01 : Caplang dan Si Tampan Wiraguna

1K 117 111
                                    

Awal semester baru, di kelas 11, 2019

Dunia Sophie karya Jostein Gaarder yang baru aku beli di Gramedia tergeletak tanpa minat di atas meja sudut milik D'Plum cafe, pukul 2 siang. Beberapa kali menyesap affogato, nyatanya masih belum membuat manusia yang aku tunggu memunculkan batang hidungnya. Sepotong chessecake dan salad buah segar bahkan telah tandas. Bahkan dua gelas kosong bekas affogato sebelumnya yang telah berpindah ke perut, pun masih memenuhi meja. Orang-orang yang masuk bersamaan denganku tadi bahkan sudah tak nampak lagi. Jennie dan Joy memang benar-benar keterlaluan. Mereka sudah membuang 2 jam waktu berhargaku.

Asem!

Tepat ketika Aku berusaha meraih tas, sebuah tangan menahan. Layaknya dalam ftv, hal pertama yang aku lakukan adalah mencari manusia yang dengan lancang melakukan hal tersebut. Nyatanya, mataku yang pemilih berbisik pada hati. Perihal jangan mengumpat. Dia tampan.

"Krysy, ya?" tanyanya sok akrab. Aku seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, memilih mengangguk tanpa berkomentar apa-apa. Lanjutnya, "Aku Chandra. Kita dulu satu komplek dan satu SD bareng. Ingat?"

Aku mengernyit. Satu dua bahkan tiga detik, nyatanya belum mampu membangunkan ingatanku yang memang terkenal payah. Namun si laki-laki asing nampaknya tidak menyerah. Ia tersenyum dan menunjuk ke arah telinganya.

"Si caplang. Ingat?"

"Bangke! Lo si caplang? Gila, lo berubah drastis tahu enggak. Aussie apa kabar?"

Krysy bego!

Laki-laki tampan, jangkung, senyuman dengan dekik di pipi, dan yang terpenting telinganya yang caplang adalah salah satu sohibku sendiri saat sekolah dasar. Rumahnya berada di dekat gerbang komplek, terhalang 7 rumah dari tempat tinggalku. Meski begitu, dia yang selalu setiap pagi berteriak-teriak di depan rumah memanggil namaku untuk berangkat sekolah bersama.

Tapi ....

"Serius lo si caplang? Ko lo ganteng sih?"

Laki-laki asing yah maksudku si caplang memang nampak berbeda. Namun sepertinya kalimat blak-blakan barusan membuat dia tersenyum kikuk. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Selalu itu yang ia lakukan ketika merasa malu. Wah ... wajah dan badannya memang banyak berubah, tapi tabiatnya masih saja sama. Pemalu.

"Aku balik dari Aussie, sekolah di sini sekarang."

Aku manggut-manggut. Dia memang berubah drastis selain telinganya yang semakin caplang. Wajahnya dulu bulat. Badannya, apalagi. Tapi sekarang dia menjelma menjadi sosok tampan nan rupawan dengan tubuh bak binaragawan. Asli, kalau dipeluk doi sepertinya anget banget, kan?

"Sial!"

"Apa Krys?"

Aduh, aku mengumpat tanpa sadar. Padahal maksudnya bukan mau mengumpati si caplang yang semakin ganteng aduhai, melainkan mengumpati isi pikiranku sendiri yang liar. Terlalu banyak bergaul dengan Jennie dan Joy memang membawa pengaruh buruk.

"Enggak apa-apa, plang. Ah ... maksud gue Chan. Mulut gue kebiasaan, sorry ya."

Chandra hanya tertawa dan mengangguk. "Sudah mau pergi?"

"Iya nih, janjian sama duo lampir tapi enggak muncul-muncul."

"Temenin gue aja kalau gitu. Sudah lama enggak ngobrol, kan?"

Aku mengiyakan. Enggak masalah. Toh sudah lama sekali sejak terakhir kali bertemu Chandra. Kalau tidak salah, saat kelulusan SD. Ah ... ingat banget, aku menangis sambil guling-guling di depan komplek karena enggak mau ditinggal Chandra pindah ke Aussie.

Someone You Loved (Oh Sehun x Krystal Jung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang