Bagian Pertama (Annadila Agisthi)

10 1 0
                                    

Hari ini sedang ada acara Bulan Bahasa dan Sastra di sekolah. Dimana hal ini membuat sekolah menjadi riuh karena semua orang berlari kesana kemari untuk menyiapkan acara. Ada siswa-siswi yang sibuk menata barang yang akan dijual di stand kelas mereka, ada juga yang sedang berlatih untuk penampilan mereka nanti, dan tentu panitia yang sibuk mengurusi segala macam hal agar acara ini berjalan dengan lancar. Tak terkecuali Aku, yang ditunjuk untuk menjadi salah satu panitia acara, dimana Aku harus selalu memastikan peserta yang akan tampil di panggung besar itu.

Sekolah kami memang setiap tahunnya mengadakan acara Bulan Bahasa dan Sastra. Dimana seluruh siswa harus berpartisipasi terhadap didalam acara ini. Ada beberapa lomba yang boleh diikuti oleh siswa di sekolah ini. Dan hari ini merupakan puncak acara, dimana akan ada perwakilan kelas yang memberi penampilan untuk mewakili kelas mereka, dan ada juga yang menjaga dan berjualan di stand yang disediakan, dan juga pengumuman untuk lomba-lomba yang diadakan sejak sepuluh hari yang lalu.

"Na, liat anak anak di backstage ya, 10 menit lagi acara di mulai"
Seseorang memanggilku, ia Rama koordinator sie acara. Aku langsung mengangguk ketika ia menyuruhku untuk memastikan siswa-siswi yang akan tampil nantinya, karena ini memang tugasku dan Reno -panitia acara yang menjadi partnerku untuk mengondisikan siswa yang ada di backstage- tetapi sejak tadi Aku tidak menemukan keberadaan Reno. Tak lama Aku bergegas menuju backstage, yang bertempat didekat panggung, tepatnya di ruang kelas X IPA-1. Aku menyuruh mereka untuk bersiap-siap dan memberi tahu bahwa acara akan dimulai dalam 10 menit kedepan. Ternyata Reno sudah ada di backstage, ia sedang membantu salah satu siswa yang sedang menyetel gitar.

Siang ini matahari tak malu-malu menampakkan dirinya. Jarum jam baru menunjukkan pukul 10.00 pagi, tetapi terik sang surya sudah berada di atas kepala manusia. Penampilan dari setiap kelas masih berlangsung, dan semua siswa masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Aku berada di backstage untuk selalu memantau urutan perwakilan kelas yang akan tampil, dan memastikan mereka sudah siap sebelum namanya dipanggil. Hanya tersisa dua perwakilan kelas lagi karena memang di sekolah ini masing-masing angkatan memiliki tiga kelas dari jurusan IPA, tiga kelas dari jurusan IPS, dan dua kelas dari jurusan Bahasa. Maka dari itu ada duapuluh empat perwakilan kelas yamg tampil, karena memang acara ini wajib diikuti oleh semua angkatan.

Setelah semua acara selesai, Aku bersama Salma pergi ke cafetaria sekolah kami untuk mengisi perut yang sudah meminta jatah sejak pagi tadi. Salma merupakan sahabatku sejak SMP, waktu itu kami berkenalan ketika masa orientasi yang kebetulan dia berada dalam kelompok yang sama denganku, kami menjadi dekat semenjak itu, dan secara kebetulan tiga tahun di SMP Aku sekelas dengannya. Dia gadis yang baik, pintar, mudah bergaul, walaupun memang mulutnya sering tidak terkontrol jika berbicara.

Sebetulnya Aku memiliki banyak teman dekat, tetapi memang hanya Salma yang kurasa paling cocok bersamaku, tidak ada alasan lain.

"Mau makan kaya biasa? Biar gue pesenin" tanya Salma padaku yang segera ku beri anggukan kepala. Aku menuju bangku yang kosong dan memainkan handphone-ku yang sejak tadi sengaja ku diamkan.

Lima belas menit kemudian Salma datang dengan membawa nampan yang berisi dua mangkuk mie ayam dan dua gelas es teh manis. Wajahnya ditekuk, yang selalu diperlihatkan ketika ia sedang kesal dengan sesuatu.

"Kenapa?" tanyaku sambil menikmati mie ayam kesukaan kami berdua.

"Sumpah ya lama-lama gue makin ga ngerti sama anak cowok disini, pada gila semua kayanya" balasnya dengan nafas yang tidak beraturan.

Masih terus kulanjutkan menyantap mie ayamku dengan Salma yang masih terus berceloteh marah karena tadi ada gerombolan siswa yang mencoba mendahuluinya yang sudah terlebih dahulu tiba disana. Jujur saja Aku ingin tertawa jika dia marah begitu, lucu saja menurutku.

Setelah kami rasa cukup untuk berada di cafetaria, kami segera kembali ke kelas untuk mengambil tas, karena memang setelah acara selesai tadi seluruh siswa sudah diperbolehkan pulang dan saat ini sekolah sudah mulai sepi hanya tersisa beberapa siswa saja.

Langit sore terlihat indah hari ini. Warna biru dan putih berbaur diatas sana. Aku menunggu bus di halte depan sekolah sendiri karena Salma membawa motor ke sekolah.

Hari ini aku berniat ke kedai kopi yang berjarak sepuluh menit dari sekolah jika menggunakan bus. Setelah 5 menit menunggu akhirnya bus yang biasa ku tumpangi tiba di halte. Aku menaikinya dan memilih duduk di bangku barisan ketiga di sebelah jendela. Tak lama kemudian bus sampai di kedai kopi langgananku.

'Kling'

Aroma kopi langsung menyeruak memenuhi indra penciumanku. Aku menuju meja kasir untuk memesan Caramel Macchiato kesukaanku, dan Red Velvet cake tentunya.

"Eh mba Anna, yang kaya biasanya mba?" seorang barista menghampiriku. Namanya Bang Ali. Aku mengenalnya karena memang hampir setiap hari Aku ke tempat ini.

"Iya Bang, seperti biasa" Aku menjawabnya dengan tertawa. Karena memang selalu jika ke tempat ini Aku selalu memesan menu yang sama. Jadi Bang Ali sudah hafal pesananku.
Setelah mengobrol sedikit dengan Bang Ali aku langsung menuju tempat favoritku jika disini. Didekat jendela besar yang langsung menghadap ke jalanan.

Dari sini aku bisa melihat orang berlalu-lalang. Bisa melihat berbagai macam ekspresi manusia, bahagia, sedih, marah, kesal, lelah, bahkan aku pernah melihat seorang perempuan menangis dari tempat ini. Selain itu, ketika sore hari seperti ini aku dapat melihat indahnya langit dari tempat ini. Terkadang senja juga terlihat, senja di pusat kota.

"Ngelamun aja atuh neng geulis ini" Aku dikagetkan dengan suara Bang Ali dengan logat sundanya. Ia juga mengantarkan pesananku.

"Hehe iya Bang, langitnya indah jadi pengen natap keluar terus" jawabku seadanya.

"Langit kok ditatap, mending natap saya aja gitu ada manis-manisnya" dia ini memang sering sekali menggodaku. Aku hanya menanggapinya dengan tertawa dan kadang juga membalas leluconnya itu.

'Kling'

Seseorang memasuki kedai ini yang membuat Bang Ali meninggalkanku karena ingin melayani pelanggan lain. Aku melanjutkan lamunanku menatap langit sore sambil menerawang kejadian beberapa pekan yang lalu.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya Na?"

"Kenapa kamu mutusin aku?"

"Bukannya udah jelas? Kita udah gak ada kecocokan Na, kenapa kita harus bertahan di hubungan yang udah gak ada kecocokan?"

"Alasan klasik, Dik. Aku mau kamu jujur. Kamu ada orang lain?" Aku terlalu penasaran dengan alasannya mengakhiri hubungan kami. Walau aku tahu bahwa hal itu nantinya akan menyakiti hatiku.

"Iya, aku suka sama orang lain. Jadi maaf, dan tolong ngertiin aku" jujur saja waktu itu aku sudah ingin menangis.

Bagaimana bisa Dikta, lelaki yang telah bersamaku selama sepuluh bulan bisa dengan mudahnya mengkhianatiku. Tidak, mungkin aku bisa terima jika Dikta merupakan lelaki brengsek ataupun nakal seperti di novel-novel yang pernah ku baca. Dikta tidak seperti itu, dia lelaki yang baik, dia anak emas di sekolahku, jadi bagaimanapun hal ini masih sulit untukku.

Lagu Mariah Carey yang berjudul Without You mengalun dengan indah didalam kedai ini. Memperburuk suasana hatiku saja. Bukan. Bukan berarti aku masih berharap untuk bersamanya kembali. Tapi bukankah tidak semudah itu untuk melupakan seseorang yang telah mengisi hati dan hari-hari kita selama hampir setahun? Setelah kurasa cukup untuk berada ditempat ini, akhirnya Aku memutuskan untuk pulang setelah berhigh-five dengan Bang Ali sebagai tanda sampai jumpa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KOMOREBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang