Setelah selesai aku menggelar hari kemerdekaan akan tugas kuliah, kali ini aku mulai merintis kerja untuk memenuhi kebutuhanku mencari pitih (uang) sebagai modal bahwa anak minang malu untuk meminta dari urang gaek (orang tua).
Agustus 2008 mulai bergerak,bertanya dan mencari-cari meski sebenarnya agak susah juga sih mencari pitih ini.
Tapi yaaa mau gimana lagi,namanya juga hidup dihajar aja lagi walau sakik (sakit) sikit-sikit (sedikit).
"Uii chie!" Teman den (aku) memanggil dari kejauahan, mulai ku kerutkan kening sambil fokus pelan-pelan dan berusaha berpikir sepertinya gak kenal "hahaa" aku meringis sendiri. Tangan kananku mulai bergerak keatas menggaruk kepala,berulang-ulang aku lakukan begitu agar ada sedikit bantuan memory yang terlintas,tapi yaa tetap saja lambek (lama) loading isi kepala iko (ini).
"Ehh ehhh, hmmm anuu anuuu...." aku mencoba berbicara seolah-olah ingat nama paja ko (anak ini.red panggilan yang agak kasar dalam bahasa minang). Tapi dia balik celetuk, "baa ang ko chie? (gimaa sih kamu ini chie?)" kata dia. Ini Fadli teman seangkatan masa lupo (lupa).
"Oh yaa.. sambil tertawa aku berlagak tidak terjadi apa-apa", "yaa.. ada apa fadli?" Aku menyahut.
"Kau bisa membuat peta kan chie?" Dia begitu meyakinkan dengan cara dia bertanya,karena sepertinya tidak ada pilihan lain.
"Yaa lumayan la fad,meski ga jago-jago bana (kali)" jawabku.
"Begini chie, oom ku kan ada karajo (kerja) sedikit tapi dia butuh anggota yang bisa membuat peta informasi untuk kota Bukittinggi,kalo kau tidak ada kegiatan bara (beberapa) hari ini bisa lah kasih kabar ke aku ya.. masih ada nomor den (aku) kan?" Kata temanku fadli yang seolah-olah pekerjaan ini sangat penting sehingga sampai-sampai tidak ada pilihan lain. "Okelah men (panggilan akrab yang biasa aku sebut ke beberapa teman) tar aden kabari yo.." sahutku.
Aku mulai berjalan menjauhi,sembari berbalik dan berkata, "ui men tunggu lu,nomor den (aku) masih ado (ada) kan?".
"Ooh masih ada" dia balik menjawab. Aku pun mengerakkan tangan kananku dengan gaya "Hi5".
Aku bergerak menuju kendaraan roda duaku berwarna biru yang aku dapatkan dari hasil "janji" kedua orangtuaku,aku ingat betul janji itu terucap ketika aku mengikuti ujian/tes masuk perguruan tinggi negeri.
Memang,,, dan benar,, otakku mulai mengingat kejadian 2003 silam ketika perjuanganku untuk lulus ujian masuk perguruan tinggi ini,yaaa,,, universitas andalas,kami menamainya UNAND.
Mulai dari mengikuti les/private beberapa mata pelajaran, membaca buku/referensi, membahas soal-soal, hingga perjuanganku numpang kiri kanan karena aku belum cukup uang untuk menyewa kontrakan/kost. Tidak ada usaha yang mengkhianati hasil,ya.. meskipun hasilnya kadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan,tapi aku percaya banyak hal yang bisa aku dapatkan dari semua yang aku perjuangkan,terima kasih ya Allah,amin. Dan Alhamdulillah hasil itu nyata dan aku berhasil lulus ujian salah satu perguruan tinggi favorit,dan Mamaku telah menepati janjinya dengan membelikan sebuah sepeda motor.
Si biru ( sepeda motor) mulai melesat kencang menuruni perbukitan-perbukitan kecil di kampusku, pohon-pohon berdesik terkena alunan angin, suara-suara mahasiswa pun terdengar samar meski ku kencangkan sepeda motorku. Bak pembalap, tak ku hiraukan semua itu, yang ada dipikiranku hanya satu dan itu terus mengalir hingga menggerakkan jari-jariku.
"DOTA!!!" Hati bergumam.
Defence Of The Ancient (DOTA), itulah game/permainan pc bergenre MOBA (hero strategi) sebagai pengisi moodku hampir disepanjang hari.
"Brrrrhmmm brrhhmmm ssiiitttttt!!!" Bunyi motorku, hingga akhirnya kulabuhkan Si biru ditepi sebuah rumah berukuran 16x8 meter, didepannya berdiri kokoh pohon nangka rindang setinggi 6 meter, tepat disebelah kiri pohon nangka terlihat spanduk bekas, kain bahkan terpal yang diikat mengelilingi
YOU ARE READING
Pondok
Diversos"Stun stun stun" teriakan yang biasa aku lontarkan ke teman-teman lebih tepatnya yaa adik kelas.