Suara riuh terdengar di setiap sudut sekolah. Bagaimana tidak? Hampir semua siswa kini menonton anak-anak futsal yang kece tiada tara bermain bola. Setiap pemain yang tampan menendang bola pasti di teriakinya.Keringat yang membasahi badan mereka tak membuat kekecean mereka hilang. Malah terkesan lebih maco.
"Edwin kok makin ganteng ya sehabis nolak gue," Winda cemberut dengan mata yang masih fokus melihat Edwin menggiring bola.
"Berarti dia bahagia, Win." ceplos Vanya. "Bahagia hidupnya ga digangguin lo lagi." sambungnya.
"Gue pikir dia bakal kehilangan gue." ucap Winda dengan nada lemasnya.
Sontak, ucapan Winda itu membuat ketiga sahabatnya menahan tawa. "Lo ngelawak, Win?" tanya Juli menahan tawa.
"Apaan sih, Ya emang bener kan. Harusnya dia kehilangan gue dong, secara gue itu selalu ada buat dia."
"Heh," Seva menjitak kepala Winda. "Inget, lo bukan siapa-siapanya ya. Jadi dia gaada hak ngerasa kehilangan lo. Lagian juga dia udah nolak lo. Ngapain masih mikirin sih." jelas Seva.
Winda terdiam mendengar kata-kata Seva. Mood-nya jadi jelek. Winda kembali mengalihkan perhatiannya ke lapangan.
Pertandingan berlangsung begitu menarik dan apik, mungkin karna kedua tim sama-sama hebat. Bahkan skornya pun masih 0-0. Dan hingga di akhir pertandingan, dari kedua tim tidak ada yang mampu memasukan bola ke gawang lawan.
"Balik kelas yuk." ajak Winda yang sudah membalikan badannya siap pergi.
"Ehh Win, bentar. Nonton basket dulu habis ini nih." Seva memegang tangan Winda menahannya untuk pergi.
"Iya nih, pasti seru." tutur Vanya.
Winda menggeleng,"engga, ga seru."
"Lo yang ga seru." sungut Vania "Aelah... Lo harus liat dulu. Sumpah, mereka ga kalah kece sama anak futsal."
"Ga yakin gue." Winda mengangkat sebelah alisnya. masa ada yang lebih ganteng dari Edwin sih.
eh anjirr, emang cowo di sekolah ini cuman Edwin doang apa, ucap Vanya tak terima dengan perkataan winda.
"udah, Nonton dulu aja. Kalo emang ga seru nanti kita balik ke kelas. Udah gitu aja." Juli menengahi.
"Oke."
* * * *
Sorak gemuruh memenuhi lapangan. Pertandingan basket yang tak kalah seru dengan pertandingan futsal sebelumnya tampak lebih di minati oleh para siswa. Terbukti dengan banyaknya penonton dari sebelumnya.
Tak heran memang. para pemain memiliki wajah tampan rupawan dan badan atletis. Bahkan banyak para siswi yang memasuki ekstrakulikuler basket supaya bisa dekat pangeran pangeran tersebut. Terlebih dari itu, Winda tidak tertarik.
"ganteng banget sih Haikaaal, duh aku kan gakuat," Vanya melihat Haikal dengan penuh damba. Tangannya memegang dadanya yang berdebar.
"masih gantengan Edwin kemana mana," ceplos Winda
Vanya mendelik, ia menatap Winda sebal. "percuma ganteng tapi bangsat,"
"eh Edwin ga bangsat ya," ucap Winda marah.
"ga pernah ngehargain perjuangan seseorang itu lo sebut apa, Win?"
"eh eh eh kok jadi pada berantem gini sih," Seva menengahi.
Winda yang mulai tuduh Vanya.
"lo yang mulai ya,"
"lo ya!"
"lo!"
"yaampun, Cuma gara-gara cowo kalian pada gini, Heran gue." Juli menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kelakuan sahabat-sahabatnya.
"lo sih ga pernah suka sama cowo, makanya gatau. Cari cowo sana, jangan ngurusin buku-buku lo yang tebelnya minta ampun." Cerocos Winda.
"lah kok jadi gue sih,"
"lah emang elo kan, terus siapa lagi coba yang ga pernah keliatan pacaran,"
"eh gue pernah pacaran ya," Juli tak terima.
"masa? Sama siapa? Buku? "
"kok lo ngeselin sih,"
"tau nih si Winda, lagi sensi. marah-marah mulu," Vanya mendengus
"udah udah, balik ke kelas aja yuk. Udah beres ini pertandingannya." Ajak Seva melihat keadaan yang mulai memanas.
Juli membalikan badan berjalan meninggalkan sahabat-sahabatnya. Disusul Vanya dan Seva mengikutinya dari belakang. Winda yang melihat itu mendengus. Dia tadi hanya berniat bercanda, tapi kenapa sahabat-sahabatnya itu malah baper. biasanya juga kan memang seperti itu. Apa ia memang keterlaluan? Atau sahabat-sahabatnya yang kebaperan?. Winda menggelengkan kepalanya. Kepalanya pusing memikirkan semua, terlebih dia baru saja di tolak oleh gebetannya, Edwin.