FOUR

18 2 0
                                    

Seorang wanita tua menatap kosong ke arah tembok. Wajahnya penuh dengan keriput dan rambutnya yang terlihat keabuan. Duduk di kursi roda yang sudah agak berkarat dan usang karena sudah terpakai selama 6 tahun. Rautnya tak menunjukkan bahagia ataupun sedih sedikitpun, tanpa ekspresi. Selalu seperti itu selamanya dan takkan pernah terganti karena gangguan dalam jiwanya.

Ia adalah Irene, ibu kandung Ririn.

Ririn membawakan segelas susu rasa vanilla untuk ibunya. Wajahnya sendu melihat ibunya sama sekali tidak mengalami perubahan padahal sudah dibawa ke psikiater beberapa kali. Ia meletakkan susu tersebut di atas meja. Menatap wajah mamanya sebentar lalu tersenyum sendu.

"Mama, Ririn bikin susu buat Mama, diminum ya ..." tak ada sahutan dari ibunya malah ibunya hanya menatap Ririn datar.

"Saya mau keluar jalan-jalan ke taman, kamu tau?" Ririn bengong sebentar lalu akhirnya mengangguk mengiyakan.

Ia akan membawa ibunya jalan-jalan ke taman dekat dengan minimarket barangkali ibunya ingin dibelikan sesuatu. Sepertinya, ibunya itu sedikit diberikan pencerahan oleh Tuhan namun entahlah. Ibunya sesekali berbicara ketika matanya menangkap hal-hal yang tidak diketahuinya. Dengan sangat senang, Ririn menyahutinya satu per satu.

Baru pertama kali, Ririn melihat senyum di wajah ibunya muncul. Sebelumnya ia juga pernah melihatnya namun semenjak kematian anak pertamanya karena pembunuhan tragis ia mengalami gangguan jiwa. Ririn menatap kosong kedepan dengan perasaan miris mengingat hidupnya sangat menyedihkan. Belum lagi ayahnya yang menikah lagi dengan wanita muda nan cantik. Walau begitu, ayahnya tetap mengiriminya uang setiap bulannya karena bila tidak mereka mau makan apa.

"Haus, haus." gumam ibunya ketika mereka sudah berada di taman.

"Bentar ya Ma, Ririn kesana dulu sebentar untuk beli minum. Mama jangan kemana-mana ya ..." ibunya mengangguk, namun sepertinya ia tak sepenuhnya mengerti apa yang diucapkan anaknya itu.

Ririn dengan sedikit tergesa jalan menuju minimarket. Ia membeli dua botol air mineral untuk dirinya dan untuk ibunya. Setelah selesai membayar barang belajaannya, Ririn segera menuju tempat dimana terakhir kali ia meninggalkan ibunya. Namun .... Kosong. Tak ada ibunya disana, yang ada hanya anak kecil yang tengah bermain. Mata gadis itu mengedar ke sekeliling dan betapa kagetnya ketika ibunya tengah tersungkur di aspal dengan kursi roda yang sudah rusak bannya.

"Mama!" jeritnya panik.

" ... Gimana si bu kalau jalan tuh liat-liat jangan main nyelonong aja kayak tadi, jadi kayak gini kan!" bentak seorang cowok kepada ibu Ririn.

Ririn mendengarnya dan tak asing dengan suara tersebut. Seketika tubuhnya membeku melihat siapa yang membuat ibunya terkapar di aspal tanpa satu orang pun yang membantunya.

"Ryan, kamu jangan kayak gitu sama mama aku." ujar Ririn dengan halus seraya membenarkan posisi ibunya.

"Oh, ibu ini mama lo pantes lo-nya dimana-mana suka nyusahin, mama lo juga sama nyusahin gue tau gak?!"

Gebrak

Ririn tersentak ketika Ryan langsung masuk ke dalam mobilnya dan membanting pintu tersebut. Ia tak menyangka segitu bencinya Ryan terhadap dirinya. Ia menggeleng lemah kepalanya lalu beralih kepada ibunya yang tengah memegangi kepala belakangnya sambil memejamkan matanya menahan sakit. Ia melihat kaki ibunya yang terluka karena tak memakai alas kaki. Ingin pulang, namun kondisi kursi roda ibunya sudah tak layak untuk dipakai kembali.

Orang-orang yang berlalu lalang, tak ada yang ingin menolong mereka. Ririn mengambil kursi rodanya agar tak menghalangi orang yang berlalu lalang. Ririn dapat mendengar gumaman kata 'sakit' dari mulut ibunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Big MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang