Sekotak cupcake chocolate sudah berada dalam genggaman Ririn. Ia akan memberikan cupcake itu kepada sang pujaan hatinya. Langkahnya penuh dengan semangat. Jantungnya bergemuruh serasa ingin lepas dari tempatnya. Gadis itu menutup matanya ketika dirinya sudah berada di depan kelasnya sekaligus kelas pujaan hatinya.
"Hei..." sapa Ririn kepada Ryan—pujaan hatinya yang sedang memainkan handphone.
Ryan melirik sebentar ke arah Ririn lalu kembali fokus dengan handphone-nya. Ririn menghela napasnya pelan dan dengan segera memberikan kotak makan bewarna abu-abu-nya, "Tadi pagi aku buatin ini, dimakan ya." Kotaknya masih menggantung di udara, Ryan tak menanggapinya. Ia bukannya tidak tahu namun sedang berpura-pura tidak tau.
"Yan, itu tuh si Ririn ngasih lo makanan," ucap teman di sebelahnya—Raffa. Raffa menatap Ririn iba karena bekalnya tak kunjung di ambil oleh sang penerima.
"Ck, kalo suka tinggal lo yang ambil, gue nggak suka!" Ryan berseru emosi. Ririn jadi takut melihatnya seperti itu.
"Eh Ririn, bekal lo gue yang ambil ya?"
Ririn memaksakan untuk tersenyum melihatnya. Ia jadinya memberikan cupcake-nya kepada Raffa. Setelah itu dirinya berlalu menuju tempat duduknya. Ia menghela napasnya berakali-kali. Padahal ia rela bangun pagi-pagi demi membuat cupcake—makanan kesukaan Ryan.
Tiba-tiba seseorang datang menepuk bahu Ririn. Gadis itu mendongak dan mendapati Ratih tengah menatapnya heran, "Kok lesu, kenapa lo?"
"Cupcake gue ditolak sama Ryan." Ririn memelankan suaranya ketika menyebut nama 'Ryan'.
Ratih memandang Ririn iba. Ia sering melihat sahabat satu-satunya itu tak bersemangat ketika ditolak mentah-mentah oleh Ryan. Waktu itu, ketika Ryan ulang tahun Ririn memberikan hadiah berupa jam tangan, Ryan menerimanya namun tanpa diduga ia memberikan jam tangan itu kepada Raffa.
Memandang Ryan sebentar lalu meletakkan kepalanya di atas meja. Ia mengantuk gara-gara bangun sangat pagi hanya untuk membuat sesuatu. Namun, baru saja ingin terlelap seorang guru masuk dengan beberapa buku di genggamnya.
"Pagi semua!"
"Pagi Bu!"
"Hari ini saya akan mengadakan ulangan, saya harap kalian sudah belajar semua." Eva—guru fisika yang terkenal amat ramah namun selalu mengadakan ulangan dadakan.
Semua murid hanya pasrah saja. Lagipula kelas mereka adalah salah satu kelas yang berprestasi diantara kelas yang lainnya, pasti semuanya jauh dari kata remedial.
Eva membagikan soal ulangan kepada seluruh muridnya. Ia tersenyum melihat muridnya sepertinya antusias dengan ulangan ini namun nyatanya tidak. Itu semua rekayasa.
"Anjir, soalnya bangke banget!" gumam Ririn setelah membaca satu per satu soal dihadapannya.
"Apaansih, ini gampang." sahut Ratih disebelahnya.
Alhasil Ririn mengerjakan sebisanya saja. Tak peduli berapapun hasilnya.
***
Ulangan berlangsung selama tiga jam karena jumlah soalnya yang banyak dan juga sulit. Setelah mengerjakan ulangan tersebut, seluruh murid langsung tepar karena dibuat pusing tujuh keliling dengan rumus-rumus sementara Eva terkikik melihat anak muridnya seperti itu. Untungnya bel istirahat berbunyi, jadi mereka dengan segera berlarian ke kantin layaknya zombie.
Ririn, gadis itu bukannya ke kantin malah tertidur dengan kepala di atas meja dan tangannya dijadikan untuk pengganti bantal. Tak peduli perutnya yang bergemuruh meminta untuk diisi asupan gizi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Mistake
Teen Fiction"Biarkan aku saja yang merasakan pahitnya berjuang sendiri ...." Ririn, seorang gadis yang selalu berjuang demi mendapatkan sang pujaan hatinya. Tekadnya begitu kuat hingga ia tak sadar sudah berapa banyak air matanya tumpah karena terluka. *** ...