part 1

19 5 0
                                    

“Aku berharap hujan turun sepanjang hari
Karena aku ingin seseorang menangis untukku
Aku berharap hujan turun sepanjang hari
Dengan begitu orang-orang tak akan menatapku
Karena payung akan menutupi wajah sedihku
Karena hujan, orang-orang sibuk mengurus diri mereka sendiri
Aku akan bernafas lebih lambat”

   Rintik hujan terus turun dengan deras sore ini. Satu tetes.. Dua tetes.. Detik demi detik semuanya mulai berjatuhan membasahi aspal jalanan yang kulalui, membasahi rambut cepak putihku, menjalar membasahi kaos lengan pendek hijau army kumuhku dan berakhir jatuh ke bumi dengan segenap kepuasan disana karna dirinya jatuh tepat diatas tempat dimana dia mulai mengalir bersama ribuan tetes air lainnya. Kian deras dan deras, celana panjang coklat susuku ini mulai berubah warna ketika rintikan hujan semakin deras. Gemuruhnya terdengar berirama, menukik dari kejauhan merambah keseluruh penjuru kota. Semuanya masih terasa sama, rintikan hujan yang jatuh menghujam tubuhku, menyakitkan namun menyegarkan. Hanya satu yang berbeda, tak ada ocehan bising yang selalu kudengar kali ini.

   Kau tahu, aku masih teringat padamu. Saat hujan turun semua kenangan itu ikut jatuh dan menghujam kotak memoriku. Waktu terasa berhenti sejenak dalam memoriku, aku tak ingin melupakannya dan juga tak ingin mengingatnya kembali. Akan lebih baik jika semuanya tersimpan rapat dan tetap menjadi hangat dalam memoriku.

Hari itu, jalanan kota begitu ramai, hiruk pikuk kota pada sore hari yang padat. Langit cerah dengan lembayung, tidak dapat terlihat sore itu. Awan kelabu mulai menjalar ke setiap sudut kota, memperlihatkan gumpalan besarnya yang siap memuntahkan jutaan tetes air untuk meredakan suhu kota yang mulai menanas. Hujanpun turun, bersamaan dengan gemuruhnya.

Aku memejamkan mata, menengadahkan wajahku ke langit kelabu, merasakan tetesan itu memenuhi setiap pori kulitku. 'buk' seketika tubuhku terasa limbung, namun dengan sigap ku tegapkan kakiku agar tak tersungkur mencium aspal jalanan yang basah. Ku balikan tubuku dan melihat apa yang rerjadi di sana. Seorang wanita dengan setelan jas hujan transparan terduduk dibelakagku. "Astaga. Anda tidak apa-apa nona?" aku bermaksud mengulurkan tangan dan membantunya berdiri. Namun sepertinya dia tak butuh itu. Sambil menggelengkan kepala dia langsung berdiri dengan tegak. "Maafkan saya. Saya tidak dapat melihat dengan baik karena hujan." ucapnya dengan suara kecilnya. Dia pun membungkukkan badanya sedikit dan langsung berpamitan, meninggalkan ku yang masih merasa heran dibuatnya. Tapi aku tak ambil pusing, aku pun kembali ke arahku dan berjalan pulang.

Dengan baju yang basah kuyup aku terus berjalan menyusuri trotoar jalan tanpa memperdulikan tatapan heran orang-orang yang berjalan disekitarku. Mereka metapku heran, ada pula yang menatap iba, bahkan ada dari mereka yang berbisik satu sama lain, melihatku yang begitu masa bodohnya dengan hujan ini. Aku tidak peduli apa pandangan orang lain saat ini. Tatapan itu, bisikan itu. Aku sudah biasa menerimanya sejak dulu.

Tak berapa lama setelah berjalan kaki, sampailah aku disini, di bangunan kecil yang kusebut rumah. Berada di pinggiran kota, terlihat kumuh memang. Namun hanya ini yang bisa kudapatkan dengan pekerjaan semrawut di kota besar ini. Pagiku berawal dari sini, bangunan ini, kemudian berlanjut ke sebuah restoran di tengah kota. Setelah sore menjelang aku dapat beristirahat sejenak dan kemudian menyambung hidup dengan menjadi penjaga minimarket 24 jam pada malam hari. Hidupku begitu kelabu dan semuanya terasa sama dari hari ke hari. Tak ada yang spesial.

Kurebahkan diriku sejenak setelah membersihkan diri. Mengambil jeda sejenak dan mengumpulkan sedikit tenaga yang tersisa untuk kemudian menghabiskan malam dengan mesin kasir dan udara dingin malam.

~piip ~piip ~piip

Terdengar suara nyaring jam alarmku, meminta tuannya untuk segera beralih dari pembaringan menyedihkannya. Dengan setengah sadar ku melirik kearahnya. Dengan lenguhan kasar, ku paksa tubuh ini untuk bangun. Waktu menujukan pukul 8 malam. Aku memiliki waktu satu jam sebelum jam kerjaku dimulai. Memasak mie instan sebelun berangkat dan menyesap sedikit kopi hangat adalah rutinitas keseharianku.

Ku perhatikan kerlap kerlip lampu kota yang terlihat dari jendela dapur ini. Tempat tinggalku ini bukan apartemen bertingkat, namun bangunannya yang terletak di atas bukit membuatku dapat melihat pemandangan indah malam setiap harinya. Bisa dibilang, ini adalah nilai plus dari tempat ini, menikmati pemandangan malam yang indah dan sunyi, begitu tenang dan aku suka itu.

Udara dingin malam langsung menyambutku begitu aku membuka pintu. Kurapatkan mantelku dan berjalan dengan cepat menuju tempat kerjaku yang letaknya tak begitu jauh dari sini. Dari atas sini bisa terlihat, mungkin sekitar 500m dari arah sini menuju jalan raya, kemudian 200m menyusuri jalanan kota dan sampailah.

.
.
.
.
.
.
.

Wooaahh.. Masih intro nih.
Menurut kalian bakal gimana kelanjutan ceritanya.. Lanjut apa gausah? 😂

Kritik dan sarannya di tunggu ya.. Jangan lupa dukungannya..

감사합니다 여로분.. 🙇

Forever RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang