kembali ke dalam mimpi selamanya, dimana berbanding terbalik dengan Alice yang kembali ke dunia nyata 'tuk selamanya"

 
Dengan kata lain, mati.

Dan akhirnya, hari itu tiba juga.

Selama ini, kau tidak suka dengan para penjahat yang datang ke rumahmu. Menginginkan harta dan sebagainya.

Hari itu tiba juga, sosok yang datang dengan membawa dendam di lubuk hatinya―entah apa yang pernah kakakmu perbuat padanya.

Entahlah, dirimu merasa cocok dengan sosoknya. Tidak ada alasan yang pasti dalam melatari dirimu yang memutuskan agar pria itu harus membunuhmu.

Kemudian kau mengajukannya, mengajukan agar sebelum dia membalaskan dendamnya. Bunuhlah dirimu terlebih dahulu dalam waktu 7 hari.

Jika media yang menyambung kisah fantasy Alice adalah sang kelinci. Maka mediamu adalah sosok yang dipenuhi dendam tersebut. Mediamu adalah Masky, untuk terlepas dari belenggu syndrom ini. Sudah cukup dirimu merasakannya.

Tapi, ketika ia mengatakan hal yang tidak sesuai dengan rencanamu...

Emosi segera memenuhi dirimu. Membentaknya dan mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya kau katakan.

Helaan napas keluar, membayangkan tak lama lagi kakakmu akan pulang, hari ini adalah waktunya. Dan dirimu belum saja dibunuh olehnya.

"Hei."

Kau menoleh, mendapati sosoknya yang tengah berdiri di balkon kamarmu. Dengan cepat, kau membuka pintu kaca yang mengarah ke balkon, menghampirinya dengan tatapan penuh tanya.

Mengapa ia kesini? Apakah Masky akan segera membunuhku? Kira-kira seperti itulah yang kau pikirkan sejak tadi.

Pria bertopeng itu lantas menarik tanganmu, membawa dirimu masuk kembali ke dalam kamar, menutup pintu sebagaimana mestinya sebelum dirinya datang.

Sosok itu tahu. Tahu dengan seluruh rencanamu setelah kemarin kau membentaknya.

Lekas dirimu tertidur kemarin, ia membuka sebuah buku dongeng berjudulkan Alice in Wonderland―lagi. Membacanya dengan seksama, tiap deretan kata yang disusun. Beserta kata-kata yang dicoret dan diganti seperti...

'Rabbits menjadi murder.'

Masky mencoba memahaminya. Setelah dirasa cukup, ia mencoba mengecek lacimu, menemukan sebuah diary.

Masky mengetahuinya. Mengetahui apa yang kau rasakan selama dua belas tahun terakhir ini.

Dan ia paham, mengingat dirinya adalah seorang pasien. Yah, pasien. Jika saja kakakmu dan Alex tidak berbuat salah kepadanya, mungkin saja ia masih normal.

Pria berusia sekitar 20 tahun itu, telah memenuhi nafsu dendamnya kepada Alex. Dan targetnya sekarang adalah kakakmu.

Tidak.

Sejujurnya, walaupun awalnya ia ingin membunuhmu tapi sebenarnya ia tidak bisa membunuhmu yang tidak memiliki sangkut pautnya dengan kakakmu. Kalaupun ia memiliki dendam, tetap saja kau tidak bersalah―kalau ingin mengurangi saksi mata sih, iya.

Bagaimanapun, Masky adalah manusia yang masih mempunyai akal sehat dan hati nurani. Terlebih ketika melihatmu, menanggapimu, maka sifatnya akan lantad berubah―perasaan aneh memenuhi relung dadanya.

"Kau ingin mem―"

"―tidak. Aku tidak ingin membunuhmu, kalau boleh jujur. Aku kesini hanya untuk balas dendam pada kakakmu." Seakan tau dengan pikiranmu, Masky memotong perkataanmu yang belum selesai.

"Kau tidak bisa begitu... Kau harus membunuhku!"

Kau bersikeras. Tak ingin kalah. Masky menghela napas melihat tingkahmu.

"Apa kau tau dengan kisah Alice in Wonderland?" tanya Masky mengalihkan topik.

Kau mengangguk, "aku tau. Malah hafal sampai seluk beluknya, lagian aku mengidap syndrom-nya. Mana mungkin aku tidak tau."

"Mengenalmu selama tujuh hari, aku jadi tidak ingin membunuhmu. Jadi... tidurlah dan biarkan aku membalas dendam――"

Bersamaan dengan perkataannya, Masky memukul tengkukmu, membuatmu jatuh tertidur―lebih tepatnya pingsan. Dirimu lekas saja digendongnya, dibaringkan ke kasur tempatmu tidur.

Masky mengusap helai rambutmu untuk terakhir kalinya. Mengambil buku dongeng juga beberapa biskuit, meletakkannya di atas perutmu kemudian mengarahkan tanganmu untuk memeluknya bagaikan memeluk bantal.

Jujur saja, ia tidak ingin melakukan hal ini. Namun, demi menghindari semuanya dan mewujudkan mimpimu. Ia harus melakukannya.

Tangannya gemetar, merogoh pistol di sakunya. Meletakkan mulut pistol di dekat pelipismu. Bersiap untuk menarik pelatuk.

"Selamat tinggal, [Name]. Aku harap kau senang dapat kembali ke dunia mimpi sebagaimana kau inginkan."

Dor!

Pelatuk ditarik. Darah bersimbah, merembes di seprai. Ketiga sosok itu tengah sibuk dalam keadaannya masing-masing. Dirimu yang terkulai tak bernyawa, Masky yang merutuki dirinya dan juga sosok lain yang baru saja masuk.

"Kau! APA YANG KAU LAKUKAN PADA ADIKKU?!" Kakakmu geram―dirinya yang baru saja pulang langsung dihadiahi pemandangan yang tak diinginkan.

Masky menoleh, tersenyum di balik topengnya walau tidak dapat dilihat oleh siapapun.

"Aku? Hahaha, harusnya kau bersyukur karena aku telah membebaskan adikmu dari penderitaan syndrom-nya selama bertahun-tahun."

Setelah mengatakan hal itu, Masky pergi, meninggalkan kakakmu yang tengah panik akan dirimu yang hanya tinggal seonggok daging.

Masky merasa cukup, cukup puas dengan kakakmu yang tidak lama lagi akan menderita―dan ia akan menerornya lalu jika waktunya cukup, maka ia akan membunuhnya.

Namun ada yang aneh...

Perasaan sakit memenuhi dadanya. Ia tidak tau, bahwa balas dendam kali ini akan sangat menyakitkan.

Kepalanya menjadi pusing, pandangannya buram.

Ah, apakah ia baru saja mendapat karma dan tertular oleh syndrom milikmu?

.
.
.

―END―

Syndrome: Alice in Wonderland | Masky × Reader [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang