"Aku suka dengan ketidaksengajaan, yang pada akhirnya bisa mempertemukan kita."
***
"Kenapa Ryan ketemu sama kamuuu?"
Masih dengan pertanyaan yang sama. Mereka mungkin tidak akan berhenti sebelum Silvi menjelaskan dengan jelas, rinci, detail, dan lengkap secara keseluruhan.
"Jangan curang, Sipi."
"Kita harus bersaing secara sehat."
Mella mulai mengetukkan garpu kecilnya dimeja makan.
Silvi mendengus malas. Kedua temannya ini selalu seperti ini sejak SMA. Kalau menyangkut soal Ryan, ataupun Bastian, mereka akan langsung kesetanan.
"Dia yang ngehampirin aku loh. Kalian pikir aku yang nemuin dia gitu?"
Keduanya mengangguk secara besamaan.
'Kurang ajar, kutu kupret, bangke betol kalian.' Umpat Silvi.
"Hei, aku tahu diri kaliii."
Silvi memang seperti itu, dia tidak pernah mau menghampiri pria yang tidak dikenalnya. Yang dikenal saja kadang dia acuh, apalagi yang tidak.
Memang sih ada beberapa yang mendekatinya, tapi ya seperti lagu legend jaman dulu,
semakin ku kejar semakin kau jauh 🎶
tak pernah letih tuk dapatkan mu 🎶
terus berlari,
namun ku takut terjatuh lagi hoho 🎶Mella dan Dania sudah sering kali mengenalkan beberapa pria untuk Silvi. Sebagian besar dari mereka tertarik, namun tidak dengan Silvi.
"Aku harap kamu nggak ketularan sama sifatnya Kiara yang keganjenan itu ya Pi." Jawab Mella.
Dania dan aku memang satu kampus dan satu jurusan. Bedanya Dania masuk kelas pagi dan aku masuk kelas malam. Sedangkan Mella, dia nggak melanjutkan kuliah karena sudah sibuk berbisnis di toko kue milik Mama-nya.
"Semoga nggak ada orang lain yang hubungannya rusak gara-gara dia." Lanjut Mella lagi.
Aku menyesal pernah mempertemukan mereka di birthday party-ku tahun lalu. Disepanjang acara mereka berdua hanya saling melempar tatapan sinis saking tidak sukanya.
Ah, ini semua gara-gara Aris. Mereka berdua sibuk memperebutkan pria itu.
"Hush! Nggak boleh gitu tau."
"Biarin aja. "
Mella menjulurkan lidahnya dan tangannya mulai mencolek-colek strawberry cream yang ada dipuncak kue tart Dania.
"Kenapa Ryan ketemu sama kamu, Sipi?" Dania mencoba mengulang pertanyaannya yang belum terjawab. Rasa penasarannya masih belum terjawab.
"Kayaknya sih keluarga Adikharsya punya project yang harus dikerjakan Bundaku."
Keduanya mengangguk. Karena mereka berdua juga tau bahwa profesi dari semua anggota keluarga Palevi adalah di industri bisnis management. Mulai dari Ayah, Bunda, Silvi, mungkin Egy juga akan seperti itu.
Tangan mereka sama-sama saling bekerja mencomoti kue-kue yang sudah dipotong menjadi lebih kecil.
"Tapi kenapa harus ketemu sama kamu coba? Kenapa nggak ngomong langsung ke Bundamu? Trus kenapa harus Ryan? Kan mereka masih ada anggota keluarga lain?"
Silvi menoyor kepala Mella dengan pelan.
"Kenapa nanya samaku."
Pada akhirnya Silvi juga ikutan memakan potongan-potongan kue yang bentuknya sudah tidak karuan. "Aku juga nggak tahu, bolot."
KAMU SEDANG MEMBACA
Speechless (Completed)
Romance"Kenapa pas SMA dulu kamu nggak pernah bilang?" Gadis itu menuntut jawaban darinya. "Bilang apa?" "Kalau kamu suka sama aku, kayak yang di lakuin dia." "Udah ku bilang kan? Nggak semua hal harus di ungkapkan dengan kata-kata." "Tapi kan aku juga mau...