selamat tinggal, mimpi terindah

907 215 60
                                    

"Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. Kita bertiga akan bertemu lagi."

Hyuningkai memelukku erat.
"Aku akan bersamamu sampai akhir."

Aku menepuk punggung Hyuningkai perlahan. Meski ia tidak menangis dan terlihat tidak memperlihatkan kesedihannya, aku tahu ia sedang cemas, sedih dan bingung. Aku tahu ia takut bahwa aku akan pergi sehingga ia tak bisa menemukan diriku lagi.

"Hyu, kita akan baik-baik saja. Aku berjanji," ujarku, tersenyum.

Lebih baik seperti ini. Aku merasa aku bisa menghadapi apapun bila kami bersama. Memang tidak sekuat itu, tetapi aku di sini untuk terus berusaha melindunginya. Begitu pula dengan Hyuningkai. Ia di sini untuk ada hingga kami berakhir.

Aku pun mengurai pelukan. Aku beranjak dari tempat tidur ini dan melangkah menghampiri Yeonjun. Hanya butuh beberapa langkah hingga akhirnya aku bisa berhadapan dengan Yeonjun sedekat ini. Aku mendongak menatapnya. Ia tersenyum. Namun aku bisa melihat raut wajah bingung dan cemas di wajahnya.

Aku menepuk pundaknya perlahan. Memberikan sentuhan hangat dan berusaha membuatnya tenang.
"Dalam mimpiku, kau sangat menyayangi Beomgyu. Dalam mimpiku, kalian duduk di jok paling belakang. Beomgyu tertidur di pundakmu."

Ia menunduk.
"Ia adikku. Aku selalu menjaganya di manapun," ucapnya. Satu tetes air meluncur di pipi itu. Tanganku tergerak untuk menghapus jejak sedihnya.

"Aku tahu. Tetapi ia masih hidup, Yeonjun. Di dunia nyata, ia, Soobin dan Taehyun masih hidup. Kecelakaan itu merenggut nyawaku, kau dan Hyuningkai."

Yeonjun mengangguk. Ia tersenyum dan menarikku dalam peluknya.
"Terima kasih sudah membuatku tenang," bisiknya. Aku mengangguk dan melingkarkan tanganku pada lehernya. Ia menepuk punggungku perlahan.

Hingga sebuah suara mengejutkan kami bertiga. Aku segera melepas pelukan itu. Menatapnya kikuk karena berpikir bodohnya aku memeluknya dengan mudah. Astaga, ini memalukan.

Kami bertiga menoleh ke arah sumber suara. Pintu terbuka. Aku mengernyit. Tampak Soobin dan Taehyun berdiri di ambang pintu. Sepertinya ia sedang mencari sesuatu. Atau mungkin seseorang.

"Soobin?" panggilku. Ia menatapku dan setengah berlari menghampiriku. Begitu ia sudah sampai beberapa langkah di depanku, aku menatapnya dengan tanya.

"Ada apa?" tanyaku.

Tiba-tiba ia memelukku. Aku terdiam. Entah apa yang harus ku lakukan, tetapi sepertinya ini adalah situasi serius. Jadi aku menunggu penjelasannya. Aku berusaha menenangkan dirinya yang semakin memelukku erat, seakan ini adalah pelukan terakhir darinya untukku. Tanganku bergerak menepuk punggungnya.

Ada apa?

Apakah ia sudah tahu bahwa semua ini adalah mimpinya? Apa ia memelukku karena ia tahu bahwa kami pernah bersama sebelumnya?

"Hara, aku ingat semuanya. Aku ingat. Maafkan aku, Hara. Maafkan aku," pintanya. Ia terlihat begitu menyesal.

Aku menghela napas.
"Aku mengerti. Bukan salahmu, Soobin. Kami bertiga akan mati bagaimanapun meski kau tidak mengambil jalan itu," ucapku.

Ia melepas pelukannya. Terdengar sesenggukan. Aku baru menyadari tangisannya saat ia menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca. Meski begitu, mereka tetap terlihat indah. Aku tersenyum seraya mengusap pipinya yang basah.

"Semua akan baik-baik saja," ucapku.

Ia menggeleng.
"Tidak. Aku belum siap, Hara. Aku belum siap terbangun. Aku tidak mau menyadari bahwa kau tidak ada di sana saat aku terbangun. Aku tidak--"

Ucapannya terhenti tepat saat aku memutuskan untuk membingkai wajahnya dengan kedua tanganku. Soobin menatapku dengan satu wajahnya yang sedih.
"Semua akan baik-baik saja, Soobin. Kau akan baik-baik saja. Kau harus terbangun."

"Hara," panggil Yeonjun. Aku menoleh.

Ia menatapku dan tersenyum.
"Kita harus pergi," ucapnya saat menyadari bahwa tubuhnya perlahan menghilang.

"Hara," panggil Hyuningkai.

Aku datang menghampirinya.
"Kak Yeonjun benar. Kita bertiga harus pergi," ucapnya. Tangannya berusaha meraihku. Tetapi gagal karena perlahan tubuhnya tembus pandang. Perlahan mereka memudar. Aku tersenyum meski melihat mereka perlahan menghilang adalah hal yang paling menyakitkan bagiku.

"Yeonjun, Kai, kita akan bertemu lagi di tempat yang lebih baik."

Itu adalah kalimat terakhirku untuk mereka. Tubuh mereka perlahan memudar dan akhirnya hilang. Hanya tersisa senyum di wajah mereka yang terus membayang di pikiranku. Begitupun warna di sekelilingku, memudar, menyisakan monokrom. Hanya putih dan hitam. Aku menunduk. Ini saatnya aku pergi.

"Kak Hara," panggil Taehyun. Aku menoleh padanya dan tersenyum.

"Kau adalah kakak angkatku," ucapnya. Aku mengangguk.

"Kau masih hidup, Taehyun," ujarku. Ia mengangguk.

"Aku tahu. Meski begitu aku tetap akan menghilang karena ini hanyalah fragmen mimpi Kak Soobin," ucapnya diakhiri dengan senyum. Sebelum akhirnya ia berbalik pergi dan menghilang ditelan cahaya terang menyilaukan.

Aku menatap Soobin.
"Bangunlah, Soobin. Berhenti terjebak di masa lalu. Kami yang pergi akan selalu baik-baik saja di tempat yang lebih baik," ucapku.

Ia menggeleng dan menunduk.
"Semua ini salahku," isaknya. Tangisnya pecah. Aku memeluknya erat.

"Kumohon. Begitu kau terbangun, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri."

Soobin memelukku erat. Aku tersenyum dalam peluknya. Tanganku bergerak menepuk punggungnya hingga perlahan aku menyadari bahwa ia berusaha menenangkan diri. Hingga akhirnya ia terdiam.

"Bangunlah, Soobin. Kehidupan menunggumu," ucapku.

Soobin mengangguk.
"Terima kasih, Jeon Hara. Aku mencintaimu," bisiknya. Aku tersenyum. Perlahan aku merasakan sesuatu yang berbeda. Dunia di sekitar kami berubah sepenuhnya menjadi cahaya putih yang hampa. Hanya tersisa Soobin yang memeluk tubuhku. Perlahan aku memudar. Tetapi setidaknya ini lebih baik. Aku akan pergi karena memang seharusnya seperti ini.

Aku mencintaimu juga, Soobin.

***

Duh akhirnya bentar lagi ending(':

Figment [✔]txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang