Sang mentari pagi yang berwarna jingga cerah mulai keluar melalui garis horizon di arah timur, menggantikan sang bulan. Pagi memberi kesempatan matahari menempati langit, menunjukan kuasanya untuk menyalakan hari menjadi benderang. Suara aktivitas dari tenda-tenda lain berhasil memaksa Kania untuk keluar tenda dan merasakan udara sejuk pagi hari.
"Selamat pagi." Sapa Riyan yang sudah sibuk menyiapkan sarapan. "Ini kopi masih hangat." Riyan menyodorkan secangkir kopi yang masih mengeluarkan asap. Kania menerimanya kemudian terduduk di depan tenda. Suasana pagi di Ranu Kumbolo benar-benar memikat hatinya. Langit biru, kabut dan danau Ranu Kumbolo menjadi satu perpaduan yang pas sambil meneguk secangkir kopi hangat. Tak lama kemudian Kala keluar dari tenda, langsung mengambil cangkir kopi dari Kania. Seketika matanya terbuka lebar setelah meminum kopi tersebut.
"Kala, tolong ambilkan air di danau." Pinta Riyan yang sibuk dengan nasi yang baru matang.
"Biar aku saja yang mengambilkannya." Kania langsung mengambil botol-botol kosong guna diisi dengan air dari danau. Dirinya langsung menggunakan sendal, dan beranjak dari tenda. Jarak tenda dengan danau tidak terlalu jauh, tapi tetap harus melewati beberapa tenda pendaki lainnya. Setelah mengisi penuh botol-botolnya, Kania beranjak dari danau. Tapi sialnya sesuatu yang tidak diinginkannya terjadi.
Saat dirinya berbalik badan, matanya menangkap sepasang sejoli tidak jauh darinya sedang asik menikmati danau berdua. Kania menatap laki-laki tersebut, mengamati gerak-geriknya. Berharap dirinya salah melihat. Tapi matanya sama sekali tidak salah. Dia tidak mungkin lupa dengan laki-laki tersebut. Dari wajahnya, postur tubuhnya, senyumnya, bahkan wangi parfumnya pun dirinya masih ingat.
"Mario?" bisik Kania pelan. Tapi si empunya malah mendengar.
"Kania?" seseorang bernama Mario itu kaget melihat Kania. Begitupun dengan Kania yang langsung lari pergi meninggalkan mereka dan botol-botol airnya.
Sial! Teriak Kania dalam batinnya. Kenapa dari puluhan orang di Ranu Kumbolo dirinya harus bertemu dengan lelaki brengsek itu? Dan siapa pula perempuan yang bersamannya? Kekasih barunya? Pertanyaan-pertanyaan itu seketika muncul dipikirannya. Kania masih terus berlari, tanpa memperdulikan pandangan orang-orang disekitarnya yang menatapnya aneh.
Kania terus berlari, menjauhi tenda-tenda pendaki, berlari menaiki bukit kecil dengan kemiringan yang cukup curam, tanpa menoleh kebelakang. Pikirannya sama sekali tidak jernih. Perasannya sungguh campur aduk. Marah, sedih, kecewa, dan banyak lagi yang tidak bisa dijelaskan. Dihadapannya sudah terdapat banyak tanaman tinggi, dia sudah memasuki hutan tapi kakinya masih melaju bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Setelah hampir sejam berlari, Kania memperlambat kakinya dan terjatuh kemudian menangis.
Di sisi lain, Kala yang mencemaskan Kania karena pergi terlalu lama mencarinya di tepi danau. Tapi yang didapatinya hanyalah botol-botol yang sebelumnya dibawa Kania sudah tergeletak di tepi danau. Wajah Kala langsung panik, dirinya khawatir Kania terjadi apa-apa. Dia pun pergi mencari Kania di sekitar tenda-tenda, sesekali bertanya kepada pendaki lain. Sampai ada seorang pendaki yang memberitahu bahwa ada perempuan yang berlari dari arah danau ke arah bukit. Kala pun langsung berlari ke arah bukit yang ditunjuk oleh pendaki tadi.
Kala memasuki hutan, sesekali berteriak memanggil nama Kania. Berharap si empunya menjawab panggilannya. Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Sampai akhirnya, Kala menemukan Kania yang sudah jatuh pingsan di tengah hutan. Tanpa pikir panjang, Kala langsung menggendong Kania, membawanya menuju tenda. Entah apa yang membuat perempuan ini berlari sampai jatuh pingsan sendirian di tengah hutan. Tapi yang jelas hal itu berhasil membuat Kala sangat khawatir.
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh pagi, tapi Kania belum juga terdasar dari pingsannya. Kala yang berada di sampingnya setiap menemani Kania sejak ditemukan. Kala menatap wajah Kania yang begitu polos jika sedang tertidur. Dia penasaran apa yang membuatnya melakukan hal gila seperti tadi. Kalau saja dirinya tidak mencari dan menemukan Kania, entah apa yang akan terjadi pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNCAK EDELWEIS
Short StorySemua orang pasti pernah merasakan saat dirinya terjatuh. Tapi bagaimana rasanya jatuh disaat kau sedang terjatuh? Dan kemudian terbangun di puncak tertinggi Pulau Jawa? . . . "Puncak gunung bukanlah tujuan yang harus dicapai, tapi pulang dengan se...